Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Kota Balikpapan di Provinsi Kalimantan Timur mencatatkan deflasi atau penuruan harga-harga sebesar 0,26 persen pada Februari 2017 dibanding dengan bulan sebelumnya.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Balikpapan, Rabu menyebutkan, deflasi ini disebabkan harga bahan makanan yang menurun di Kota Minyak itu.

Deflasi didorong oleh penurunan harga dari kelompok "volatile food" sebesar minus 0,56 persen dalam lingkup perbandingan bulan ke bulan (month to month), kata Kepala Perwakilan BI Balikpapan Suharman Tabrani.

Volatile food yang berpengaruh di Balikpapan tersebut adalah daging ayam ras, ikan layang, ikan tongkol, dan sayuran. Harga ikan tongkol sekarang Rp29.000 per kg setelah sempat lebih dari Rp30.000 per kg.

"Sebab cuaca baik beberapa lama ini. Nelayan bisa turun ke laut lagi," kata Abdul Rasyid, pedagang ikan di Pasar Klandasan.

Bahkan harga cabai rawit sudah bisa turun, dari Rp138.000 per kg `menjadi Rp125.000 per kg, walaupun masih tetap jauh di atas harga normalnya yang berada di kisaran Rp40.000 per kg.

Di sisi lain, harga komoditas yang diatur pemerintah atau administered prices menjadi penyumbang inflasi sebesar 0,13 persen, dengan pendorong utama kenaikan bertahap tarif listrik untuk pelanggan 900 Volt Ampere (VA/Watt).

Turut menyumbang inflasi sebesar 0,17 persen secara bulan ke bulan kenaikan harga pulsa ponsel dan sewa rumah.

Sementara secara tahunan, inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) tercatat sebesar 4,68 persen secara tahun ke tahun (year to year atau dibandingkan dengan inflasi di bulan Februari 2016), masih dalam koridor sasaran inflasi yang 5 persen plus 1 persen, jelas Suharman Tabrani.

Menurut Suharman Tabrani, dengan melihat perkembangan di awal tahun 2017 ini, target inflasi 5 plus 1 itu menghadapi beberapa tantangan. Inflasi akan cenderung lebih tinggi sebab antara lain kebijakan kenaikan tarif listrik tahap II dan III di bulan Maret dan Mei 2017.

Berikutnya, musibah banjir di beberapa sentra produksi pangan yang mengganggu panen, dan curah hujan tinggi yang diperkirakan sampai Mei 2017 juga menjadi hambatan distribusi, termasuk juga permasalahan tata niaga komoditas pangan umum.

"Karena itu kami Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi lainnya untuk mengantisipasi tantangan inflasi tersebut," jelas Suharman Tabrani. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017