Samarinda (ANTARA Kaltim) - Setelah era keemasan sektor perhutanan berakhir, ternyata ancaman bagi ekologis di bumi Kalimantan Timur belum selesai, terbukti pertumbuhan cepat sektor pertambangan menyebabkan sembilan sungai kecil hilang sebagai imbas dari ekploitasi batu bara itu.
      
Pihak Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam) di Samarinda, Senin mengungkapkan data bahwa akibat maraknya aktifitas penggalian "emas hitam" itu, maka kini terjadi penurunan kualitas lingkungan khususnya juga menimpa air sungai, rawa, danau mata air, air tanah dan laut.
      
"Kita mensyukuri karena Bumi Borneo dianugerahi satuan ekologik yang stabil sehingga tidak gunung berapi dan gempa. Namun, kini ceritanya sudah lain, misalnya seperti di Kaltim telah dirambah oleh perusahaan batubara sebanyak 33 izin kontrak karya dan 1.212 izin kuasa pertambangan," kata Direktur Jatam Kaltim, Kahar Al Bahrie.
      
Momentum untuk meninjau-ulang aktifitas pengerukan perut bumi untuk mengeksploitasi "fosil minyak" itu dianggap tepat apalagi hari ini, yakni tepat 22 Maret 2010 adalah jatuh pada Peringatan Hari Air Se-Dunia.
      
Aktifitas pertambangan batu bara baik oleh perusahaan pemegang PKB2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)  yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun KP (Kuasa Penambangan) oleh pemerintah daerah telah menciptakan lubang raksasa yang digenangi air baracun serta memotong, mendangkalkan dan menghilangkan sungai bahkan mematikan mata air.
        
"Pada 2009,  Jatam mencatat ada sembilan sungai kecil yang hilang karena tambang. Begitu pula dengan sang raksasa sungai Mahakam dengan panjang 900 Km yang melayani warga di Kabupatan Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda juga mengalami penurunan kualitas," papar dia.
       
Aktifitas penambangan batu bara juga menyebabkan  abrasi dan pendangkalan yang memicu banjir semakin sering terjadi akibat akumulasi penggundulan hutan dan penggalian tambang batu bara di berbagai kawasan dekat sungai.
        
Misalnya,  DAS (daerah aliran sungai) Sungai Kandilo, Kabupaten Paser, Kaltim kini ada tercatat 8.009 KK warga yang terancam terganggu pasokan air bersihnya akibat pencemaran yang tinggi, sesuai  uji laboratorium dengan 1600 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) yang memaksa PDAM setempat menggunakan bahan kimia hingga empat kali dari biasanya.
          
"Ternyata air Sungai Kandilo tercemar oleh aktifitas tambang di hulu sungai milik PT. Kideco Jaya Agung dan Interex Sacra Raya," katanya.
        
Kasus yang sama terlihat pada DAS Sungai Bengalon, Kutai Timur, padahal tercatat 9.971 jiwa warga setempat yang menggantungkan dan mengatur kosmologi hidupnya dengan sungai itu.
       
Mereka kini terancam mengalami krisis air bersih karena sungai tersebut menjadi keruh dan mengalami pendangkalan serta abrasi yang membuat ancaman banjir semakin sering tejadi. Sejumlah kasus yang sama juga terjadi di berbagai daerah di Kaltim termasuk di Kampung Makroman yang selama ini dikenal sebagai "lumbung beras" Samarinda namun aktifitas pertaniannya terganggu akibat kegiatan tambang batu bara.

Pewarta:

Editor : Iskandar Zulkarnaen


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010