Jakarta (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui pemimpin tertingginya bergeming dengan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terkait pemberian "participating interest" di Wilayah Kerja Blok Mahakam.

Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, dalam acara "Sarasehan Menteri ESDM dan Daerah Penghasil Minyak" di Balikpapan (Kaltim) mengeluarkan  pernyataan yang terdiri dari 10 poin terkait pembagian PI Blok Mahakam tersebut.

Inti dari pernyataan yang merupakan hasil dari keputusan bersama antara Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Kutai Kartanegara, Ketua DPRD Provinsi Kaltim, dan Ketua DPRD Kutai Kartanegara tersebut ialah penolakan terhadap PI tersebut.

Kesepuluh poin tersebut ialah, pertama, porsi PI daerah dalam pengelolaan Blok Mahakam yang dalam Permen ditetapkan maksimal 10 persen, dimintakan untuk dapat diperbesar minimal 19 persen.

Kedua, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara diberikan keleluasaan untuk menentukan mitra yang paling menguntungkan bagi daerah, baik pihak swasta atau Pertamina.

Terkait dengan keputusan poin kedua tersebut, Gubernur Kaltim Awang Farouk menilai bahwa kerja sama dengan pihak swasta memiliki nilai lebih tersendiri, namun ia enggan membeberkan secara detil.

Selanjutnya, poin ketiga adalah apabila terjadi kerja sama dengan Pertamina, daerah diberikan hak menempatkan wakilnya dalam jajaran management operatorship.

Keempat, Pertamina atau pemerintah wajib memprogramkan dan membangun jaringan pipanisasi dan pasokan gas ke daerah-daerah di wilayah Provinsi Kaltim.

Terutama di tiga kawasan industri seperti, kawasan industri Kariangau, Buluminung (Balikpapan/PPU), Klaster Industri Gas dan Kondensat di Bontang, Kawasan Ekonomi Khusus Maloy (Batutadan Trans Kalimantan).

"Ini maksudnya supaya PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) dan industri bisa tetap mendapatkan pasokan gas, karena sekarang mendapat gas sangat sulit," ujar Awang Farouk.

Kelima, Pertamina dan pemerintah wajib memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kalimantan Timur untuk menikmati sepenuhnya gas yang ada di Kaltim. Termasuk pembangunan jaringan gas untuk rumah tangga di seluruh Kabupaten/Kota Kaltim.

Keenam, Pertamina wajib menyerahkan semua asetnya yang ada di daerah yang bukan merupakan "core business" Pertamina untuk kepentingan daerah.

Ketujuh, Pertamina harus menjamin pemenuhan kuota bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan kebutuhan Kalimantan Timur.

Kedelapan, Pemda Kalimantan Timur menolak jaringan pipanisasi gas dari Pulau Kalimantan ke Pulau Jawa melalui proyek Kalija.

Kesembilan, Pemda Kalimantan Timur diberikan hak untuk memperoleh data dan informasi produksi dan keuangan sebagai hasil pengelolaan Blok Mahakam.

Kesepuluh, pemerintah melalui Pertamina wajib merealisasikan pembangunan refinery baru dengan kapasitas 300 ribu barel per hari di Bontang.

    
Tolak Pembatasan
Sebagai Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Minyak (ADPM), Awang Farouk mengatakan hadirnya Permen ESDM no.15 tahun 2015 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang berakhir kontraknya telah memberikan kepastian bagi daerah untuk ikut serta.

"Akan tetapi, bahwa pembatasan maksimal PI yang hanya 10 persen di Permen tersebut masih menjadi ganjalan bagi sejumlah daerah," tukasnya.

Ia menuturkan, sejumlah anggota ADPM merasa keberatan dengan alokasi untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang maksimal hanya 10 persen. Pihaknya pun mengusulkan agar BUMD mendapat porsi sekitar 15-50 persen.

Hal tersebut dengan pertimbangan bahwa blok-blok tersebut memiliki yang kecil dibandingkan PI PoD pertama.

"Contohnya Coastal Plaine Pekanbaru (CPP) Blok Riau. Itu BUMD daerah yang bisa mengelola porsi hingga 50 persen. Karenanya kami secara tegas menolak pembatasan maksimal 10 persen dan mengusulkan agar Permen tersebut ditinjau ulang," tuturnya.

