Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil meminta DPRD Provinsi Kalimantan Timur menunda pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang dijadwalkan pada 14 Desember 2015.

Koalisi Masyarakat Sipil (KSM) yang terdiri dari Pokja 30, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan akademisi dari Universitas Mulawarman Samarinda, mendatangi Panitia Khusus Raperda RTRW di DPRD Kaltim di Samarinda, Selasa.

Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah menjelaskan alasan KSM meminta penundaan pengesahan, karena pada Raperda RTRW Kaltim terdapat pasal yang meresahkan soal penambahan 2 juta hektare lahan kegiatan pertambangan.

Johansyah membeberkan pada lampiran IX dokumen draf RTRW Kaltim disebutkan alokasi ruang untuk pertambangan seluas 8,057 juta hektare atau setara 75 persen luas daratan Kaltim yang mencapai 12,7 juta hektare.

"Berdasarkan data luas tambang Kaltim saat ini 5,9 juta hektare, terdiri dari 4,1 juta hektare IUP dan 1,8 juta PKP2B. Hal ini menegaskan, jika dalam Raperda RTRW disebut alokasi untuk tambang ada 8,057 juta hektare, berarti ada penambahan sekitar 2 juta hektare lagi," jelasnya.

Selain itu, lanjut Johansyah, beberapa kota diKaltim yang semula tidak ada kegiatan pertambangan, seperti Kota Bontang dan Balikpapan, justru dalam RTRW Kaltim tercantum area tambang .

"Kami menduga kawasan karts di Kabupaten Kutai Timur dan Berau masuk dalam 2 juta hektare area tambang baru tersebut," imbuhnya.

Perwakilan Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kaltim Kahar Al Bahri menambahkan eksploitasi bentang karts Kaltim terdapat di Kabupaten Kutai Timur, Berau, Kutai Kartanegara, dan Penajam Paser Utara.

Berdasarkan lampiran VIII Raperda RTRW, disebutkan bahwa perlindungan karts di Kutai Timur dijatah seluas 86.551 hektare dan di Kabupaten Berau hanya seluas 13.360 hektare.

"Bentang karts di Kaltim ada 1,8 juta hektare. Menurut Pemprov Kaltim, karts yang dilindungi sekitar 400 ribu hektare, namun faktanya di RTRW hanya 99.911 hektare atau hanya 0,9 dari total bentang karts Kaltim," katanya.

Kahar sangat menyayangkan jika Pemprov Kaltim menjual karts yang merupakan kekayaan alam terakhir Benua Etam (sebutan Provinsi Kaltim), sebab hilangnya karts akan berdampak pada hilangnya keindahan laut di pulau-pulau di Berau.

"Bentang karts ini tepat di hidung Pulau Kalimantan. Berdasarkan penelitian, hilangnya karts akan membuat terumbu karang di pulau-pulau wisata di Kabupaten Berau akan tertutup sedimen," tegasnya.

Herdiansyah Hamzah, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menilai dokumen Raperda RTRW yang disusun Pemprov Kaltim sangat bertolak belakang dengan program Pembangunan Hijau yang juga didengungkan pemprov dalam dokumen tersebut.

"Di RTRW jelas mengakomodasi untuk sektor migas dan batu bara sebagai unggulan. Sementara kita tahu, dua sektor ini menjadi penyumbang emisi terbesar," kata dosen yang akrab disapa Castro itu.

Ia menambahkan Koalisi Masyarakat Sipil menemukan setidaknya 22 masalah dalam dokumen Raperda RTRW Kaltim.

Menanggapi paparan KSM, Wakil Ketua Panitia Khusus Raperda RTRW DPRD Kaltim Syafruddin mengaku pihaknya kecolongan dengan adanya penambahan 2 juta hektare alokasi ruang untuk pertambangan.

"Jika tidak ada klarifikasi yang masuk akal dari Pemprov Kaltim, maka kita akan tunda pembahasan RTRW," kata Syafruddin.

Anggota Pansus RTRW Herwan Susanto menjelaskan lampiran yang berisi data luasan area masing-masing sektor baru diserahkan Pemprov Kaltim menjelang detik-detik konsultasi pansus dengan Kementerian Dalam Negeri belum lama ini.

"Selama ini yang dikasih ke DPRD hanya draft saja tanpa ada lampiran. Lampiran itu baru dikasih sesaat sebelum konsultasi di Kemendagri. Jadi saat konsultasi itu, kita debat dengan Pemprov," tegas Herwan. (*)

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015