Samarinda (ANTARAKaltim) - Kejati Kaltim menahan tujuh pejabat Pemkot Samarinda terkait dugaan penggelembungan dana Rp4,8 miliar terkait pembebasan lahan seluas 3,7 hektar untuk pembangungan gardu induk PLN Kelurahan Pulau Atas Samarinda Ilir.
    
ANTARA melaporkan di Samarinda, Jumat bahwa Kejati menahan pejabat Pemkot Samarinda yang merupakan anggota Tim 9 (pejabat struktural yang ditunjuk melalui SK Wali Kota Samarinda untuk melakukan pembebasan lahan) karena dugaan kasus "mar up" (penggelembungan dana).
    
Mereka adalah Hamka Halek (mantan Asisten Bidang Pemerintahan), Seketariat Kota Samarinda yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Wali Kota Samarinda, Supriyadi Semta (Kepala Dinas Perubungan) dan I Made Mandiya (Kepala Badan Pertanahan Nasonal Kota Samarinda).
    
Selain itu, ditahan juga Yosef Barus (Kepala Cipta Karya dan Tata Kota), Syaifullah (Kepala Dinas Pertanian), Abdullah (Kepala Badan Perijinan Terpadu) dan Awal Ahmadi (Lurah Sei Kapih, Kecamatan Samarinda Ilir). 
    
Di luar tujuh pejabat itu, maka kejaksaan juga menahan si pemilik lahan, H.  Hasbi.
    
"Jadi, dari 10 orang jadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian tanah untuk pembangunan gardu induk PLN di Kelurahan Pulau Atas, Kecamatan Samarinda Ilir, delapan di antaranya langsung kami tahan, yakni tujuh pejabat Pemkot dan satu pemilik lahan," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Kaltim, Baringin Sianturi yang membenarkan hal itu.
    
"Dua anggota Tim 9 yang belum ditahan yakni, Bambang (karyawan PLN) karena tengah menjalani pelatihan dan Didi Purwanto (Camat Samarinda Ilir) karena dalam keadaan sakit," imbuh dia.
    
Sebelum dibawa ke Rutan Kelas II A Samarinda pada Jumat sore, kedelapan tersangka telihat menjalani pemeriksaan di salah satu ruang Kejati Kaltim.
    
Dalam pemeriksaan tersebut, ketujuh pejabat Pemkot Samarinda itu didampingi, Supriyana. SH, sebagai penasehat hukum Pemkot Samarinda dan H. Hasbi selaku pemilik lahan didampingi pengacaranya, Samsuddin.
    
Aspidsus Kejati Kaltim itu membeberkan bahwa perbuatan melawam hukum yang dilakukan tersangka, yakni dengan melakukan pembebasan lahan, tanpa merujuk pada peraturan yang berlaku.
    
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 tahun 2006 tentang perubahan atas Perpres No. 36 th. 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan SK Wali Kota Samarinda tahun 2005 tentang harga pasaran tanah di lokasi tersebut sebesar Rp87 ribu per meter.
    
"Pada proses awal, pihak PLN melakukan negosiasi dengan pemilik tanah, kemudian H,Hasbi selaku pemilik tanah memberikan harga penawaran tanah itu Rp150 hingga Rp300 ribu ke lurah selanjutnya ke camat hingga ke Tim 9," katanya.
    
Mestinya, imbuh dia, Tim 9 yang dibentuk Pemkot Samarinda untuk melakukan pembebasan lahan itu mengacu pada Perpres No. 65 tahun 2003 itu atau SK Wali Kota Samarinda tahun 2005 tentang Harga Pasaran Tanah di lokasi itu.
    
"Jadi, Tim 9 itu terkesan hanya formalitas sebab tidak melakukan penafsiran dan lansung menyepakati harga tanah itu Rp125 per meter," kata Baringin Sianturi.

Pewarta:

Editor : Iskandar Zulkarnaen


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010