Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengaku telah menyiapkan lahan lebih dari 2.500 hektare di Teluk Balikpapan yang akan disiapkan untuk kompleks perkantoran sebagai calon Ibu Kota Negara Indonesia.

"Kaltim siap jadi ibu kota negara. Tapi mohon maaf, lokasi yang saya usulkan bukan di Samarinda, tapi di Kota Balikpapan, tepatnya di sekitar Teluk Balikpapan," ujar Awang Faroek di Samarinda, Rabu.

Ia juga mengaku akan membawa peta untuk ditunjukkan kepada Presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Kaltim pada Kamis (13/7), yakni peta yang disiapkan untuk menjadi ibu kota negara.

Gubernur menjamin Kaltim merupakan daerah yang aman sehingga tepat dijadikan ibu kota negara, bahkan daerah tersebut juga bebas gempa sehingga aman dan layak menjadi ibu kota.

Dari sisi infrstruktur, lanjutnya, Kaltim juga siap karena jalan tol yang sedang dibangun akan berfungsi pada 2018, kemudian sudah ada bandara internasional, pelabuhan internasional di Kariangau, bahkan di Penajam sedang dikembangkan kota industri, termasuk di Maloy, Sangatta. Di kawasan itu sedang dibangun kawasan industri dan pelabuhan internasional.

Selain itu, lanjutnya, perairan Kaltim masuk dalam lintasan pelayaran Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II sehingga dari sisi perdagangan sangat menguntungkan untuk jalur perdagangan dan pengembangan bagi Asia timur, bukan hanya pengembangan Indonesia.

"Tata ruang lahan di Teluk Balikpapan sudah clear and clean, sudah bersih dan siap dijadikan ibu kota. Lahan ini milik pemerintah, berapa pun kebutuhan lahan untuk kawasannya, saya siap," katanya.

Untuk itu, ia mempersilahkan tim dari Bappenas dan Komisi II DPR melakukan kajian dan mempertimbangkan usulannya, karena masih ada dua daerah lain yang juga disebut-sebut akan menjadi ibu kota, yakni di Kalteng dan Kalsel.

Kota Palangkaraya di Kalteng, lanjut gubernur, disebut-sebut sejak zaman Bung Karno akan menjadi calon untuk pemindahan ibu kota, padahal itu adalah salah tafsir karena maksud Bung Karno adalah Kalimantan, tidak langsung menyebut Palangkaraya.

"Sejarahnya begini, ketika negara kita masih Republik Indonesia Serikat (RIS), waktu itu ada Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bernama Pangeran Muhammad Nur yang protes karena Kalimantan tidak diperhatikan. Kemudian Bung Karno menjawab, kalau gitu kita pindah saja ibu kota ke Kalimantan. Begitu sejarahnya," ujar Awang Faroek.

Terkait usulannya, ia mempersilahkan tim dari Bappenas dan DPR-RI datang ke melihat lahan yang ada dan mengkaji keunggulannya, termasuk mengkaji dua daerah lain sehinga bisa diputuskan lokasi mana yang layak jadi ibu kota.

"Silahkan dikaji dengan cermat, mana yang layak dari tiga daerah di Kalimantan ini, apakah di Kaltim, Kalteng, atau Kalsel, karena yang penting adalah ibu kotanya harus pindah, jangan lagi di Jakarta," ujarnya. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017