Penajam (ANTARA Kaltim) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Penajam Paser Utara, akan mendata hutan mangrove agar memudahkan pengawasan serta pelestarian hutan bakau daerah itu.
Sekretaris BLH Kabupaten Penajam Paser Utara, Sodikin, Jumat mengatakan, pendataan itu dilakukan setelah pihaknya menerima laporan yang menyebutkan, kelestarian ribuan hektare hutan mangrove terancam seiring dengan pembangunan wilayah itu.
"Kami melakukan pendataan untuk melakukan penanganan dan pengawasan, karena berdasarkan laporan, ribuan hektare mangrove terancam rusak akibat aktivitas pembangunan," ungkap Sodikin.
Salah satu hutan mangrove yang terancam keberadaannya kata Sodikin, yakni di wilayah pesisir Buluminung, Kecamatan Penajam, seiring dengan penetapan Kawasan Indisti Buluminung (KIB) .
"Kami akan mengecek hutan mangrove di KIB karena kawasan tersebut memilki ribuan hektare hutan mangrove. Kami akan cek langsung di lapangan, apakah ada proses perizinan atau sudah ada anallisis dampak lingkungan (Amdal) atau belum," kata Sodikin.
Berdasarkan aturan lanjut Sodikin, hutan mangrove yang digunakan untuk lahan pembangunan, maka pihak yang berkepentingan atau perusahaan harus mengganti dua kali lipat dari luasan hutan mangrove yang digunakan.
Selain itu menurutnya, BLH juga melakukan pantauan terhadap daerah-daerah pesisir yang terkena abrasi.
"Keberadaan hutan mangrove yang berada di kawasan pesisir pantai perlu dijaga kelestariannya karena ancaman abrasi bisa datang setiap saat," katanya.
"Kami juga memasang papan larangan menebang pohon mangrove, untuk mencegah penebangan hutan mangrove," ungkap Sodikin.
Sementara, Kabag Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Penajam Paser Utara, Sugino mengungkapkan, sekitar 4.000 hektare hutan mangrove yang masuk (KIB) terancam dibabat habis.
Selain untuk kebutuhan kawasan industri kata Sugino, sebagian lahan hutan mangrove sudah diklaim milik masyarakat.
"Sebagian hutan mangrove jelas tidak bisa diselamatkan karena masuk KIB dan sudah ditetapkan pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)," ujarnya.
Namun, sesuai Peraturan Daerah (Perda) nomor 24/2012 tentang Hutan Mangrove, tambah Sugino, harus disisakan 30 persen untuk ruang terbuka hijau dan perusahaan yang membuka usaha di KIB dan menebang pohon mangrove, berkewajiban mengganti dua kali lipat luasan yang telah dijadikan kawasan industri.
"Perusahaan yang telah melakukan penanaman ulang, masih berkewajiban melakukan pemeliharaan sampai lima tahun," kata Sugino. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Sekretaris BLH Kabupaten Penajam Paser Utara, Sodikin, Jumat mengatakan, pendataan itu dilakukan setelah pihaknya menerima laporan yang menyebutkan, kelestarian ribuan hektare hutan mangrove terancam seiring dengan pembangunan wilayah itu.
"Kami melakukan pendataan untuk melakukan penanganan dan pengawasan, karena berdasarkan laporan, ribuan hektare mangrove terancam rusak akibat aktivitas pembangunan," ungkap Sodikin.
Salah satu hutan mangrove yang terancam keberadaannya kata Sodikin, yakni di wilayah pesisir Buluminung, Kecamatan Penajam, seiring dengan penetapan Kawasan Indisti Buluminung (KIB) .
"Kami akan mengecek hutan mangrove di KIB karena kawasan tersebut memilki ribuan hektare hutan mangrove. Kami akan cek langsung di lapangan, apakah ada proses perizinan atau sudah ada anallisis dampak lingkungan (Amdal) atau belum," kata Sodikin.
Berdasarkan aturan lanjut Sodikin, hutan mangrove yang digunakan untuk lahan pembangunan, maka pihak yang berkepentingan atau perusahaan harus mengganti dua kali lipat dari luasan hutan mangrove yang digunakan.
Selain itu menurutnya, BLH juga melakukan pantauan terhadap daerah-daerah pesisir yang terkena abrasi.
"Keberadaan hutan mangrove yang berada di kawasan pesisir pantai perlu dijaga kelestariannya karena ancaman abrasi bisa datang setiap saat," katanya.
"Kami juga memasang papan larangan menebang pohon mangrove, untuk mencegah penebangan hutan mangrove," ungkap Sodikin.
Sementara, Kabag Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Penajam Paser Utara, Sugino mengungkapkan, sekitar 4.000 hektare hutan mangrove yang masuk (KIB) terancam dibabat habis.
Selain untuk kebutuhan kawasan industri kata Sugino, sebagian lahan hutan mangrove sudah diklaim milik masyarakat.
"Sebagian hutan mangrove jelas tidak bisa diselamatkan karena masuk KIB dan sudah ditetapkan pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)," ujarnya.
Namun, sesuai Peraturan Daerah (Perda) nomor 24/2012 tentang Hutan Mangrove, tambah Sugino, harus disisakan 30 persen untuk ruang terbuka hijau dan perusahaan yang membuka usaha di KIB dan menebang pohon mangrove, berkewajiban mengganti dua kali lipat luasan yang telah dijadikan kawasan industri.
"Perusahaan yang telah melakukan penanaman ulang, masih berkewajiban melakukan pemeliharaan sampai lima tahun," kata Sugino. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015