Samarinda (ANTARA Kaltim) - Keluarga "tugboat" atau kapal tunda Charles di Samarinda, Kalimantan Timur, berencana menggelar doa bersama agar seluruh warga negara Indonesia yang saat ini disandera kelompok bersenjata Filipina, Abu Sayyaf Grup, dapat segera dibebaskan.
"Saya sudah dihubungi pihak perusahaan (PT Rusianto Bersaudara) terkait rencana doa bersama yang akan dilaksanakan besok (Selasa, 9/8) di kantor PT Rusianto Bersaudara di Sungai Lais Samarinda," ujar Sri Dewi, istri Muhammad Sofyan, oliman kapal tunda Charles, dihubungi dari Samarinda, Senin.
Sri Dewi yang saat ini berada di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, terus berharap agar suaminya bersama sandera lainnya bisa segera dibebaskan.
"Walaupun tidak bisa mengikuti kegiatan doa bersama itu, saya selalu berdoa agar suami saya dan seluruh sandera bisa pulang dengan selamat. Perusahaan menyampaikan agar saya berdoa sebab saat ini upaya pembebasan tujuh kru kapal tunda tersebut masih terus diupayakan," kata Sri Dewi.
Ia juga meminta agar upaya pembebasan suaminya dan sandera lainnya tetap mengutamakan keselamatan mereka.
"Kami hanya menginginkan agar kru kapal tunda itu pulang dengan selamat. Apapun cara yang dilakukan pemerintah, keselamatan mereka adalah harapan kami," tambahnya.
Sementara itu, salah satu pengurus Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Samarinda, Amrullah, mengatakan kegiatan doa bersama rencananya juga akan dihadiri Ketua Komisi I DPRD Kaltim Josep.
"Selain istri dan keluarga kapal tunda Charles, doa bersama itu juga rencananya diikuti Ketua Komisi I DPRD Kaltim Josep serta sejumlah anak buah kapal (ABK). Kami para pelaut tentu sangat prihatin dan cemas terhadap kondisi teman-teman kami yang sudah 50 hari disandera," tutur Amrullah.
Ia menyatakan, sampai saat ini komunikasi antara Tim Crisis Center dengan kelompok penyandera masih berjalan baik.
Namun, Amrullah yang juga turut mendampingi keluarga dan istri kru kapal tunda Charles berangkat ke Jakarta pekan lalu menyatakan, situasi di kawasan Mindanau memanas, menyusul terjadinya ketegangan antara kelompok Abu Sayyaf Grup dengan "Moro National Liberation Front" atau MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari.
"Kami mendengar informasi ada ketegangan antara MNLF yang dipimpin Nur Misuari dengan kelompok Abu Sayyaf Grup. Bahkan, masih ada sekelompok pasukan MNLF yang berada di bawah gunung sehingga sandera di bawah ke atas gunung," ujarnya.
"Tentu situasi itu sangat mengancam keselamatan rekan-rekan kami yang disandera dan inilah yang menjadi kekhawatiran PPI sebagai sesama pelaut," katanya.
"Dari pengalaman kami sebagai pelaut, tentu kami juga ada beberapa orang yang memberikan informasi terkait kondisi disana dan informasi itu kami koordinasikan ke Crisis Center, karena upaya pembebasan sandera seluruhnya kami percayakan kepada pemerintah," jelas Amrullah.
Ia menambahkan keselamatan ketujuh kru kapal tunda Charles harus menjadi prioritas utama pada upaya pembebasan sandera yang dilakukan pemerintah.
Tujuh kru kapal tunda Charles milik PT Rusianto Bersaudara disandera kelompok bersenjata Filipina Abu Sayyaf sejak 22 Juni 2016.
Saat itu, kapal tunda Charles berlayar pulang ke Samarinda setelah mengantar batu bara ke Filipina.
Namun, saat melintas di wilayah perairan Pulau Jolo, mereka dicegat oleh dua kelompok bersenjata dalam waktu berbeda.
Kelompok pertama menyandera Ferry Arifin (nahkoda) bersama Muhammad Mahbrur Dahri (KKM) dan Edi Suryono (Masinis II).
Kemudian kelompok kedua menyandera Ismail (Mualim I), Muhammad Nasir (Masinis III), Muhammad Sofyan (Oliman), serta Muhammad Robin Piter (juru mudi).
Sementara, enam kru kapal tunda Charles yakni, Andi Wahyu (Mualim II), Syahril (Masinis IV), Albertus Temu Slamet (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi) dan Agung E Saputra (juru masak).
