Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pihak kepolisian hingga kini belum bersedia membeberkan nama dan jumlah tersangka pada kasus dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Samarinda, Kalimantan Timur.
"Sudah 25 orang kami periksa dan sudah ada tersangka. Tetapi, kami belum bisa menyampaikan secara rinci tersangkanya," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Kaltim Brigjen Polisi Mulyana di Samarinda, Sabtu.
Wakapolda bersama Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak turut mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang Sabtu Sore melihat langsung barang bukti yang disita pada pengungkapan kasus dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda.
Mulyana menegaskan polisi masih terus mengembangkan pengungkapan itu dengan memeriksa sejumlah saksi.
Saat dicecar wartawan untuk membeberkan jumlah tersangka yang telah ditetapkan, Mulyana tetap tidak bersedia memberikan keterangan secara rinci.
"Masih dikembangkan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terus kami lakukan. Tetapi secara detail, kami belum bisa sampaikan dan dalam beberapa hari ke depan kami akan sampaikan hasilnya," terang Mulyana.
Pengungkapan dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda itu dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda pada Jumat (17/3).
Pada pengungkapan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang sejumlah Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
Tim Bareskrim dan Polda Kaltim juga sempat mengamankan 15 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin usai memimpin langsung tim gabungan pada Jumat (17/3) mengatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.
"Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu, sementara di sini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen," terangnya.
"Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau `crane`, tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh," jelas Safaruddin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Sudah 25 orang kami periksa dan sudah ada tersangka. Tetapi, kami belum bisa menyampaikan secara rinci tersangkanya," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Kaltim Brigjen Polisi Mulyana di Samarinda, Sabtu.
Wakapolda bersama Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak turut mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang Sabtu Sore melihat langsung barang bukti yang disita pada pengungkapan kasus dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda.
Mulyana menegaskan polisi masih terus mengembangkan pengungkapan itu dengan memeriksa sejumlah saksi.
Saat dicecar wartawan untuk membeberkan jumlah tersangka yang telah ditetapkan, Mulyana tetap tidak bersedia memberikan keterangan secara rinci.
"Masih dikembangkan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terus kami lakukan. Tetapi secara detail, kami belum bisa sampaikan dan dalam beberapa hari ke depan kami akan sampaikan hasilnya," terang Mulyana.
Pengungkapan dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda itu dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda pada Jumat (17/3).
Pada pengungkapan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang sejumlah Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
Tim Bareskrim dan Polda Kaltim juga sempat mengamankan 15 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin usai memimpin langsung tim gabungan pada Jumat (17/3) mengatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.
"Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu, sementara di sini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen," terangnya.
"Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau `crane`, tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh," jelas Safaruddin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017