Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur segera memanggil pihak terkait mulai tingkat provinsi hingga kabupaten/kota guna melakukan pertemuan membahas masih maraknya praktik kesehatan ilegal yang dampak negatifnya dirasakan masyarakat.

"Sebenarnya saya ingin pertemuan digelar cepat pada Januari lalu setelah ada laporan mengenai praktik kesehatan ilegal, tapi karena ada mutasi pejabat di Kaltim dan kabupaten/kota, pertemuan kita tunda dan segera dilakukan dalam waktu dekat," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim Rini Retno Sukesih di Samarinda, Rabu.

Sejumlah instansi dan lembaga yang dijadwalkan diundang dalam pertemuan mendatang, antara lain Dinas Kesehatan dari kabupaten/kota, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kaltim, Farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut Rini, pertemuan dimaksudkan untuk menjalankan tugas sesuai kewenangannya, yakni masing-masing pihak tetap boleh membuka praktik kesehatan, namun harus sesuai dengan kompetensi yang dimiliki sehingga tidak ada masyarakat dan pihak lain yang dirugikan.

Hal itu perlu dilakukan karena adanya laporan bahwa di Kaltim masih banyak praktik kesehatan ilegal, yakni oknum yang bukan dokter tetapi membuka praktik layaknya dokter, bahkan berani memberikan obat dan anti-nyeri yang seharusnya hal itu dilakukan atas dasar resep dokter.

"Mengenai kasus praktik kesehatan ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, yang sudah berani memberikan anti-nyeri Tramadol yang merupakan jenis obat keras, tempat praktik itu sudah tutup dan saat ini ditangani Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara. Namun, kami masih terus memantau perkembangannya," ujar Rini.

Pertemuan juga akan menyoroti tentang perilaku pemilik apotik yang masih menjual obat secara bebas, padahal tidak semua obat bisa dijual bebas, tetapi ada beberapa jenis obat yang boleh dijual dengan syarat harus ada resep dokter.

Kadinkes menambahkan pembatasan penjualan obat secara bebas bertujuan melindungi masyarakat terhadap resistensi, karena masyarakat awam tidak mengetahui kandungan obat yang dikonsumsi.

"Seperti obat anti-nyeri yang dapat menghilangkan rasa sakit untuk jangka pendek, sebenarnya bisa mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang," tambah Rini.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017