Samarinda (Antaranews Kaltim) - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kaltim Saipul menyatakan bahwa dugaan praktik mahar politik pada pemilihan kepala daerah serentak 2018 sulit dibuktikan, meskipun indikasinya bisa terjadi.
Saipul yang ditemui wartawan di Samarinda, Rabu, mengakui lembaganya kesulitan untuk mengungkap dugaan praktik mahar politik yang melibatkan bakal calon karena keterbatasan kewenangan.
"Kami sulit untuk masuk menangani kasus itu ketika mereka belum resmi dinyatakan sebagai calon peserta pilkada," jelasnya di sela menghadiri rapat pleno KPU Kaltim dengan agenda penyampaian hasil penelitian persyaratan bakal calon peserta Pilkada 2018.
Pada sisi lain, lanjut Saipul, jarang ada pihak yang terlibat dalam praktik tersebut berani terbuka dan menyampaikan dalam bentuk pengaduan resmi ke Bawaslu.
"Indikasinya memang ada, tapi kami sulit membuktikan karena tidak mungkin mereka yang terlibat berani vulgar berbicara ke publik," imbuhnya.
Lain halnya bila ada salah satu pelaku atau orang yang terlibat dalam praktik mahar politik tersebut merasa kecewa atau menjadi korban karena telah menggelontorkan sejumlah dana ke oknum pengurus partai politik, kemudian mengungkapkan fakta yang terjadi secara terbuka.
Untuk itu, lanjut Saiful, dugaan praktik mahar politik saat pilkada seolah memang benar-benar terjadi.
"Seperti pengungkapan salah satu kandidat bakal calon di Pilkada Jawa Timur, tapi ternyata hingga saat ini belum juga bisa dibuktikan kebenarannya," tegas Saiful.
Pada UU Pemilu disebutkan bahwa bakal calon yang bisa diproses oleh Bawaslu terkait mahar politik ini adalah apabila calon tersebut telah mendaftarkan diri sebagai calon peserta ke KPU daerah.
Namun, apabila bakal calon tersebut tidak jadi mendaftarkan diri, maka bawaslu juga akan sulit untuk menindaklanjuti laporan itu.
Hingga kini, Bawaslu Kaltim belum menerima satu pun pengaduan terkait dugaan terjadinya praktik mahar politik.
"Kalau nantinya ada, maka akan kami proses lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang ada," tegas Saipul. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
Saipul yang ditemui wartawan di Samarinda, Rabu, mengakui lembaganya kesulitan untuk mengungkap dugaan praktik mahar politik yang melibatkan bakal calon karena keterbatasan kewenangan.
"Kami sulit untuk masuk menangani kasus itu ketika mereka belum resmi dinyatakan sebagai calon peserta pilkada," jelasnya di sela menghadiri rapat pleno KPU Kaltim dengan agenda penyampaian hasil penelitian persyaratan bakal calon peserta Pilkada 2018.
Pada sisi lain, lanjut Saipul, jarang ada pihak yang terlibat dalam praktik tersebut berani terbuka dan menyampaikan dalam bentuk pengaduan resmi ke Bawaslu.
"Indikasinya memang ada, tapi kami sulit membuktikan karena tidak mungkin mereka yang terlibat berani vulgar berbicara ke publik," imbuhnya.
Lain halnya bila ada salah satu pelaku atau orang yang terlibat dalam praktik mahar politik tersebut merasa kecewa atau menjadi korban karena telah menggelontorkan sejumlah dana ke oknum pengurus partai politik, kemudian mengungkapkan fakta yang terjadi secara terbuka.
Untuk itu, lanjut Saiful, dugaan praktik mahar politik saat pilkada seolah memang benar-benar terjadi.
"Seperti pengungkapan salah satu kandidat bakal calon di Pilkada Jawa Timur, tapi ternyata hingga saat ini belum juga bisa dibuktikan kebenarannya," tegas Saiful.
Pada UU Pemilu disebutkan bahwa bakal calon yang bisa diproses oleh Bawaslu terkait mahar politik ini adalah apabila calon tersebut telah mendaftarkan diri sebagai calon peserta ke KPU daerah.
Namun, apabila bakal calon tersebut tidak jadi mendaftarkan diri, maka bawaslu juga akan sulit untuk menindaklanjuti laporan itu.
Hingga kini, Bawaslu Kaltim belum menerima satu pun pengaduan terkait dugaan terjadinya praktik mahar politik.
"Kalau nantinya ada, maka akan kami proses lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang ada," tegas Saipul. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018