Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Serikat Pekerja Mathilda, yakni organisasi pekerja para karyawan PT Pertamina (Persero) Balikpapan, kecewa badan usaha milik pemerintah ini hanya mendapat 70 persen pembagian hak partisipasi atas Blok Mahakam.

"Keputusan ini mengecewakan kami." kata Ketua SP Mathilda, Farid Rawung di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin.

Menurut Rawung, bila mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, seharusnya 100 persen hak pengelolaan tersebut diserahkan kepada Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) Indonesia.

"Saat ini, Pertamina, anak bangsa sendiri, sudah mampu mengelola sendiri, malah pemerintah tidak percaya kemampuan itu. Pemerintah juga tidak bisa melepaskan diri dari belenggu asing," sambung Rawung.

Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tanggal 19 Juni 2015 menyatakan bahwa pemerintah memaparkan siapa pengelola blok kaya migas di delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, tersebut.

Disebutkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said, Pertamina mendapat hak partisipasi sebesar 70 persen, Total-Inpex memperoleh 30 persen.

Sebelumnya, Total-Inpex menguasai 100 persen pengelolaan Blok Mahakam sejak Mei 1967. Kontrak pertamanya berlangsung sampai 1997, dan diperpanjang lagi 20 tahun hingga 2017.

Menurut Rawung, dipahami dari siaran pers itu, pemerintah memutuskan di depan membagi-bagi hak pengelolaan tersebut.

Menteri ESDM juga menyebutkan Pertamina boleh memilih mitra bila diperlukan. Pemerintah juga merekomendasikan agar bermitra dengan Total Indonesie atau pengelola saat ini.

Sementara itu, yang diinginkan Pertamina adalah langsung mendapat hak 100 persen atas pengelolaan Blok Mahakam.

Artinya pemerintah berikan dulu hak 100 persen atas Blok Mahakam kepada Pertamina. Bila oleh Pertamina nanti dipandang perlu menggalang kemitraan, bisa jadi Total adalah yang pertama kali diajak.

"Jadi, Total mendapatkannya hak partisipasinya dari Pertamina, bukan dari pemerintah. Dari Pertamina artinya bisnis to bisnis," tegas Rawung.

Blok Mahakam bukanlah pengambilalihan pengelolaan yang pertama bagi Pertamina. Sebelum ini, Pertamina sudah sukses mengambil alih lapangan Offshore North West Java (ONWJ) dari Kodeco dan West Madura Offshore (WMO) yang merupakan lapangan minyak di lepas pantai yang sebelumnya dikelola British Petroleum (BP).

"Kedua blok itu diserahkan kepada Pertamina tanpa masa transisi yang cukup. Tapi dengan cepat pula kita mengatasi dan berhasil memulihkan produksi," ujar Farid Rawung.

ONWJ dan WMO diserahkan kepada Pertamina dalam waktu kurang dari dua hari dari tanggal selesainya kontrak.

ONWJ kini berproduksi sebesar 35.000 barel minyak per hari, sementara di bawah Kodeco baru mencapai 20.000 barel minyak per hari. WMO kini menghasilkan 24.000 barel minyak per hari.

Menurut Farid Rawung, penurunan produksi selama masa pengambilalihan mungkin saja terjadi tapi dengan perhitungan yang matang semuanya akan bisa diatasi. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015