Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pos Pelayanan Teknologi (Posyantek) Riyoto di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, hingga kini masih kewalahan melayani permintaan pasar internasional atau ekspor untuk jenis komoditas minyak wangi dan pengharum ruangan.
"Untuk dua jenis produk ini, kami hanya mampu melayani permintaan pasar ekspor kisaran 10-20 ton minyak per bulan, sementara permintaannya tak terbatas, jadi sebenarnya kami kewalahan," ujar Ketua Posyantek Riyoto Kecamatan Sangatta Utara Achmad Riyoto di Samarinda, Kamis.
Dua jenis minyak harum untuk badan dan ruangan itu dibuat dari bahan baku tanaman nilam dan serai. Dari nilam saja atau serai dan bisa campuran dua jenis tanaman ini.
Ia mengaku permintaan minyak harum kebanyakan datang dari Jepang dan beberapa negara di Eropa.
Sayangnya, ia tidak memproduksi banyak karena kurangnya dukungan bahan baku dari petani serai maupun petani nilam meski usaha di bidang ini sangat menjanjikan.
Padahal jika ada kelompok tani yang berkomitmen menanam serai minimal 20 hektare, ia bersedia membantu mengajarkan teknik budidayanya karena ia ingin memenuhi permintaan pasar ekspor.
"Kenapa harus minimal 20 hektare, karena lahan serai seluas inilah yang baru bisa kami letakkan mesin penyulingan di sekitar lahan untuk menghemat biaya ongkos angkut bahan baku. Jika lahan kurang dari 20 hektare, bisa rugi biaya produksinya karena memproduksi minyak sedikit atau banyak, biayanya sama, yang beda hanya di bahan bakar," tuturnya.
Untuk itu, hingga kini ia terus mencari petani mana saja yang mau menanam serai dan diajak bekerja sama, sehingga ke depan tidak kewalahan dalam melayani permintaan minyak dari negara lain.
Menurutnya, menanam serai atau nilam itu mudah karena dua jenis tanaman ini nyaris tanpa diserang hama, sehingga yang diperhatikan hanya proses pemupukan, penyiangan rumput, dan pemberian pestisida agar bisa tumbuh subur.
Ia juga mengaku saat ini mulai dikembangkan 20 hektare serai oleh petani di Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, kemudian dalam waktu dekat akan ditambah menjadi 20 hektare dan ke depannya akan dikembangkan sampai 100 hektare.
Sebenarnya, lanjut dia, di daerah mana pun lahan yang dikembangkan untuk tanaman serai, tidak jadi masalah, karena yang terpenting adalah ada komitmen pemerintah setempat yang didukung oleh camat, mengingat hal ini terkait dengan ketersediaan lahan dan kepastian penggunaan lahan.
"Saat ini kami konsentrasi pengembangan serai di Sanga-Sanga karena mendapat dukungan dari camat setempat. Ke depan, kelompok tani dari mana pun bisa sama-sama mengembang serai karena peluang pasarnya sudah ada," ucap Riyoto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Untuk dua jenis produk ini, kami hanya mampu melayani permintaan pasar ekspor kisaran 10-20 ton minyak per bulan, sementara permintaannya tak terbatas, jadi sebenarnya kami kewalahan," ujar Ketua Posyantek Riyoto Kecamatan Sangatta Utara Achmad Riyoto di Samarinda, Kamis.
Dua jenis minyak harum untuk badan dan ruangan itu dibuat dari bahan baku tanaman nilam dan serai. Dari nilam saja atau serai dan bisa campuran dua jenis tanaman ini.
Ia mengaku permintaan minyak harum kebanyakan datang dari Jepang dan beberapa negara di Eropa.
Sayangnya, ia tidak memproduksi banyak karena kurangnya dukungan bahan baku dari petani serai maupun petani nilam meski usaha di bidang ini sangat menjanjikan.
Padahal jika ada kelompok tani yang berkomitmen menanam serai minimal 20 hektare, ia bersedia membantu mengajarkan teknik budidayanya karena ia ingin memenuhi permintaan pasar ekspor.
"Kenapa harus minimal 20 hektare, karena lahan serai seluas inilah yang baru bisa kami letakkan mesin penyulingan di sekitar lahan untuk menghemat biaya ongkos angkut bahan baku. Jika lahan kurang dari 20 hektare, bisa rugi biaya produksinya karena memproduksi minyak sedikit atau banyak, biayanya sama, yang beda hanya di bahan bakar," tuturnya.
Untuk itu, hingga kini ia terus mencari petani mana saja yang mau menanam serai dan diajak bekerja sama, sehingga ke depan tidak kewalahan dalam melayani permintaan minyak dari negara lain.
Menurutnya, menanam serai atau nilam itu mudah karena dua jenis tanaman ini nyaris tanpa diserang hama, sehingga yang diperhatikan hanya proses pemupukan, penyiangan rumput, dan pemberian pestisida agar bisa tumbuh subur.
Ia juga mengaku saat ini mulai dikembangkan 20 hektare serai oleh petani di Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, kemudian dalam waktu dekat akan ditambah menjadi 20 hektare dan ke depannya akan dikembangkan sampai 100 hektare.
Sebenarnya, lanjut dia, di daerah mana pun lahan yang dikembangkan untuk tanaman serai, tidak jadi masalah, karena yang terpenting adalah ada komitmen pemerintah setempat yang didukung oleh camat, mengingat hal ini terkait dengan ketersediaan lahan dan kepastian penggunaan lahan.
"Saat ini kami konsentrasi pengembangan serai di Sanga-Sanga karena mendapat dukungan dari camat setempat. Ke depan, kelompok tani dari mana pun bisa sama-sama mengembang serai karena peluang pasarnya sudah ada," ucap Riyoto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017