Tanjung Redeb (ANTARA News Kaltim) - Masyarakat Kampung Maluang Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, membudidayakan tanaman nilam (pogostemon cablin benth) di atas "lahan tidur" seluas 1,5 hektare.

Salah seorang pengelola kebun Nilam, Amir Alam, Jumat, mengatakan, warga Maluang yakin memiliki masa depan cerah, dengan menbudidayakan nilam.

"Harga jual daun nilam saat ini cukup tinggi yaitu Rp600 per kilogram. Dalam satu hektare bisa terdapat hingga ribuan pohon. Satu pohon bisa menghasilkan satu kilogram daun nilam. Tak hanya itu, tanaman nilam bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti jagung, bahkan tanaman buah-buahan lainnya," ujarnya.

Selain mampu bertahan selama dua tahun dengan masa panen setiap dua bulan sekali, katanya, kondisi tanah dan iklim di wilayahnya itu juga cocok dengan budi daya bahan baku parfum tersebut.

"Pengembangan tanaman nilam ini merupakan percontohan. Pasar nilam sudah sangat jelas. Yang terpenting adalah bisa memberdayakan masyarakat atau petani lokal sehingga kesejahteraannya meningkat," kata pria berusia 42 tahun.

Budidaya nilam di Kampung Maluang tersebut sebelumnya telah dikembangkan, namun seiring perubahan musim penghujan ke musim panas yang terjadi pada 2008 lalu membuat tanaman nilam di wilayahnya itu gagal.

"Kini kami mencoba untuk menghidupkan kembali peluang usaha itu. Nilam sudah mulai kami budidayakan kembali di 'lahan-lahan tidur'. Tahun ini kami kembangkan nilam 10 hektare, dan sudah ditanam 1,5 hektare," imbuhnya.

Sementara itu dalam kaitan produksi minyak atsiri, selain melakukan budidaya tanaman nilam, pihaknya juga telah membangun penyulingan nilam yang dibantu oleh PT Berau Coal.

Mesin penyulingan itu berkapasitas 50-70 kilogram. Dengan demikian, pengelolaan yang jelas dan didukung pasar yang menjanjikan, optimis mampu membangunkan lahan-lahan tidur di di kampung  Maluang yang sangat bagus sebagai lokasi budidaya nilam.

Ia menambahkan, tanaman nilam merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat mudah tumbuh. Minyak Atsiri nilam juga termasuk unggul karena tidak bisa digantikan atau diduplikasi dengan bahan kimia seperti minyak atsiri dari bahan lainnya.

"Minyak atsiri nilam sebenarnya terkandung pada semua bagian tanaman, seperti akar, batang, daun dan bunga," ungkap Amir Alam.

Namun yang lebih banyak digunakan yakni daun nilam karena menghasilkan mutu dan rendemen yang lebih tinggi.

Dari segi ekonomis dan penghasilan petani, setiap penanaman nilam di lahan seluas satu hektare dengan jarak tanam sekitar 60-80 cm mampu menghasilkan 4-5 ton daun nilam basah.Kelebihan lain satu kali tanam, nilam memiliki masa produktif tiga tahun sebelum kemudian dilakukan peremajaan lagi.

Panen pertama enam bulan pascatanam, jarak waktu panen berikutnya lebih singkat yakni empat bulan sekali. Dan perlu diketahui juga, harga minyak atsiri nilam di pasar internasional kini mencapai Rp 1 juta lebih setiap kilogramnya.

Namun di tingkat petani lokal harga sulingan minyak atsiri berkisar Rp600 ribu per kilogram. Dengan demikian, di perkirakan  jika budidaya nilam ini telah berembang dan berproduksi, mesin penyulingan yang dibangundikampungnya itu bakal tidak mampu menghadapi banyaknya produksi nilam.

Namun demikian kata, Amir dirinya belum memikirkan hal itu, hanya yang ada dibenaknya saat ini bagaimana tanaman nilam ini berkembang di tengah masyarakat.

"Bila nilam ini telah berkembang luas, kami jamin kapasitas mesin penyulingan ini akan lebih ditingkatkan lagi dan tidak menutup kemungkinan masyarakat Maluang ini pastinya akan bisa membuka suatu peluang usaha," kata Amir Alam. (*)

Pewarta: Helda Mildiana

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011