Hingga saat ini, pemerintah masih terus berupaya melakukan pembebasan terhadap tujuh kru kapal tunda Charles serta tiga ABK berkebangsaan Indonesia yang juga disandera kelompok Abu Sayyaf Grup. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Saya sudah dihubungi pihak perusahaan (PT Rusianto Bersaudara) terkait rencana doa bersama yang akan dilaksanakan besok (Selasa, 9/8) di kantor PT Rusianto Bersaudara di Sungai Lais Samarinda," ujar Sri Dewi, istri Muhammad Sofyan, oliman kapal tunda Charles, dihubungi dari Samarinda, Senin.
Sri Dewi yang saat ini berada di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, terus berharap agar suaminya bersama sandera lainnya bisa segera dibebaskan.
"Walaupun tidak bisa mengikuti kegiatan doa bersama itu, saya selalu berdoa agar suami saya dan seluruh sandera bisa pulang dengan selamat. Perusahaan menyampaikan agar saya berdoa sebab saat ini upaya pembebasan tujuh kru kapal tunda tersebut masih terus diupayakan," kata Sri Dewi.
Ia juga meminta agar upaya pembebasan suaminya dan sandera lainnya tetap mengutamakan keselamatan mereka.
"Kami hanya menginginkan agar kru kapal tunda itu pulang dengan selamat. Apapun cara yang dilakukan pemerintah, keselamatan mereka adalah harapan kami," tambahnya.
Sementara itu, salah satu pengurus Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Samarinda, Amrullah, mengatakan kegiatan doa bersama rencananya juga akan dihadiri Ketua Komisi I DPRD Kaltim Josep.
"Selain istri dan keluarga kapal tunda Charles, doa bersama itu juga rencananya diikuti Ketua Komisi I DPRD Kaltim Josep serta sejumlah anak buah kapal (ABK). Kami para pelaut tentu sangat prihatin dan cemas terhadap kondisi teman-teman kami yang sudah 50 hari disandera," tutur Amrullah.
Ia menyatakan, sampai saat ini komunikasi antara Tim Crisis Center dengan kelompok penyandera masih berjalan baik.
Namun, Amrullah yang juga turut mendampingi keluarga dan istri kru kapal tunda Charles berangkat ke Jakarta pekan lalu menyatakan, situasi di kawasan Mindanau memanas, menyusul terjadinya ketegangan antara kelompok Abu Sayyaf Grup dengan "Moro National Liberation Front" atau MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari.
"Kami mendengar informasi ada ketegangan antara MNLF yang dipimpin Nur Misuari dengan kelompok Abu Sayyaf Grup. Bahkan, masih ada sekelompok pasukan MNLF yang berada di bawah gunung sehingga sandera di bawah ke atas gunung," ujarnya.
"Tentu situasi itu sangat mengancam keselamatan rekan-rekan kami yang disandera dan inilah yang menjadi kekhawatiran PPI sebagai sesama pelaut," katanya.
"Dari pengalaman kami sebagai pelaut, tentu kami juga ada beberapa orang yang memberikan informasi terkait kondisi disana dan informasi itu kami koordinasikan ke Crisis Center, karena upaya pembebasan sandera seluruhnya kami percayakan kepada pemerintah," jelas Amrullah.
Ia menambahkan keselamatan ketujuh kru kapal tunda Charles harus menjadi prioritas utama pada upaya pembebasan sandera yang dilakukan pemerintah.
Tujuh kru kapal tunda Charles milik PT Rusianto Bersaudara disandera kelompok bersenjata Filipina Abu Sayyaf sejak 22 Juni 2016.
Saat itu, kapal tunda Charles berlayar pulang ke Samarinda setelah mengantar batu bara ke Filipina.
Namun, saat melintas di wilayah perairan Pulau Jolo, mereka dicegat oleh dua kelompok bersenjata dalam waktu berbeda.
Kelompok pertama menyandera Ferry Arifin (nahkoda) bersama Muhammad Mahbrur Dahri (KKM) dan Edi Suryono (Masinis II).
Kemudian kelompok kedua menyandera Ismail (Mualim I), Muhammad Nasir (Masinis III), Muhammad Sofyan (Oliman), serta Muhammad Robin Piter (juru mudi).
Sementara, enam kru kapal tunda Charles yakni, Andi Wahyu (Mualim II), Syahril (Masinis IV), Albertus Temu Slamet (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi) dan Agung E Saputra (juru masak).
Hingga saat ini, pemerintah masih terus berupaya melakukan pembebasan terhadap tujuh kru kapal tunda Charles serta tiga ABK berkebangsaan Indonesia yang juga disandera kelompok Abu Sayyaf Grup. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016