Samarinda (ANTARA Kaltim) - Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur memantau pendaftaran siswa baru di semua kabupaten/kota di provinsi ini, guna memastikan sistem pendaftaran sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami akan sebar tim untuk turun ke beberapa sekolah di 10 kabupaten/kota. Ada beberapa sekolah secara acak yang langsung kami pantau ketika di akhir penutupan hingga penetapan siswa yang diterima, karena masa inilah yang terpenting untuk dipantau," ujar Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kaltim Encik Widyani di Samarinda, Senin.
Beberapa hal yang dipantau antara lain mengenai Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang diterima oleh tiap sekolah. Jika ada NEM tinggi tapi tidak diterima, namun siswa lain yang NEM-nya lebih rendah ternyata diterima di sekolah yang sama, maka hal itu yang akan ditindaklanjuti.
Kemudian, dalam satu kelas atau rombongan belajar, sesuai dengan ketetapan masing-masing daerah adalah jumlah siswa yang diterima pada kisaran 32-35 murid. Jika lebih dari itu, berarti sekolah harus menambah jumlah ruang kelas karena ruang yang ada akan berdesakan.
"Tapi khusus untuk SMAN 10 Samarinda, saya sarankan boleh menampung 40 siswa karena ruang kelasnya lebih luas ketimbang sekolah lain. Jumlah siswa yang maksimal 40 orang dalam satu kelas tidak berpengaruh terhadap kemampuan guru saat mengajar," katanya.
Hal lain yang menjadi perhatian dalam pantauan Dewan Pendidikan adalah jangan sampai ada sekolah yang menerapkan "double shift", yakni menerima jumlah siswa melebihi dari daya tampung kelas untuk dilakukan belajar mengajar di siang hingga sore hari.
"Misalnya begini, sekolah A hanya memiliki lima ruang kelas, yang berarti hanya mampu menerima 160 siswa jika rata-rata satu kelas berisi 32 siswa. Namun, sekolah tersebut kemudian menerima 224 siswa, sehingga 62 siswa lainnya dibagi dua kelas untuk masuk di siang hari," tutur Encik.
Ia juga mengatakan berdasarkan pantauan PSB 2015, Dewan Pendidikan menemukan beberapa kejanggalan, seperti di Balikpapan ada beberapa sekolah yang menerima siswa melebih daya tampung ruang kelas, sehingga hal ini akan mengganggu proses belajar mengajar.
"Kejanggalan tahun lalu juga terjadi di SMAN 1 Samarinda. Sekolah ini awalnya menetapkan terdapat 11 kelas yang bisa menampung siswa, tapi kemudian hanya ada 10 kelas yang diterima. Kasihan satu kelas yang telah siap masuk di sekolah itu tapi gagal. Saya minta kejanggalan tahun lalu tidak terulang di tahun ini," ujar Encik lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Kami akan sebar tim untuk turun ke beberapa sekolah di 10 kabupaten/kota. Ada beberapa sekolah secara acak yang langsung kami pantau ketika di akhir penutupan hingga penetapan siswa yang diterima, karena masa inilah yang terpenting untuk dipantau," ujar Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kaltim Encik Widyani di Samarinda, Senin.
Beberapa hal yang dipantau antara lain mengenai Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang diterima oleh tiap sekolah. Jika ada NEM tinggi tapi tidak diterima, namun siswa lain yang NEM-nya lebih rendah ternyata diterima di sekolah yang sama, maka hal itu yang akan ditindaklanjuti.
Kemudian, dalam satu kelas atau rombongan belajar, sesuai dengan ketetapan masing-masing daerah adalah jumlah siswa yang diterima pada kisaran 32-35 murid. Jika lebih dari itu, berarti sekolah harus menambah jumlah ruang kelas karena ruang yang ada akan berdesakan.
"Tapi khusus untuk SMAN 10 Samarinda, saya sarankan boleh menampung 40 siswa karena ruang kelasnya lebih luas ketimbang sekolah lain. Jumlah siswa yang maksimal 40 orang dalam satu kelas tidak berpengaruh terhadap kemampuan guru saat mengajar," katanya.
Hal lain yang menjadi perhatian dalam pantauan Dewan Pendidikan adalah jangan sampai ada sekolah yang menerapkan "double shift", yakni menerima jumlah siswa melebihi dari daya tampung kelas untuk dilakukan belajar mengajar di siang hingga sore hari.
"Misalnya begini, sekolah A hanya memiliki lima ruang kelas, yang berarti hanya mampu menerima 160 siswa jika rata-rata satu kelas berisi 32 siswa. Namun, sekolah tersebut kemudian menerima 224 siswa, sehingga 62 siswa lainnya dibagi dua kelas untuk masuk di siang hari," tutur Encik.
Ia juga mengatakan berdasarkan pantauan PSB 2015, Dewan Pendidikan menemukan beberapa kejanggalan, seperti di Balikpapan ada beberapa sekolah yang menerima siswa melebih daya tampung ruang kelas, sehingga hal ini akan mengganggu proses belajar mengajar.
"Kejanggalan tahun lalu juga terjadi di SMAN 1 Samarinda. Sekolah ini awalnya menetapkan terdapat 11 kelas yang bisa menampung siswa, tapi kemudian hanya ada 10 kelas yang diterima. Kasihan satu kelas yang telah siap masuk di sekolah itu tapi gagal. Saya minta kejanggalan tahun lalu tidak terulang di tahun ini," ujar Encik lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016