Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dinilai belum ramah terhadap penyandang disabilitas yang dapat dibuktikan dengan minimnya fasilitas umum bagi kalangan disabilitas, bahkan hingga dunia pendidikan pun masih minim untuk bisa menerima siswa disabilitas.
 

"Misalnya untuk sekolah inklusi di Samarinda baru ada satu sekolah, yakni SMPN 7 dan itu pun belum bisa menerima siswa tuna netra dan tuna rungu," ujar Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Kaltim, Ani Juwairiyah di Samarinda, Jumat.

Hal itu dikatakan Ani saat ditemu wartawan setelah mengikuti Seminar Konsultasi Publik dengan tema "Pelindungan dan Pemajuan Hak-hak Penyandang Disabilitas melalui Kerja Sama ASEAN" yang digelar di Gedung Rektorat Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.

Ia menilai sekolah inklusi yang hanya ada satu tersebut sangat kurang, sehingga pemerintah setempat diharapkan menambahnya lagi karena Samarinda cukup luas dengan jarak yang berjauhan, seperti penyandang disabilitas yang tinggal di Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda Seberang, maupun Palaran.

Baru-baru ini, ia juga mengaku mendapat tembusan tentang penerimaan siswa baru yang menyatakan bahwa calon siswa dengan tuna netra dan tuna rungu belum bisa masuk ke SMPN 7, sehingga ia menilai fasilitas yang ada masih jauh dari tujuan kemaslahatan manusia.

"Saya kira ini belum sampai ke SDGs. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) ada 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB, sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi. Nah, untuk sisabilitas, ini yang belum," katanya.

Ia menilai saat ini pelayanan terhadap disabilitas mulai kelihatan meski belum maksimal, padahal seharusnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas semestinya terlayani dengan benar.

Di tempat-tempat tertentu, katanya, memang sudah ada ramp, namun masih terlalu tajam sehingga hal ini tentu tidak layak atau tidak ramah.

Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki kelandaian tertentu yang difungsikan sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Ada beberapa persyaratan menyangkut ramp antara lain kemiringan, panjang, dan lebar minimal untuk memungkinkan berputarnya kursi roda.

"Di Taman Samarendah, waktu pembangunan ramp belum selesai, sudah kami peringatkan, tapi ternyata masih seperti itu. Kemudian di depan Mesra Hotel sudah ada guiding block (jalur bagi penyandang disabilitas), tapi dipasang melintang sehingga sama saja ini menyuruh penyandang disabilitas terjun ke parit," tutur mantan Anggota DPRD Kaltim ini.

Dari sisi regulasi pun ia menilai belum berpihak ke disabilitas, misalnya terkait beasiswa. Dalam pasal-pasalnya tidak berbunyi beasiswa bagi penyandang disabilitas, sehingga ketika ia ke Bappeda untuk mengusulkan beasiswa bagi penyandang disaiblitas, Bappeda pun tidak berani karena tidak ada pasal atau ayat yang mengatur khusus untuk disabilitas.

"Untuk itu, saya menyarankan ke pemerintah, jika akan membuat regulasi atau membuat fasilitas umum dan di dalamnya ada fasilitas untuk penyandang disabilitas, sebaiknya melibatkan organisasi penyandang disabilitas karena mereka yang lebih tahu," ujar Ani.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019