Surabaya (ANTARA News) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta agar perguruan tinggi atau kampus
dengan jumlah mahasiswa kurang dari 1.000 untuk menggabungkan diri
dengan kampur lain (merger).
"Kampus yang jumlah mahasiswanya kurang dari 1.000 wajib merger dengan kampus lainnya," ujar Nasir usai memberi kuliah perdana di Universitas Nadhlatul Ulama Surabaya, Surabaya, Senin.
Jumlah perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa yang kurang dari 1.000, lanjut dia, berjumlah lebih dari 2.000-an perguruan tinggi. Kemristekdikti mendorong agar kampus tersebut untuk bergabung dengan kampus lainnya, agar lebih solid dan mampu mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas.
"Penggabungan ini juga bertujuan agar perguruan tinggi itu menjadi sehat, karena sebagian besar kampus kecil itu tidak sehat keuangannya," jelas dia.
Sebelum dilakukan merger, kata dia, yayasan yang menaungi perguruan tinggi tersebut harus digabung dahulu. Dia memberi contoh perguruan tinggi dibawah naungan Muhammadiyah cukup banyak, namun ternyata tidak satu yayasan.
"Kami juga meminta agar tidak ada konflik yayasan di perguruan tinggi itu, karena berdampak pada kualitas perguruan tinggi itu," harap dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristekdikti, Patdono Suwignjo, mengatakan banyaknya perguruan tinggi yang kecil berdampak pada angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yang hanya 45 persen, padahal jumlah perguruan tinggi kita 4.529.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan Tiongkok, dengan jumlah penduduk 1,4 miliar jiwa namun jumlah perguruan tinggi sebanyak 2.824 dan APK lebih tinggi dari Indonesia.
"APK Malaysia 38 persen, sementara Singapura sebanyak 78 persen. Jadi ada yang salah dengan kita, perguruan tinggi banyak tapi APK rendah. Salah satunya adalah perguruan tinggi kita banyak yang kecil sekitar 70 persen."
Oleh karena itu, Kemristekdikti mendorong agar perguruan tinggi melakukan penggabungan atau merger, agar menjadi efisien. Kemristekdikti menargetkan pada 2019, bisa menggabung setidaknya 1.000 perguruan tinggi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Kampus yang jumlah mahasiswanya kurang dari 1.000 wajib merger dengan kampus lainnya," ujar Nasir usai memberi kuliah perdana di Universitas Nadhlatul Ulama Surabaya, Surabaya, Senin.
Jumlah perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa yang kurang dari 1.000, lanjut dia, berjumlah lebih dari 2.000-an perguruan tinggi. Kemristekdikti mendorong agar kampus tersebut untuk bergabung dengan kampus lainnya, agar lebih solid dan mampu mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas.
"Penggabungan ini juga bertujuan agar perguruan tinggi itu menjadi sehat, karena sebagian besar kampus kecil itu tidak sehat keuangannya," jelas dia.
Sebelum dilakukan merger, kata dia, yayasan yang menaungi perguruan tinggi tersebut harus digabung dahulu. Dia memberi contoh perguruan tinggi dibawah naungan Muhammadiyah cukup banyak, namun ternyata tidak satu yayasan.
"Kami juga meminta agar tidak ada konflik yayasan di perguruan tinggi itu, karena berdampak pada kualitas perguruan tinggi itu," harap dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristekdikti, Patdono Suwignjo, mengatakan banyaknya perguruan tinggi yang kecil berdampak pada angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yang hanya 45 persen, padahal jumlah perguruan tinggi kita 4.529.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan Tiongkok, dengan jumlah penduduk 1,4 miliar jiwa namun jumlah perguruan tinggi sebanyak 2.824 dan APK lebih tinggi dari Indonesia.
"APK Malaysia 38 persen, sementara Singapura sebanyak 78 persen. Jadi ada yang salah dengan kita, perguruan tinggi banyak tapi APK rendah. Salah satunya adalah perguruan tinggi kita banyak yang kecil sekitar 70 persen."
Oleh karena itu, Kemristekdikti mendorong agar perguruan tinggi melakukan penggabungan atau merger, agar menjadi efisien. Kemristekdikti menargetkan pada 2019, bisa menggabung setidaknya 1.000 perguruan tinggi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017