Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sekitar 200 pegiat lingkungan menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Kalimantan Timur di Samarinda, Rabu, memprotes rencana pembangunan pabrik semen di Bentang Alam Karst yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Timur dan Berau.

Aksi pegiat lingkungan yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Peduli Karst yang berasal dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat sipil di Kaltim itu, diselingi aksi teatrikal yang menggambarkan bagaimana pentingnya air bagi kehidupan.

"Aksi teatrikal yang kami lakukan sebagai simbol bahwa air merupakan kebutuhan yang paling mendasar sehingga harus dijaga kelestariannya. Selain alam, pembangunan pabrik semen juga akan merusak air," ujar juru bicara Aksi Masyarakat Peduli Karst, Fitri Irwan.

Ia menjelaskan kawasan bentang karst Kaltim luasnya mencapai 3,5 juta hektare yang berada di 10 kabupaten/kota dan dan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia.

Bentang alam karst yang terbesar berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kutai Timur yang juga disebut Bentang Alam Karst Berau-Sangkulirang-Mangkalihat dengan luas mencapai 2,1 juta hektare.

Ia menambahkan di bentang alam karst tersebut, terdapat lima sungai besar yang menghidupi lebih 100 ribu kepala keluarga yang hidup dan tinggal di 101 desa.

Selain itu, kawasan wisata alam Labuan Cermin dan Kampung Teluk Sumbang, salah satu wilayah di Kecamatan Biduk-biduk Kabupaten Berau yang merupakan bagian dari kawasan Bentang Alam Karst yang terkenal akan keindahan alamnya, dikunjungi setidaknya 20 ribu wisatawan, baik lokal dan mancanegara.

Di kawasan itu juga terdapat masyarakat adat Dayak Basap yang tinggal dan menggantungkan kehidupan perladangan dan pertanian di Kabupaten Kutai Timur dan Berau.

"Kebijakan ekonomi yang mengedepankan pembangunan infrastruktur termasuk kebutuhan proyek nasional yang tertuang dalam RPJMN dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, justru mengancam keberadaan dan kelestarian karst di Kaltim," jelasnya.

"Saat ini saja, Pemerintah Provinsi Kaltim sudah mengeluarkan 14 izin pertambangan untuk pabrik semen di Kutai Timur dan Berau yang mengancam keselamatan ekosistem karst. Dalam RTRW Kaltim, kawasan tersebut masuk dalam kawasan lindung geologi yang bersisian dengan rencana jalur kereta api batu bara, termasuk bermasalah tumpang tindih lahan dengan 14 perusahaan perkebunan kelapa sawit, 11 izin pertambangan batu bara, 13 HPH dan 3 HTI besar yang berada di Kutai Timur dan Berau," beber Fitri Irwan.

Dengan fakta-fakta tersebut, para pegiat lingkungan menilai kebijakan Pemerintah Provinsi Kaltim hanya akal-akalan untuk meloloskan perizinan ekstraktif di wilayah karst dan tidak berpihak pada keselamatan masyarakat.

Pada pernyataan sikapnya, Aliansi Masyarakat Peduli Karst menolak segala perizian investasi ekstraktif di kawasan karst yang membahayakan keberlangsungan masyarakat Kaltim.

Pada aksi itu, Aliansi Masyarakat Peduli Karst menuntut Pemrov Kaltim agar meninjau ulang dan mencabut semua perizinan, baik di sektor perkebunan dan pertambangan di wilayah karst, meminta dilakukan inventarisasi wilayah karst Kaltim dengan lebih baik karena selama ini dinilai, ada perbedan data wilayah karst dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan.

Aliansi Masyarakat Peduli Karst lanjut Fitri Irwan, juga menedesak pemerintah agar menjadikan seluruh Bentang Alam Karst Kaltim sebagai daerah Perlindungan serta meminta pemerintah mengembangkan pembangunan perekonomian di sektor lain yang lebih mengedepankan perekonomian rakyat sehingga tidak hanya bertumpu pada sektor pertambangan dan investasi ekstraktif lainnya.

"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan kembali melakukan aksi dengan massa yang lebih besar dengan mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama memperjuangkan penyelamatan karst di Kaltim. Kami akan melakukan berbagai bentuk perlawanan agar izin pertambangan di wilayah karst dicabut," kata Fitri Irwan. (*)       

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016