Hingga tahun 2021 tercatat ada 23 blok yang akan habis masa kontraknya, sehingga ia meminta agar anggota ADPM untuk lebih mengedepankan konsultasi dengan pemerintah pusat terkait laih kelola wilayah kerja migas.

Awang menuturkan paling tidak ada empat keuntungan bagi BUMD apabila memiliki PI, antara lain memberikan keuntungan bagi BUMD itu sendiri, yang juga akan menambah pemasukan pendapatan daerah.

Kedua, memperoleh transparansi atau keterbukaan mengenai lifting, cadangan, biaya, dan "recovery".

Ketiga, memberi pengetahuan dan pengalaman bagi BUMD dalam pengelolaan blok migas yang akan menjadi dasar bagi BUMD tersebut untuk berkiprah di industri hulu migas.

Keempat, memberi peluang bagi daerah untuk memanfaatkan migas bagi pemenuhan kebutuhan energinya.

Selain itu, terkait dengan perizinan, ia berpendapat daerah kerap dijadikan kambing hitam dan dianggap sebagai penghambat dalam kelancaran tata kelola migas.

"Khususnya dari teman-teman KKKS yang sering mengeluhkan hal tersebut. Padahal kami di daerah sepenuhnya hanya menjalankan kebijakan dari pemerintah pusat," tukas Awang.

Pihaknya sepakat bahwa perizinan investasi industri migas harus dipermudah, dan bukan malah dipersulit. Terlebih di sejumlah daerah juga sudah ada yang menerapkan sistem perizinan satu pintu, tukasnya.

"Kita harus mengubah pola pikir kita, bahwa kepentingan daerah juga kepentingan pemerintah pusat. Jangan ada lagi kesan dikotomi antara pusat dan daerah," ujarnya menambahkan.

    
Respon Pemerintah
Sehubungan dengan pernyataan sikap Gubernur Kaltim tersebut, Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal Migas IGN Wiratmadja PUja menilai bahwa keputusan hak PI merupakan keputusan Presiden.

"Kami juga sudah koordinasi. Beberapa tuntutan kan memang sudah kita kerjakan. Seperti yang diminta membangun jaringan gas, itu sudah kita lakukan di Bontang dan Tarakan," tutur Wiratmadja ketika ditemui di Balikpapan, Jum'at.

Selanjutnya, terkait permintaan menempatkan wakilnya di bidang manajerial menurut dia sifatnya sangat umum, karena sangat wajar bagi sebuah pihak yang memiliki PI hingga 10 persen untuk meminta hal tersebut.

"Menurut saya itu sangat normal lah, dan itu sudah tidak perlu dibahas lagi," tukasnya menambahkan.

Secara umum ia menjelaskan bahwa sebagian besar dari 10 permintaan Pemprov Kaltim sudah atau akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti poin nomor tiga, empat, lima, tujuh, delapan, sembilan, dan sepuluh.

Sedangkan untuk poin nomor pertama dan kedua, terkait dengan pemberian hak PI dan penentuan mitra kerja sama, ia berpendapat bahwa harus dilakukan pembahasan teknis secara mendalam.

"Harus ada pembahasan teknis. Kemampuannya seperti apa, lalu evaluasi Blok Mahakam itu nilainya berapa, itu kan belum bisa kita jawab sekarang," tuturnya menjelaskan.

Sedangkan untuk poin nomor enam, soal penyerahan aset non-core bussines Pertamina, juga tidak bisa langsung diputuskan karena harus ada diskusi dengan pihak yang dimaksud tersebut.

"Harus dibahas dulu mana yang bermanfaat untuk daerah. Misalnya Pak Gubernur bilang ada lapangan terbang Pertamina yang tidak digunakan, kalau tidak digunakan kan bisa dimanfaatkan oleh daerah," tutur Wiratmadja mencontohkan.

Sehubungan dengan tuntutan dari Gubernur Kaltim tersebut, ia menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum memutuskan apakah akan melakukan revisi atau tidak terhadap Permen no.15 tahun 2015 tersebut.

"Permen ini kan buatan manusia, dibuatnya pun tergantung zaman dan situasi, jadi itu bisa saja berubah. Tujuannya kan adalah untuk membangun negara," kata dia.

Dengan kata lain, Permen tersebut bukan berarti tidak bisa diubah sama sekali, namun jika memang sudah optimal dan sesuai untuk kondisi saat ini tentu akan tetap dijalankan, tukasnya. (*)

Pewarta: Roy Rosa Bachtiar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015