Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sebuah organisasi nirlaba Indonesia yang berdedikasi terhadap konservasi orang utan dan habitatnya "The Borneo Orangutan Survival Foundation" kembali melepasliarkan enam Orang utan (pongo pygmaeus) di kawasan Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Chief Executive Officer Yayasan BOS Jamartin Sihite, dihubungi dari Samarinda, Selasa menyatakan, pelepasliaran enam orang utan itu dilakukan atas kerja sama PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur.
"Pelepasliaran enam orang utan yang dilakukan Yayasan BOS ke habitat alami mereka di Hutan Kehje Sewen, yang terletak di Kabupaten Kutai Timur, menambah jumlah orang utan yang telah dilepasliarkan oleh Yayasan BOS ke Kehje Sewen sejak 2012 sampai 2017 menjadi 69 orang utan," kata Jamartin Sihite.
Keenam orang utan yang dilespasliarkan itu, kata Jamartin, terdiri dari dua jantan dan empat betina remaja yang telah menyelesaikan tahapan rehabilitasi yang panjang melalui sistem sekolah hutan dan dinilai telah siap untuk hidup mandiri di alam liar.
"Keenam orang utan itu dilepasliarkan di bagian Selatan Kehje Sewen, di lokasi di mana sebelumnya 24 orang utan yang direhabilitasi dilepasliarkan dan semuanya terpantau telah menyebar ke seluruh wilayah hutan," tuturnya.
"Keenam orang utan ini akan diberangkatkan melalui jalur darat dari Samboja Lestari langsung ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur. Selama di perjalanan, tim kami akan mengikuti protokol ketat selama perjalanan 20 jam dengan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi orangutan dan memberi mereka makanan serta minuman," jelas Jamartin.
Tahun ini lanjut Jamartin, Yayasan BOS melakukan berbagai upaya yang lebih intensif dari sebelumnya, dalam memberikan kebebasan bagi lebih banyak orang utan.
"Tahun ini (2017), kami telah membantu memulangkan orang utan yang diselundupkan ke Kuwait, menyelamatkan bayi orang utan tanpa induk yang dipelihara penduduk dan translokasi orang utan dewasa liar yang habitatnya habis terbakar, dipindahkan ke hutan yang aman," ujarnya.
"Kami telah menyiapkan pulau-pulau pra-pelepasliaran bagi para orang utan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di sekolah hutan, untuk mempersiapkan mereka dalam tahap terakhir sebelum dilepasliarkan ke hutan dan kami telah berhasil melakukan pelepasliaran orang utan," ucap Jamartin.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sunandar Trigunajasa mengatakan, dengan perubahan status konservasi orang utan Borneo menjadi "critically endangered" atau sangat terancam punah, mendorong pihaknya untuk tetap berkerja lebih maksimal dan berupaya memperbaiki upaya pelestarian orang utan dan habitatnya.
"Beruntung, kami memiliki sejumlah mitra seperti Yayasan BOS dan PT RHOI ini, yang aktif melakukan penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran orang utan. Tapi kami tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat setempat, organisasi dan pihak swasta untuk membantu melanjutkan upaya konservasi orangutan khususnya di Provinsi Kalimantan Timur," terangnya.
"Mari kita bekerja bersama menjaga dan memulihkan habitat alami dan seisinya yang telah banyak terdampak secara negatif karena tindakan kita manusia yang tidak bertanggung jawab. Mari kita melihat ke depan dan benar-benar berusaha untuk memulai pembangunan yang berwawasan lingkungan mulai sekarang," kata Sunandar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Chief Executive Officer Yayasan BOS Jamartin Sihite, dihubungi dari Samarinda, Selasa menyatakan, pelepasliaran enam orang utan itu dilakukan atas kerja sama PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur.
"Pelepasliaran enam orang utan yang dilakukan Yayasan BOS ke habitat alami mereka di Hutan Kehje Sewen, yang terletak di Kabupaten Kutai Timur, menambah jumlah orang utan yang telah dilepasliarkan oleh Yayasan BOS ke Kehje Sewen sejak 2012 sampai 2017 menjadi 69 orang utan," kata Jamartin Sihite.
Keenam orang utan yang dilespasliarkan itu, kata Jamartin, terdiri dari dua jantan dan empat betina remaja yang telah menyelesaikan tahapan rehabilitasi yang panjang melalui sistem sekolah hutan dan dinilai telah siap untuk hidup mandiri di alam liar.
"Keenam orang utan itu dilepasliarkan di bagian Selatan Kehje Sewen, di lokasi di mana sebelumnya 24 orang utan yang direhabilitasi dilepasliarkan dan semuanya terpantau telah menyebar ke seluruh wilayah hutan," tuturnya.
"Keenam orang utan ini akan diberangkatkan melalui jalur darat dari Samboja Lestari langsung ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur. Selama di perjalanan, tim kami akan mengikuti protokol ketat selama perjalanan 20 jam dengan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi orangutan dan memberi mereka makanan serta minuman," jelas Jamartin.
Tahun ini lanjut Jamartin, Yayasan BOS melakukan berbagai upaya yang lebih intensif dari sebelumnya, dalam memberikan kebebasan bagi lebih banyak orang utan.
"Tahun ini (2017), kami telah membantu memulangkan orang utan yang diselundupkan ke Kuwait, menyelamatkan bayi orang utan tanpa induk yang dipelihara penduduk dan translokasi orang utan dewasa liar yang habitatnya habis terbakar, dipindahkan ke hutan yang aman," ujarnya.
"Kami telah menyiapkan pulau-pulau pra-pelepasliaran bagi para orang utan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di sekolah hutan, untuk mempersiapkan mereka dalam tahap terakhir sebelum dilepasliarkan ke hutan dan kami telah berhasil melakukan pelepasliaran orang utan," ucap Jamartin.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sunandar Trigunajasa mengatakan, dengan perubahan status konservasi orang utan Borneo menjadi "critically endangered" atau sangat terancam punah, mendorong pihaknya untuk tetap berkerja lebih maksimal dan berupaya memperbaiki upaya pelestarian orang utan dan habitatnya.
"Beruntung, kami memiliki sejumlah mitra seperti Yayasan BOS dan PT RHOI ini, yang aktif melakukan penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran orang utan. Tapi kami tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat setempat, organisasi dan pihak swasta untuk membantu melanjutkan upaya konservasi orangutan khususnya di Provinsi Kalimantan Timur," terangnya.
"Mari kita bekerja bersama menjaga dan memulihkan habitat alami dan seisinya yang telah banyak terdampak secara negatif karena tindakan kita manusia yang tidak bertanggung jawab. Mari kita melihat ke depan dan benar-benar berusaha untuk memulai pembangunan yang berwawasan lingkungan mulai sekarang," kata Sunandar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017