Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menegaskan pemerintah daerah berkomitmen melakukan penertiban Izin Usaha Pertambangan, tetapi keputusan pencabutan izinnya masih menunggu hasil investigasi dan evaluasi Tim Penataan Perizinan Usaha Pertambangan.
"Kita tertibkan IUP di daerah. Apalagi Pak Jonan (Menteri ESDM Ignasius Jonan) telah memberi dukungan. Tapi, semua masih menunggu hasil evaluasi tim," kata Awang Faroek dalam penjelasan tertulis di Samarinda, Rabu.
Sesuai pelimpahan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah terkait perizinan usaha sektor pertambangan batu bara, Pemerintah Provinsi Kaltim telah berkomitmen melakukan penertiban IUP yang selama ini menjadi kewenangan bupati atau wali kota.
Salah satu kebijakan Pemprov Kaltim adalah tidak akan menerbitkan IUP baru dan tidak memperpanjang, bahkan segera mencabut kegiatan usaha yang telah habis masa izinnya.
Awang Faroek menjelaskan jumlah IUP di Kaltim mencapai 1.404 izin, yang sebanyak 826 IUP atau 58,83 persennya berpotensi untuk dicabut.
"Khususnya kegiatan usaha pertambangan yang telah habis masa izinnya," tegasnya.
Kendati demikian, lanjut gubernur, Pemprov Kaltim dengan kewenangannya tidak bisa terburu-buru melakukan pencabutan, meskipun ada indikasi IUP tersebut berstatus "non-clean and clear" (CnC).
Gubernur beralasan pencabutan itu berpotensi dan berkonsekuensi terhadap aspek hukum, juga kehidupan orang banyak seperti tenaga kerja yang selama ini menggantungkan nasibnya pada usaha pertambangan.
"Jangan sampai kebijakan kita justru menimbulkan permasalahan yang lebih besar, bahkan meningkatkan jumlah pengangguran karena terjadinya PHK (pemutusan hubungan kerja)," ujarnya.
Ia menambahkan Pemprov Kaltim bertekad menyelamatkan kondisi lingkungan yang banyak rusak akibat kegiatan pertambangan.
"Kami fokus dulu pada penertiban pertambangan yang berada di wilayah kota. Misalnya, Samarinda yang sudah dikelilingi pertambangan, padahal selayaknya ibu kota provinsi ini tidak ada kegiatan tambang," tambang Awang Faroek.
Data Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim mencatat di Kota Samarinda terdapat 63 IUP dan berdasarkan hasil evaluasi tim ada 18 izin dengan luas lahan sekitar 3.628,94 yang akan dicabut.
Selain itu, dari 49 IUP operasi produksi di Kota Samarinda, terdapat 26 IUP yang berpotensi dicabut karena tidak berproduksi aktif.
Pada Senin (8/5), sejumlah aktivis yang bergabung dalam Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam melaporkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak kepada Ombudsman Republik Indonesia di Kantor Perwakilan Kaltim di Balikpapan, terkait masalah izin pertambangan batu bara.
"Kami melaporkan dugaan adanya maladministrasi yang dilakukan Gubernur, karena tidak segera mencabut izin-izin usaha pertambangan yang berstatus non-clean and clear (CnC)," kata koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30 Carolus Tuah, yang ikut bergabung di koalisi itu.
Menurut Tuah, pencabutan IUP yang tidak CnC itu adalah rekomendasi dari Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hasil Korsup KPK yang pertama kali digelar tahun 2014 di Balikpapan, juga dikuatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2015, memberi pedoman IUP mana saja yang layak dicabut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Kita tertibkan IUP di daerah. Apalagi Pak Jonan (Menteri ESDM Ignasius Jonan) telah memberi dukungan. Tapi, semua masih menunggu hasil evaluasi tim," kata Awang Faroek dalam penjelasan tertulis di Samarinda, Rabu.
Sesuai pelimpahan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah terkait perizinan usaha sektor pertambangan batu bara, Pemerintah Provinsi Kaltim telah berkomitmen melakukan penertiban IUP yang selama ini menjadi kewenangan bupati atau wali kota.
Salah satu kebijakan Pemprov Kaltim adalah tidak akan menerbitkan IUP baru dan tidak memperpanjang, bahkan segera mencabut kegiatan usaha yang telah habis masa izinnya.
Awang Faroek menjelaskan jumlah IUP di Kaltim mencapai 1.404 izin, yang sebanyak 826 IUP atau 58,83 persennya berpotensi untuk dicabut.
"Khususnya kegiatan usaha pertambangan yang telah habis masa izinnya," tegasnya.
Kendati demikian, lanjut gubernur, Pemprov Kaltim dengan kewenangannya tidak bisa terburu-buru melakukan pencabutan, meskipun ada indikasi IUP tersebut berstatus "non-clean and clear" (CnC).
Gubernur beralasan pencabutan itu berpotensi dan berkonsekuensi terhadap aspek hukum, juga kehidupan orang banyak seperti tenaga kerja yang selama ini menggantungkan nasibnya pada usaha pertambangan.
"Jangan sampai kebijakan kita justru menimbulkan permasalahan yang lebih besar, bahkan meningkatkan jumlah pengangguran karena terjadinya PHK (pemutusan hubungan kerja)," ujarnya.
Ia menambahkan Pemprov Kaltim bertekad menyelamatkan kondisi lingkungan yang banyak rusak akibat kegiatan pertambangan.
"Kami fokus dulu pada penertiban pertambangan yang berada di wilayah kota. Misalnya, Samarinda yang sudah dikelilingi pertambangan, padahal selayaknya ibu kota provinsi ini tidak ada kegiatan tambang," tambang Awang Faroek.
Data Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim mencatat di Kota Samarinda terdapat 63 IUP dan berdasarkan hasil evaluasi tim ada 18 izin dengan luas lahan sekitar 3.628,94 yang akan dicabut.
Selain itu, dari 49 IUP operasi produksi di Kota Samarinda, terdapat 26 IUP yang berpotensi dicabut karena tidak berproduksi aktif.
Pada Senin (8/5), sejumlah aktivis yang bergabung dalam Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam melaporkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak kepada Ombudsman Republik Indonesia di Kantor Perwakilan Kaltim di Balikpapan, terkait masalah izin pertambangan batu bara.
"Kami melaporkan dugaan adanya maladministrasi yang dilakukan Gubernur, karena tidak segera mencabut izin-izin usaha pertambangan yang berstatus non-clean and clear (CnC)," kata koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30 Carolus Tuah, yang ikut bergabung di koalisi itu.
Menurut Tuah, pencabutan IUP yang tidak CnC itu adalah rekomendasi dari Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hasil Korsup KPK yang pertama kali digelar tahun 2014 di Balikpapan, juga dikuatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2015, memberi pedoman IUP mana saja yang layak dicabut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017