Balikpapan (ANTARA Kaltim) -  Kepolisian Resor Kutai Barat, Kalimantan Timur, segera melakukan gelar perkara peristiwa konflik antarwarga di Kampung Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, belum lama ini.

"Pada Senin (6/2), kami akan gelar perkara di Mapolres di Barong Tongkok," kata Kepala Kepolisian Resor Kutai Barat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sigit dihubungi dari Balikpapan, Minggu malam.

Saat dihubungi, Kapolres sedang berada di Muara Tae menemui Kapolsek Jempang AKP Toni untuk melihat langsung penanganan perkara itu.

"Setelah gelar perkara itulah nanti ditentukan kelanjutannya. Bila unsur-unsur perbuatan pidana terpenuhi, kami pasti akan tangkap dan proses pelakunya," tambah Kapolsek Jempang Ajun Komisaris Polisi (AKP) Toni.

Melihat dari fakta-fakta yang sudah dikumpulkan polisi, AKBP Sigit melihat sudah terjadi penganiayaan oleh Kepala Urusan Umum Kampung Muara Tae bernama Andik terhadap seorang warga bernama Sedan.

Andik memukul Sedan pada pelipis hingga korban mengalami robek dan berdarah. Luka ini sudah divisum petugas medis di Puskesmas Jempang dan menjadi satu kelengkapan data polisi untuk gelar perkara.

Kasus kekerasan di Muara Tae menarik perhatian lembaga swadaya masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim yang meminta polisi segera mengusut kasus tersebut.

"Bila tidak segera diusut, kami khawatir akan membuat konflik antarwarga semakin meluas," kata Ketua AMAN Kaltim Margaretha Seting Beraan.

Pihaknya melihat ada indikasi kuat bahwa konflik di masyarakat adat Benuaq di Muara Tae itu disebabkan kepentingan perusahaan, baik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun batu bara.

Menurut Margaretha, AMAN sudah mendampingi masyarakat adat Muara Tae setidaknya sejak 2014 dalam kasus penyerobotan lahan adat oleh perusahaan kelapa sawit dan tambang batu bara.

Merujuk pada kejadian Sabtu (4/2) dimana telah terjadi penganiayaan terhadap anggota masyarakat yang menolak pembangunan jalan tani oleh PT Borneo Surya Mining Jaya (BSMJ) oleh anggota masyarakat lainnya yang menginginkan jalan itu dibangun, AMAN menyatakan kasus ini harus menjadi perhatian serius aparat kepolisian.

Rencananya jalan itu akan dibuat dari perkebunan masyarakat menuju campsite BSMJ di Sungai Merayo, anak Sungai Mahakam.

"Kami menolak pembukaan jalan itu, sebab pembukaan jalan malah akan memudahkan akses perusahaan untuk melakukan penyerobotan lahan seperti yang selama ini dilakukan melalui para oknum penjual lahan," ujar Masrani, salah satu tokoh masyarakat yang menolak.

Kapolres Sigit juga menegaskan bahwa kasus ini bukan konflik lahan dan ia juga membantah keterlibatan perusahaan BSMJ tersebut.

"Jalan tani itu kan untuk kemudahan masyarakat mengangkut hasil kebunnya. Karena dibangun melewati tanah yang dimiliki oleh 30 orang lebih wajar saja bila ada yang tidak setuju. Tapi tidak setuju lantas main kekerasan itu juga tidak benar, itu yang kami akan prioritaskan," katanya.(*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017