Balikpapan (ANTARA Kaltim) -  Yayasan Penyelamatan Orangutan Kalimantan atau Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) menargetkan bisa melepasliarkan sebanyak 200 individu orangutan lagi ke habitat aslinya sampai akhir tahun 2017.

"Tahun ini kami canangkan sebagai tahun kebebasan orangutan," kata Chief Executive Officer (CEO) BOSF Dr Jamartin Sihite dihubungi dari Balikpapan, Jumat.

Samboja Lestari adalah fasilitas pemeliharaan dan pemulihan orangutan yang dikelola BOSF di Samboja, sekitar 45 kilometer arah utara Balikpapan, Kalimantan Timur.

Dari target 200 individu itu, sebanyak 100 individu yang sudah bisa dilepasliarkan langsung ke hutan alam, sementara 100 individu lagi dari kandang ke hutan di pulau-pulau prapelepasliaran.

"Baik orangutan yang ada di Samboja Lestari ataupun yang ada di Nyaru Menteng," papar Dr Sihite.

Di kedua fasilitas itu, BOSF merehabilitasi sekitar 600 individu orangutan berbagai usia, yang umumnya sampai ke BOSF karena kehilangan habitat alaminya atau setelah tinggal lama bersama manusia.

Saat ini sudah siap dilepasliarkan 20 individu dari Samboja Lestari. Dalam jadwal mereka akan dikirim ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur pada 11 Juli mendatang.

Nyaru Menteng adalah fasilitas serupa Samboja Lestari yang ada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Di Nyaru Mentang dirawat dan direhabilitasi orangutan Kalimantan Tengah (Pongo pygmaeus wurmbii), sementara di Samboja Lestari kebanyakan Pongo pygmaeus morio atau orangutan Kalimantan Timur.

Untuk spesies P. wurmbii, mereka dikirimkan ke hutan tropis di Kabupaten Murung Raya, sekira 40 menit terbang dari Palangkaraya ke arah utara.

"Nah, mudah-mudahan ini bisa terwujud juga. Ada perusahaan kelapa sawit yang mau menyediakan 100 hektare lahannya yang masih dalam wujud hutan alam, yang termasuk kategori kaya keanekaragaman hayatinya, untuk pelepasliaran orangutan," kata Dr Sihite.

Namun, ia hanya menyebut lokasi perusahaan ini di Kutai Timur dan menolak menyebut nama dan lokasi persisnya.

"Sampai nanti sudah siap semua, baru saya sampaikan. Nah, bila sudah `clear` nanti, Romeo dan kawan-kawannya orangutan yang besar-besar akan kami lepaskan di sana," lanjut Sihite.

Romeo adalah orangutan berusia 30 tahun yang hampir seluruh masa hidupnya tinggal di dalam kandang.

Sekitar enam tahun pertama sebagai orangutan di Kebun Binatang di Taiwan dan 24 tahun lainnya di Samboja Lestari karena mengidap hepatitis B. Barulah setelah sembuh dari hepatitis dan tersedia tempat, Romeo coba dilihat kemampuan survivalnya di Pulau 5, pulau prapelepasliaran di Samboja Lestari.

Di Samboja Lestari memang masih ada beberapa lagi orangutan seperti Romeo yang dulunya dikategorikan tidak bisa dilepasliarkan karena berbagai hal, mulai dari sakit atau cacat.

Namun, sekarang dengan perkembangan baru, baik pengobatan maupun ketersediaan tempat, mereka mulai dicoba kemampuannya hidup di alam liar.

"Mereka itu yang tubuhnya besar-besar yang ada di kandang itu," katanya.

Di sisi lain, adalah kewajiban bagi perusahaan perkebunan, baik kelapa sawit atau hutan tanaman, juga perusahaan penebangan, untuk menyisakan dari areal konsesinya kawasan yang bernilai keanekaragaman hayati tinggi atau kawasan yang memiliki bentang alam yang sangat penting bagi dinamika ekologi alami.

Bisa juga kawasan hutan yang berada dalam ekosistem yang jarang, terancam, atau hampir punah, atau kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami seperti mata air, atau kawasan yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal, dan kawasan yang berfungsi penting sebagai pemberi identitas budaya masyarakat lokal.

"Dalam hal orangutan ini, kami memerlukan urunan semua pihak," imbuh Dr Sihite. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017