Samarinda (Antaranews Kaltim) - Kesepakatan Pembangunan Hijau atau "Green Growth Compact" (GGC) yang dilakukan oleh Provinsi Kalimantan Timur, mengacu pada sembilan inisiatif model yang telah dicanangkan sejak Mei 2016.
"Sembilan inisiatif model ini akan membantu percepatan pencapaian tujuan Pembangunan Kaltim Hijau," kata Ketua Kelompok Kerja GGC Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Provinsi Kaltim Profesor Soeyitno Soedirman di Samarinda, Jumat.
Sembilan inisiatif model tersebut adalah penurunan emisi karbon melalui skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), pencapaian target Perhutanan Sosial di Kaltim seluas 660.782 hektare, penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Kemudian pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, pengembangan kemitraan Delta Mahakam, Program Karbon Hutan Berau (PKHB), pengembangan perkebunan berkelanjutan, Kampung Iklim, serta pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun.
Menurtnya, kemampuan para pihak dalam mengembangkan negosiasi dan kolaborasi merupakan hal mendasar yang dibutuhkan, terutama dalam proses penerapan inisiatif model di lapangan.
Dalam upaya pengguatan kapaasitas pelaku guna keberhasilan menjalankan sembilan model tersebut, katanya, maka pihaknya telag menggelar pelatihan negosiasi dan kolaborasi demi meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan.
Pelatihan tersebut sudah digelar selama tiga hari di Samarinda pada 3-5 Juli 2018. Tujuan pelathan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian bernegosiasi.
Jika kemampuan mereka betambah, maka akan dapat memudahkan para pihak dalam membangun kesepakatan, karena teknik ini melatih berpikir dan bertindak di luar kebiasaan yang berlaku jika menemukan jalan buntu dalam proses penerapan inisiatif model.
Pelatihan tiga hari tersebut diikuti perwakilan kunci dari masyarakat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Unit Pelaksana Tenis Kehutanan, dan para mitra yang terlibat dalam inisiatif model GGC.
Sementara itu, Pelatih Teknik Komunikasi dan Persuasi, Iving Chevny mengatakan bahwa pola komunikasi dalam negosiasi akan memudahkan program atau gagasan bisa diterima banyak pihak.
Namun, para pihak yang akan berkolaborasi perlu menentukan proposisi nilai bersama, yaitu manfaat apa yang diterima jika bergabung dalam kesepakatan, termasuk kerugian apa yang akan mereka rasakan jika belum berkomitmen dalam kesepakatan.
Proposisi nilai bersama tersebut harus menjadikan solusi dari masalah yang dialami para pihak, misalnya penyelesaian kerusakan di Delta Mahakan, kesepakatan yang dibangun harus menjadi jalan ke luar bagi petambak udang yang terus merugi.
Kemudian KPH Delta Mahakam yang bertugas menjaga kawasan mangrove, pengelola blok migas hingga organisasi lingkungan yang mengawal restorasi di wilayah tersebut.
Sedangkan Alfan Subekti, Program Lead Green Growth Compact The Nature Conservancy (TNC) mengatakan bahwa konsep compact atau kesepakatan dipilih untuk membuka peluang pemangku kepentingan menyadari pentingnya berkomitmen tanpa ada unsur paksaan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Sembilan inisiatif model ini akan membantu percepatan pencapaian tujuan Pembangunan Kaltim Hijau," kata Ketua Kelompok Kerja GGC Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Provinsi Kaltim Profesor Soeyitno Soedirman di Samarinda, Jumat.
Sembilan inisiatif model tersebut adalah penurunan emisi karbon melalui skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), pencapaian target Perhutanan Sosial di Kaltim seluas 660.782 hektare, penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Kemudian pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, pengembangan kemitraan Delta Mahakam, Program Karbon Hutan Berau (PKHB), pengembangan perkebunan berkelanjutan, Kampung Iklim, serta pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun.
Menurtnya, kemampuan para pihak dalam mengembangkan negosiasi dan kolaborasi merupakan hal mendasar yang dibutuhkan, terutama dalam proses penerapan inisiatif model di lapangan.
Dalam upaya pengguatan kapaasitas pelaku guna keberhasilan menjalankan sembilan model tersebut, katanya, maka pihaknya telag menggelar pelatihan negosiasi dan kolaborasi demi meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan.
Pelatihan tersebut sudah digelar selama tiga hari di Samarinda pada 3-5 Juli 2018. Tujuan pelathan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian bernegosiasi.
Jika kemampuan mereka betambah, maka akan dapat memudahkan para pihak dalam membangun kesepakatan, karena teknik ini melatih berpikir dan bertindak di luar kebiasaan yang berlaku jika menemukan jalan buntu dalam proses penerapan inisiatif model.
Pelatihan tiga hari tersebut diikuti perwakilan kunci dari masyarakat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Unit Pelaksana Tenis Kehutanan, dan para mitra yang terlibat dalam inisiatif model GGC.
Sementara itu, Pelatih Teknik Komunikasi dan Persuasi, Iving Chevny mengatakan bahwa pola komunikasi dalam negosiasi akan memudahkan program atau gagasan bisa diterima banyak pihak.
Namun, para pihak yang akan berkolaborasi perlu menentukan proposisi nilai bersama, yaitu manfaat apa yang diterima jika bergabung dalam kesepakatan, termasuk kerugian apa yang akan mereka rasakan jika belum berkomitmen dalam kesepakatan.
Proposisi nilai bersama tersebut harus menjadikan solusi dari masalah yang dialami para pihak, misalnya penyelesaian kerusakan di Delta Mahakan, kesepakatan yang dibangun harus menjadi jalan ke luar bagi petambak udang yang terus merugi.
Kemudian KPH Delta Mahakam yang bertugas menjaga kawasan mangrove, pengelola blok migas hingga organisasi lingkungan yang mengawal restorasi di wilayah tersebut.
Sedangkan Alfan Subekti, Program Lead Green Growth Compact The Nature Conservancy (TNC) mengatakan bahwa konsep compact atau kesepakatan dipilih untuk membuka peluang pemangku kepentingan menyadari pentingnya berkomitmen tanpa ada unsur paksaan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018