Bontang (ANTARA Kaltim) - Kejaksaan Negeri Kota Bontang, Kalimantan Timur, membekuk Syamsuddin Nonci, mantan Kepala Bagian Evaluasi Pembangunan Pemkot Bontang, yang menjadi buronan kasus korupsi pengadaan internet senilai Rp1,2 miliar pada 2012.

     Informasi yang diperoleh di Bontang, Jumat, menyebutkan Syamsuddin yang buron sejak 2013, ditangkap petugas kejaksaan di tempat persembunyiannya di Tangerang, Banten, pada Kamis (19/3) siang dan sempat diamankan di Kejari setempat.

     Ia tiba di kantor Kejari Bontang pada Jumat jelang subuh pukul 03.30 Wita dengan pengawalan ketat, setelah perjalanan panjang dari Jakarta ke Balikpapan dilanjutkan jalur darat menuju Bontang.

     Saat tiba di kantor Kejari Bontang, Syamsuddin yang hanya mengenakan kaos oblong warna hitam mendapat pengawalan ketat dari petugas kejaksaan dan polisi.

     Syamsuddin menjadi DPO Kejari Bontang sejak September 2013 setelah mangkir dari pemeriksaan. Proses penangkapan itu berkat kerja sama Kejari Bontang dengan Kejari Tanggerang dan Kejaksaan Agung.

     Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang Anang Supriatna dalam konferensi pers mengatakan Syamsuddin masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah mangkir dari pemeriksaan kejaksaan atas kasus dugaan korupsi pengadaan internet.

     "Dia dibekuk saat menunggu paket kiriman di Jalan MT Haryono, Kelurahan Suka Sari, Tanggerang. Sebelumnya, kami sudah memperoleh laporan dari masyarakat soal keberadaannya," katanya.

     Dalam penangkapan yang dipimpin Kasi Pidsus Kejari Bontang Affan M Hidayat dengan delapan petugas itu, Syamsuddin tidak melakukan perlawanan, kendati terkejut lokasi persembuyiannya diketahui.

     Sebelumnya ia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tidak pidana korupsi pengadaan fasilitas jasa layanan internet di kantor Sekretariat Daerah Kota Bontang senilai Rp1,2 miliar pada 2012.

     Dengan status DPO, Syamsuddin sudah tiga bulan tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkot Bontang.

     "Ia akan dijerat UU Tipikor dengan ancaman hukuman di atas lima tahun dan maksimal 20 tahun penjara," tambah Kajari. (*)

Pewarta: Irwan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015