Balikpapan (Antaranews Kaltim) - Sebanyak 152 warga negara asing dari berbagai kewarganegaraan yang ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (20/4) malam, mengamuk dan merusak berbagai fasilitas yang ada di lokasi tersebut.
"Ada 20 unit CCTV (kamera pengawas) yang mereka rusak," kata Kepala Polisi Resor Balikpapan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Wiwin Firta ketika dikonfirmasi di Balikpapan, Sabtu.
Selain kamera pengawas, para penghuni rudenim juga merusak pintu-pintu blok ruangan dan tanaman di taman di halaman.
Untuk menguasai keadaan, Polres Balikpapan mengerahkan 180 personel dari berbagai kesatuan polisi dengan dibantu TNI, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja dan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Menurut Kapolres, keributan dan amukan tersebut untuk menarik perhatian umum akan kondisi para tahanan tersebut. Aksi perusakan adalah sebagai unjuk rasa.
Dari mediasi pihak terkait, terutama Imigrasi, yang melibatkan juga Kapolres dan International Organization for Migration (IOM) Balikpapan, diketahui keinginan para WNA tersebut.
Adapun tuntutan mereka antara lain ingin dibebaskan keluar masuk Rumah Detensi, artinya juga tidak diperlakukan sebagai tahanan.
Terlihat dari poster yang dibuat para WNA tersebut ada yang sudah menghuni Rumah Detensi sejak 2014 dan selama itu diperlakukan sebagai tahanan yang dianggapnya tidak adil. Poster-poster protes itu ditempel juga ditembok kamar.
"Mereka juga ingin dipindahkan ke tempat lain di luar Balikpapan," kata Kapolres.
Sebagian besar para penghuni di Rumah Detensi ini adalah para pengungsi asal Afghanistan.
Pada 2015, sebagian dari mereka pernah menempati Rumah Jabatan Kepala Imigrasi Balikpapan di belakang Kantor Imigrasi di Jalan Jenderal Sudirman Balikpapan.
Namun, karena jumlahnya yang cukup banyak dan bebas berkeliaran, mereka menjadi sumber keresahan warga setempat sehingga kemudian dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi di Lamaru, wilayah Balikpapan Timur, sekitar 25 kilometer dari pusat kota di Klandasan.
"Keinginan kami sebenarnya sederhana saja, ingin menuju ke negara yang mau menampung kami karena di Afghanistan sudah tak ada harapan. Di Indonesia kami hanya transit," kata Abdullah, satu dari penghuni Rumah Detensi.
Kebanyakan pengungsi itu menyebut ingin melanjutkan ke Australia, berimigrasi dan menetap di Negeri Kangguru itu.
"Tapi, sekarang sudah empat tahun saya di Indonesia," kata Abdullah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Ada 20 unit CCTV (kamera pengawas) yang mereka rusak," kata Kepala Polisi Resor Balikpapan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Wiwin Firta ketika dikonfirmasi di Balikpapan, Sabtu.
Selain kamera pengawas, para penghuni rudenim juga merusak pintu-pintu blok ruangan dan tanaman di taman di halaman.
Untuk menguasai keadaan, Polres Balikpapan mengerahkan 180 personel dari berbagai kesatuan polisi dengan dibantu TNI, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja dan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Menurut Kapolres, keributan dan amukan tersebut untuk menarik perhatian umum akan kondisi para tahanan tersebut. Aksi perusakan adalah sebagai unjuk rasa.
Dari mediasi pihak terkait, terutama Imigrasi, yang melibatkan juga Kapolres dan International Organization for Migration (IOM) Balikpapan, diketahui keinginan para WNA tersebut.
Adapun tuntutan mereka antara lain ingin dibebaskan keluar masuk Rumah Detensi, artinya juga tidak diperlakukan sebagai tahanan.
Terlihat dari poster yang dibuat para WNA tersebut ada yang sudah menghuni Rumah Detensi sejak 2014 dan selama itu diperlakukan sebagai tahanan yang dianggapnya tidak adil. Poster-poster protes itu ditempel juga ditembok kamar.
"Mereka juga ingin dipindahkan ke tempat lain di luar Balikpapan," kata Kapolres.
Sebagian besar para penghuni di Rumah Detensi ini adalah para pengungsi asal Afghanistan.
Pada 2015, sebagian dari mereka pernah menempati Rumah Jabatan Kepala Imigrasi Balikpapan di belakang Kantor Imigrasi di Jalan Jenderal Sudirman Balikpapan.
Namun, karena jumlahnya yang cukup banyak dan bebas berkeliaran, mereka menjadi sumber keresahan warga setempat sehingga kemudian dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi di Lamaru, wilayah Balikpapan Timur, sekitar 25 kilometer dari pusat kota di Klandasan.
"Keinginan kami sebenarnya sederhana saja, ingin menuju ke negara yang mau menampung kami karena di Afghanistan sudah tak ada harapan. Di Indonesia kami hanya transit," kata Abdullah, satu dari penghuni Rumah Detensi.
Kebanyakan pengungsi itu menyebut ingin melanjutkan ke Australia, berimigrasi dan menetap di Negeri Kangguru itu.
"Tapi, sekarang sudah empat tahun saya di Indonesia," kata Abdullah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018