Jakarta (ANTARA News) - Populasi badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, menurut data organisasi lingkungan hidup WWF Indonesia, mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan, setiap tahun mengalami pertambahan.
“Selama 3 tahun menunjukkan ada penambahan populasi walaupun tidak banyak, tapi cukup menjanjikan,†kata Pemimpin Proyek WWF Indonesia di Ujung Kulon Yuyun Kurniawan saat ditemui di Ujung Kulon, Kamis (28/7).
Berdasarkan pantuan WWF Indonesia dengan camera trap, pada 2014, populasi badak Jawa berjumlah 57 individu. Jumlah tersebut bertambah menjadi 60 pada tahun berikutnya dan kini ada sekitar 63 individu.
Yuyun tidak mengetahui pasti berapa perbandingan antara badak jantan dan betina, namun memperkirakan jumlahnya kini didominasi oleh pejantan.
Meskipun jumlahnya kini bertambah, dari segi spasial pertumbuhan populasi perlu menjadi perhatian karena luas lahan tidak bertambah.
Salah satu yang menjadi ancaman dalam pertumbuhan badak Jawa adalah spesies invasif terhadap tanaman pakan.
Yuyun menceritakan ada tanaman dalam bahasa setempat disebut langkap, menutupi cahaya matahari sehingga pertumbuhan tanaman pakan badak terhambat.
Kesejahteraan badak terhambat bila pakan berkurang.
Selain itu, karena badak Jawa di lokasi tersebut merupakan populasi tunggal, in-breeding atau perkawinan sedarah menjadi kekhawatiran karena dapat menimbulkan masalah genetik.
Peluang untuk kawin sedarah menurut Yuyun cukup besar karena semua populasi tinggal di tempat yang sama.
Menjaga populasi
Untuk menjaga kualitas individu badak Jawa, WWF Indonesia bersama Taman Nasional Ujung Kulon harus memastikan setiap individu terpantau dengan baik dengan camera trap.
Saat ini, untuk mengatasi tanaman invasif, mereka melakukan analisis baik melalui satelit maupun lapangan untuk memetakan wilayah mana saja yang terpapar langkap dan di mana tempat badak hidup.
“Jangan sampai kita melakukan pengendalian justru merugikan badak, misal jadi stres.â€
Sementara itu, untuk mengatasi in-breeding adalah dengan melakukan uji genetik untuk mengetahui sejauh mana hubungan antar individu.
Individu yang memiliki rentang hubungan darah paling jauh memungkinkan untuk ditempatkan di kantung yang sama.
Yuyun menjelaskan perburuan liar atau poaching terhadap badak Jawa cenderung tidak ada selama beberapa tahun belakangan.
Selain mengecek melalui camera trap secara berkala, bersama organisasi lain yang mendapat izin dari Taman Nasional untuk melakukan patroli. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
“Selama 3 tahun menunjukkan ada penambahan populasi walaupun tidak banyak, tapi cukup menjanjikan,†kata Pemimpin Proyek WWF Indonesia di Ujung Kulon Yuyun Kurniawan saat ditemui di Ujung Kulon, Kamis (28/7).
Berdasarkan pantuan WWF Indonesia dengan camera trap, pada 2014, populasi badak Jawa berjumlah 57 individu. Jumlah tersebut bertambah menjadi 60 pada tahun berikutnya dan kini ada sekitar 63 individu.
Yuyun tidak mengetahui pasti berapa perbandingan antara badak jantan dan betina, namun memperkirakan jumlahnya kini didominasi oleh pejantan.
Meskipun jumlahnya kini bertambah, dari segi spasial pertumbuhan populasi perlu menjadi perhatian karena luas lahan tidak bertambah.
Salah satu yang menjadi ancaman dalam pertumbuhan badak Jawa adalah spesies invasif terhadap tanaman pakan.
Yuyun menceritakan ada tanaman dalam bahasa setempat disebut langkap, menutupi cahaya matahari sehingga pertumbuhan tanaman pakan badak terhambat.
Kesejahteraan badak terhambat bila pakan berkurang.
Selain itu, karena badak Jawa di lokasi tersebut merupakan populasi tunggal, in-breeding atau perkawinan sedarah menjadi kekhawatiran karena dapat menimbulkan masalah genetik.
Peluang untuk kawin sedarah menurut Yuyun cukup besar karena semua populasi tinggal di tempat yang sama.
Menjaga populasi
Untuk menjaga kualitas individu badak Jawa, WWF Indonesia bersama Taman Nasional Ujung Kulon harus memastikan setiap individu terpantau dengan baik dengan camera trap.
Saat ini, untuk mengatasi tanaman invasif, mereka melakukan analisis baik melalui satelit maupun lapangan untuk memetakan wilayah mana saja yang terpapar langkap dan di mana tempat badak hidup.
“Jangan sampai kita melakukan pengendalian justru merugikan badak, misal jadi stres.â€
Sementara itu, untuk mengatasi in-breeding adalah dengan melakukan uji genetik untuk mengetahui sejauh mana hubungan antar individu.
Individu yang memiliki rentang hubungan darah paling jauh memungkinkan untuk ditempatkan di kantung yang sama.
Yuyun menjelaskan perburuan liar atau poaching terhadap badak Jawa cenderung tidak ada selama beberapa tahun belakangan.
Selain mengecek melalui camera trap secara berkala, bersama organisasi lain yang mendapat izin dari Taman Nasional untuk melakukan patroli. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016