Gelar Doktor Ilmu Administrasi Publik akhirnya berhasil disandang Kepala DPMPD Kaltim, Moh Jauhar Efendi.


Ini setelah dia berhasil menyelesaikan tugas disertasi dan lulus sidang ujian tertutup dan ujian promosi mencapai gelar Doktor pada FISIPOL Universitas Padjajaran Bandung, Senin (12/8).

Jauhar mendapat gelar Doktor setelah membahas terkait kebijakan Dana Desa yang dilaksanakan secara nasional termasuk wilayah Kaltim.

Dihadapan enam orang promotor dan tim penguji, Jauhar mengungkapkan hasil penelitian dan manfaat penelitian yang dilakukan di Kaltim dengan lokus wilayah Kabupaten Berau.

"Berdasarkan hasil penelitian dari enam variabel sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975) terhadap implementasi kebijakan dana desa di Kabupaten Berau, dapat disimpulkan secara umum implementasi kebijakan dana desa belum efektif," kata Moh Jauhar Efendi dalam paparannya.

Tidak semua tujuan kebijakan dana desa bisa diwujudkan, baik di Kabupaten Berau maupun di Provinsi Kalimantan Timur.

Terutama mengenai peningkatan pelayanan publik di desa, bagaimana mungkin dana desa bisa meningkatkan pelayanan publik kalau prioritas penggunaan dana desa oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hanya dibatasi untuk dua bidang yaitu bidang pembangunan dan bidang pemberdayaan masyarakat.

Dilihat dari sumberdaya kebijakan, persoalan lebih banyak terkait dengan ketersediaan jumlah maupun kapasitas pendamping profesional.

Demikian pula dengan pendamping desa bentukan Pemerintah Kecamatan, jumlah personel dan kinerjanya juga belum optimal, karena penguasaan keilmuan yang diperlukan dalam proses pendampingan belum tersedia sepenuhnya.

Dilihat dari sisi komunikasi antar organisasi, masih ada anggapan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dana desa hanya ditumpukan pada OPD tertentu yaitu Dinas Pemberdayaan Masyarakat.

Padahal peran OPD lain juga sangat mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan dana desa.

"Dilihat dari karakteristik badan pelaksana, bisa dikatakan sudah cukup baik. Pola hubungan Pemerintah Kabupaten Berau dengan para tenaga pendamping profesional tidak ada hambatan dan cukup intens," katanya.

Demikian juga dengan Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kampung dilihat dari sisi kondisi ekonomi, sosial dan politik, tidak ada persoalan yang berarti dalam proses implementasi kebijakan dana desa.

Bahkan, beberapa Lembaga Non-Pemerintah memberikan dukungan terhadap peningkatan kesejahteraan warga masyarakat kampung.

Tidak ada resistensi penolakan kebijakan dana desa, baik dari Pemkab Berau, pemerintah kecamatan, maupun pemerintah kampung serta pihak-pihak lain yang terkait dengan implementasi kebijakan dana desa.

Terkait dengan kinerja kebijakan, secara umum belum optimal kendatipun demikian, dilihat dari sisi serapan anggaran, kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan maupun ketersediaan regulasi di tingkat bawah sudah cukup baik.

Faktor kemampuan manajerial kepala desa sangat berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan implementasi kebijakan dana desa.

Berkaitan dengan hasil penelitian, Jauhar menyampaikan beberapa saran diantaranya, Pemerintah Pusat dalam menentukan tujuan kebijakan dana desa hendaknya tidak terlalu banyak.

Hal-hal yang tidak berkaitan secara langsung dari dampak kebijakan dana desa jangan dimasukkan dalam tujuan program dana desa, sehingga pengukuran kinerja dana desa bisa fokus dan terukur.

Kemudian untuk memenuhi kuota Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PD-TI), sebaiknya gaji yang diterima PD-TI bisa ditingkatkan, dengan cara menambah komponen biaya sewa rumah dan biaya operasional.

Dengan cara ini diharapkan mobilisasi/penempatan ke daerah dalam satu provinsi masih menarik minat mereka. Ketiga, untuk memenuhi kuota PLD, promovendus menyarankan gaji PLD ditingkatkan dan pembebanan anggaran melalui dana desa.

Selain itu cakupan desa dampingannya dikurangi dari 3-4 desa, cukup menjadi satu desa saja.

Untuk merealiasikan saran tersebut, langkah yang ditempuh sebenarnya cukup mudah, yaitu hanya merubah Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, dari 2 bidang menjadi 4 bidang, yaitu Bidang Pemerintahan, Bidang Pembangunan, Bidang Kemasyarakatan dan Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Diakui, Penelitian tentang implementasi kebijakan Dana Desa (DD) dilakukan karena masih sangat terbatas dan belum banyak dilakukan.

Bahkan, bisa dipastikan sebelum Tahun 2015, di seluruh Indonesia, penelitian tentang DD belum pernah dilakukan. Kenapa? Karena kebijakan DD tersebut baru diluncurkan pada tahun 2015.

Terlebih lagi di Kabupaten Berau, belum pernah dilakukan penelitian tentang implementasi kebijakan dana desa. Bahkan, di Provinsi Kalimantan Timur sekalipun. Tetapi penelitian tentang implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) memang sudah banyak dilakukan.

Padahal antara DD dengan ADD memiliki sumber pendanaan yang berbeda serta penggunaan yang juga berbeda.

Orisinalitas Penelitian tentang implementasi kebijakan Dana Desa (DD) masih sangat terbatas dan belum banyak dilakukan. Bahkan, bisa dipastikan sebelum Tahun 2015, di seluruh Indonesia, penelitian tentang DD belum pernah dilakukan.

"Kenapa? Karena kebijakan DD tersebut baru diluncurkan pada tahun 2015. Terlebih lagi di Kabupaten Berau, belum pernah dilakukan penelitian tentang implementasi kebijakan dana desa," sebutnya.

Bahkan, di Provinsi Kalimantan Timur sekalipun. Tetapi penelitian tentang implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) memang sudah banyak dilakukan. Padahal antara DD dengan ADD memiliki sumber pendanaan yang berbeda serta penggunaan yang juga berbeda.

Dari tiga penelitian terdahulu, dia memandang perlu dilakukan penelitian secara komprehensif dan spesifik tentang Implementasi Kebijakan Dana Desa.

Konsepsi pemikiran inilah untuk mengisi kekosongan state of the art bidang keilmuan administrasi publik, khususnya kajian pembangunan desa. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Dalam konteks penelitian Implementasi Kebijakan Dana Desa di Kabupaten Berau, dia memilih dan menggunakan teori yang yang dikemukakan Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975).

Teori ini lebih dikenal sebagai Model Proses Implementasi Kebijakan. Model ini menjelaskan bahwa untuk dapat menghasilkan kinerja kebijakan yang efektif ada enam variabel bebas yang saling berkaitan.

Variabel-variabel tersebut mulai dari Policy standars and objectives, Policy resorces; Inter-organizational Communication and Enforcement Activities, The Characteristics of the Implementing Agencies, Economic, Social, and Political Conditions; dan The Disposition of Implementors.

Suasana Sidang Pròmosi Gelar Doktor FISIPOL Unpad Bandung, Senin (12/8).  

Pewarta: Arif Maulana

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019