Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen terhadap moratorium tambang dan tidak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru untuk kegiatan usaha penambangan batu bara dan mineral.
Dalam rangka melaksanakan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 17/2015 tentang penataan pemberian izin dan non perizinan serta penyempurnaan tata kelola perizinan di sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.
"Saat ini kewenangan untuk penerbitan izin tersebut ada pada Pemprov Kaltim," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim Amrullah di Samarinda, Rabu.
Dengan tujuan, mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kabupaten/kota. Karena banyak permasalahan di kabupaten/kota yang harus diselesaikan, katanya.
"Permasalahan ini bukan hanya kewenangan saja, tetapi pekerjaan yang sudah bermasalah, sehingga selanjutnya Pemprov Kaltim harus menyelesaikan," kata Amrullah.
Menurut dia, awalnya moratorium tersebut untuk menangani masalah perpanjangan IUP produksi.
"Tetapi, sesuai rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), perpanjangan produksi itu dapat dilakukan, yang artinya bisa diperpanjang tetapi bisa juga tidak," katanya.
Dalam rekomendasi yang disampaikan kementerian, perusahaan harus menyampaikan permohonan untuk perpanjangan produksi kepada Pemprov. Tetapi, Pemprov berhak menolak, apabila tidak lolos evaluasi, katanya.
"Pemprov Kaltim tentu tidak mudah memberikan perpanjangan. Karena akan melakukan evaluasi ketat. Misalnya, dari segi permasalahan lingkungan hingga standar Amdal," ujarnya.
Saat ini Pemprov Kaltim sedang menyelesaikan permasalahan IUP yang pernah diajukan pengusaha ke kabupaten/kota bertahun-tahun, tetapi belum diproses. Sejumlah permohonan yang diajukan sejak 2010 hingga 2013 itulah yang kini dievaluasi, apakah layak mendapat izin atau tidak, katanya.
Guna menyelesaikan permasalahan tersebut, Pemprov Kaltim mengajak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan untuk berkomunikasi, termasuk memberikan saran positif kepada pemerintah, terkait soal kontrol dan pengawasan perizinan.
"Pemerintah berkomitmen untuk semaksimal mungkin mengevaluasi kegiatan pertambangan yang bermasalah di Kaltim," ucapnya.
Pada prinsipnya, pemerintah berkomitmen untuk tidak menerbitkan izin baru. Jika pun ada yang mengajukan perpanjangan, tentu akan kita seleksi betul-betul dan berkoordinasi dengan para LSM peduli lingkungan.
"Jumlah IUP saat ini mencapai 1.200 termasuk Kalimantan Utara (Kaltara), sedangkan yang beroperasi dan berproduksi 400 perusahaan, selebihnya masih tahap eksplorasi. Sementara, jika perusahaan pertambangan tidak melakukan reklamasi, segera mungkin ditutup," kata Amrullah.
Ke depan untuk meningkatkan komitmen perusahaan pertambangan melakukan reklamasi, Pemprov Kaltim akan meningkatkan standar sanksi yang diberikan kepada perusahaan, katanya.
Misalnya, jika sebelumnya setiap hektare sanksinya berupa membayar denda Rp20 juta, kini ditingkatkan menjadi Rp40 juta per hektare sesuai Perda yang diusulkan DPRD Kaltim. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Dalam rangka melaksanakan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 17/2015 tentang penataan pemberian izin dan non perizinan serta penyempurnaan tata kelola perizinan di sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.
"Saat ini kewenangan untuk penerbitan izin tersebut ada pada Pemprov Kaltim," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim Amrullah di Samarinda, Rabu.
Dengan tujuan, mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kabupaten/kota. Karena banyak permasalahan di kabupaten/kota yang harus diselesaikan, katanya.
"Permasalahan ini bukan hanya kewenangan saja, tetapi pekerjaan yang sudah bermasalah, sehingga selanjutnya Pemprov Kaltim harus menyelesaikan," kata Amrullah.
Menurut dia, awalnya moratorium tersebut untuk menangani masalah perpanjangan IUP produksi.
"Tetapi, sesuai rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), perpanjangan produksi itu dapat dilakukan, yang artinya bisa diperpanjang tetapi bisa juga tidak," katanya.
Dalam rekomendasi yang disampaikan kementerian, perusahaan harus menyampaikan permohonan untuk perpanjangan produksi kepada Pemprov. Tetapi, Pemprov berhak menolak, apabila tidak lolos evaluasi, katanya.
"Pemprov Kaltim tentu tidak mudah memberikan perpanjangan. Karena akan melakukan evaluasi ketat. Misalnya, dari segi permasalahan lingkungan hingga standar Amdal," ujarnya.
Saat ini Pemprov Kaltim sedang menyelesaikan permasalahan IUP yang pernah diajukan pengusaha ke kabupaten/kota bertahun-tahun, tetapi belum diproses. Sejumlah permohonan yang diajukan sejak 2010 hingga 2013 itulah yang kini dievaluasi, apakah layak mendapat izin atau tidak, katanya.
Guna menyelesaikan permasalahan tersebut, Pemprov Kaltim mengajak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan untuk berkomunikasi, termasuk memberikan saran positif kepada pemerintah, terkait soal kontrol dan pengawasan perizinan.
"Pemerintah berkomitmen untuk semaksimal mungkin mengevaluasi kegiatan pertambangan yang bermasalah di Kaltim," ucapnya.
Pada prinsipnya, pemerintah berkomitmen untuk tidak menerbitkan izin baru. Jika pun ada yang mengajukan perpanjangan, tentu akan kita seleksi betul-betul dan berkoordinasi dengan para LSM peduli lingkungan.
"Jumlah IUP saat ini mencapai 1.200 termasuk Kalimantan Utara (Kaltara), sedangkan yang beroperasi dan berproduksi 400 perusahaan, selebihnya masih tahap eksplorasi. Sementara, jika perusahaan pertambangan tidak melakukan reklamasi, segera mungkin ditutup," kata Amrullah.
Ke depan untuk meningkatkan komitmen perusahaan pertambangan melakukan reklamasi, Pemprov Kaltim akan meningkatkan standar sanksi yang diberikan kepada perusahaan, katanya.
Misalnya, jika sebelumnya setiap hektare sanksinya berupa membayar denda Rp20 juta, kini ditingkatkan menjadi Rp40 juta per hektare sesuai Perda yang diusulkan DPRD Kaltim. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015