Jakarta (ANTARA News) - Kasus pelecehan seksual anak kembali
merebak di Tanah Air seiring terkuaknya video dan foto-foto korban di
media sosial Facebook belum lama ini.
Menanggapi hal ini, praktisi pendidikan, Najelaa Shihab, menilai
pencegahan menjadi hal paling utama agar tak ada lagi anak-anak yang
menjadi sasaran kaum pedofil.
"Kekerasan seksual makin sering terjadi di sekeliling kita. Karena pencegahan adalah yang paling utama," ujar dia kepada ANTARA News, Jumat. Bagaimana pencegahannya? Dia membagikan sejumlah caranya:
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Kekerasan seksual makin sering terjadi di sekeliling kita. Karena pencegahan adalah yang paling utama," ujar dia kepada ANTARA News, Jumat. Bagaimana pencegahannya? Dia membagikan sejumlah caranya:
1.
Biasakan untuk mengikuti kata "tidak" dan "stop" dari anak. Misalnya
saat ia menolak dicium atau minta berhenti saat digelitiki. Apakah anak
belajar mengendalikan dan menghormati kenyamanan tubuhnya akan
ditentukan oleh reaksi orangtua.
Jangan bilang "sedikit saja", atau "masak gak mau dicium". Bayangkan bila kalimat yang sama diucapkan orang yang berbahaya.
2.
Contohkan anak sejak dini untuk membedakan bagian tubuh yang aman dan
tidak aman untuk disentuh.
Tunjukan sentuhan aman saat menjabat dan mencium tangan, tidak pada
sembarang orang. Lalu jelaskan sentuhan tidak aman saat memegang bagian
tubuh yang tertutup rapat.
3. Biasakan anak
untuk mempercayai intuisinya terhadap bahaya.
Ada situasi dimana anak merasa khawatir saat bertemu orang tertentu atau
melewati jalan baru. Kemudian, jangan larang anak mendengarkan yang
dirasakan.
Anjurkan anak berpikir cara untuk
lebih berhati-hati, menunggu sampai ada orang yang menyeberang
berbarengan, tidak duduk di taksi sebelum orangtua masuk duluan, dan
seterusnya.
4. Latih secara spesifik kemampuan anak menghadapi bahaya di tempat umum.
Misalnya berteriak "tolong" dan bukan "bunda/mama" akan membuat orang disekeliling lebih waspada.
Kemudian, memperhatikan letak pintu dan stop kontak setiap masuk ke ruangan baru, dan berbagai teknik sederhana lainnya.
Kemudian, memperhatikan letak pintu dan stop kontak setiap masuk ke ruangan baru, dan berbagai teknik sederhana lainnya.
5.
Bangun secara perlahan jaringan sosial
Jaringan ini bisa lebih dari satu orang yang ikut menjaga keamanan anak -
seperti nenek dan kakak yang bisa menjadi tempat bercerita.
Kenyataan yang menyedihkan tapi sering terjadi, orangtua seringkali
bukan pihak yang tahu pertama tentang berbagai hal, sehingga anak perlu
beberapa figur lain yang bisa membela dia.
6. Ajarkan anak tentang rahasia, apa informasi yang boleh disembunyikan dari orangtua, dan mana yang harus diceritakan walaupun diminta seseorang untuk tidak membocorkannya.
"Rahasia baik, itu kejutan yang kalau ibu tahu pasti senang -- misalnya hadiah ulangtahun. Rahasia buruk bila bikin ketakutan dan malu kalau nanti ketahuan ibu," tutur dia.
6. Ajarkan anak tentang rahasia, apa informasi yang boleh disembunyikan dari orangtua, dan mana yang harus diceritakan walaupun diminta seseorang untuk tidak membocorkannya.
"Rahasia baik, itu kejutan yang kalau ibu tahu pasti senang -- misalnya hadiah ulangtahun. Rahasia buruk bila bikin ketakutan dan malu kalau nanti ketahuan ibu," tutur dia.
7. Tumbuhkan
disiplin diri anak tanpa ancaman dan sogokan.
Pelaku kekerasan seksual dengan sengaja memilih anak-anak rentan yang
mudah ketakutan, kecanduan pujian dan mencari imbalan untuk melakukan
sesuatu.
8. Pelaku kekerasan biasanya orang yang dikenal, menggunakan teknik "perawatan" untuk mendekatkan diri ke anak dan orangtua.
Oleh
karena itu, biasakan untuk terbuka dengan anak tentang orang-orang di
sekitar. Ajak anak mengobservasi dan peduli pada perubahan perilaku
siapapun di lingkungan.
"Orangtua bisa memulai percakapan tentang pengalamannya dalam
pertemanan," kata Najeela. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017