DPRD Balikpapan bekerja sama dengan Universitas Brawijaya memetakan lokasi dan potensi, termasuk permasalahan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Minyak, karena PKL belum punya legalitas.


Dalam penelitian yang berlangsung hingga Mei 2019, para peneliti dari Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan dan Kerakyatan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKEPK FEB UB) Malang mencatat ada 19 kawasan eksisting PKL dan kuliner di Balikpapan yang memiliki potensi dalam menggerakkan ekonomi masyarakat dan memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD).

Kawasan-kawasan tersebut adalah Pasar Damai, Pasar Pandansari dan Pasar Inpres Kebun Sayur, Pasar Sepinggan, Asrama Haji Embarkasi Balikpapan, Pantai Manggar, Pelabuhan Semayang, Kawasan Melawai, Lapangan Merdeka, Lapangan Sudirman, Pasar Klandasan, Taman Bekapai, Balikpapan Permai, Kawasan Jalan Ruhui Rahayu, dan Taman Tiga Generasi.

“Dari spot-spot itu, ada 4 titik yang harus segera dilakukan pembinaan dan penataan,” kata Ketua PKEPK FEB UB Dwi Budi Santosa dalam paparannya di Balikpapan, Rabu.

Salah satunya adalah Pasar Pandansari di Balikpapan Barat. Pasar ini berperan sebagai pasar induk Balikpapan, dan meski disediakan banyak tempat berjualan di dalam bangunan pasar, para pedagang akhirnya menjadi PKL dan memilih berjualan di halaman pasar.

Ada juga prioritas penataan kawasan untuk pengembangan PKL khusus kuliner, yaitu Melawai, Taman Bekapai, Lapangan Merdeka, Pasar Klandasan, Lapangan Sudirman dan Pelabuhan Semayang.

“Yang perlu diperbaiki itu terutama aspek legalitas, pengaturan kelembagaan dan fungsional, dan aspek lingkungan,” tambahnya.

Aspek legal, jelasnya mulai dari izin-izin tempat berusaha sampai identitas PKL-nya sendiri, dan kemudian program yang melibatkan PKL atau program yang dikerjakan di lokasi itu.

“Kalau ditetapkan sebagai kawasan oleh Pemkot misalnya, maka itu menjadi kawasan legal. Untuk berusaha di situ tentu dikenakan syarat bagi pedagang atau pengusahanya, walaupun syaratnya mungkin sederhana dan mudah. Kalau sudah legal tempat dan orangnya, maka akan mudah dibina. Dan biasanya lebih mudah mengakses modal ke perbankan atau lembaga lain,” jelas Dwi.

Ia juga menyebutkan akar masalah penataan kawasan PKL dan kuliner Balikpapan terletak adalah belum adanya legalitas itu, atau lebih rinci lagi, belum ada penerbitan izin bagi pelaku PKL dan kuliner.

Izin tak ada sebab belum ada peraturan yang memayungi legalitas penetapan kawasan dan juga belum jelasnya dinas atau organisasi perangkat daerah yang mengelola PKL dan Kuliner Balikpapan.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019