Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Cap calon "boneka" atau calon yang dibuat-buat menjadi salah satu indikator rendahnya partisipasi politik warga pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kata pengamat politik Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah

"Adanya anggapan bahwa salah satu pasangan calon merupakan calon boneka, kemungkinan menjadi salah satu indikator tingginya angka golput atau rendahnya partisipasi pemilih pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda," ujar Herdiansyah saat dihubungi di Samarinda, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi partisipasi pemilih pada pilkada serentak di Kota Samarinda, Rabu (9/12), yang hanya sekitar 47 persen.

Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP), grup Lingkaran Survei Indonesia (LSI), partisipasi pemilih pada pilkada di Kota Samarinda hanya sekitar 47 persen dan 53 persen pemilih lainnya tidak menggunakan hak pilihnya atau masuk golongan putih (golput).

Indikator lainnya, menurut dosen Fakultas Hukum Unmul Samarinda itu, adalah adanya kecenderungan warga yang merasa pesimistis dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

"Sikap pesismistis warga yang menganggap pelaksanaan pemilihan kepala daerah tidak menyelesaikan berbagai masalah banjir, listrik, kebutuhan air bersih serta permasalahan tambang, juga bisa menjadi faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat," katanya.

Mesin partai politik yang terkesan tidak berfungsi dalam memberikan pendidikan politik ke masyarakat juga menjadi ikut mendorong tingginya angka golput di Samarinda.

"Jika dilihat dari perbandingan jumlah suara, ada situasi yang tidak sinkron antara basis pemilih pada pemilu legislatif lalu dengan pemilihan kepala daerah saat ini," katanya.

"Bukan hanya di Kota Samarinda, tetapi ini juga berlaku secara umum. Contohnya, Rita Widyasari di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Neni Moerniaeni di Kota Bontang yang bisa unggul, meski sebagai calon dari jalur perseorangan," tambah Herdiansyah.

Selain itu, tambah dia, peserta pilkada yang hanya dua pasangan calon juga bisa menjadi indikator rendahnya partisipasi politik.

"Daerah lain memang ada yang cukup tinggi partisipasi masyarakatnya, meski calonnya hanya dua, tetapi di Samarinda agak berbeda. Saya melihat, minimnya calon memengaruhi dinamika pemilih sekaligus mengindikasikan keengganan untuk memimpin Samarinda yang punya segudang persoalan," ujar Herdiansyah.

Ia juga mensinyalir pengaruh faktor ekonomi yang sedang menurun, terutama di sektor tambang batu bara, menjadi faktor lain pemicu tingginya golput.

Ada juga faktor ketidakmampuan pasangan penantang Mudiyat Noor-Iswandi untuk mengimbangi calon petahana Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail yang ikut memengaruhi calon pemilih.

"Padahal, ruang untuk membangun harapan baru warga dari kegagalan petahana sangat besar, tetapi saya melihat pasangan Mudiyat-Iswandi tidak bisa memanfatkan ruang tersebut, sehingga masyarakat yang terlanjur kecewa lebih memilih untuk tidak menyalurkan suaranya," jelasnya.



Keterbatasan Waktu

Secara umum, menurut Herdiansyah, warga yang tidak menyalurkan hak pilihnya dapat dipetakan menjadi empat, yakni mereka yang golput karena keterbatasan waktu.

"Misalnya nelayan yang lebih memilih melaut untuk mencari penghasilan dari pada mencoblos. Mereka beranggapan memilih di TPS tidak memberikan apa-apa buat kehiduan," katanya.

Warga tidak menyalurkan hak pilihnya juga bisa disebabkan tidak sampainya informasi yang baik terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah, sehingga masyarakat tidak tahu kapan pelaksanaan pemungutan suara.

Faktor teknis, yakni warga tidak bisa memilih karena tidak terdata dengan baik, misalnya mahasiswa asal daerah lain yang kuliah di Samarinda.

"Ada juga golput ideologis, artinya tidak memilih secara sadar, karena menilai calon yang tersedia bukan pilihannya atau tidak sesuai harapan dan tidak akan memberikan apa-apa," ujarnya.

"Intinya menurut saya, golput saat ini belum menjadi sesuatu yang terorganisasi, tetapi masih menjadi sikap yang cenderung liar berdasarkan sikap masing-masing individu," papar Herdiansyah Hamzah. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015