Sangatta (ANTARA Kaltim) - Semakin sulitnya mendapatkan burung Enggang saat ini, mengkibatkan bulu dijual mahal hingga Rp250 ribu per lembarnya.
Ketua Kesenian Suku Dayak Kenyah Miau Baru, Kecamatan Kongbeng Kajan, 70 tahun, mengakui pihaknya harus mengeluarkan uang Rp250 ribu untuk mendapatkan satu lembar bulu burung Enggang.
Menurut Kajan untuk membuat satu buah topi adat untuk menari dibutuhkan 5 hingga 10 lembar buluh burung Enggang.
"Jika dinilai satu topi khas suku dayak yang menggunakan bulu burung Enggang anggarannya mencapai hingga Rp2 juta," kata Kajan menanggapi sulitnya mendapatkan bulu burung Enggang, Selasa.
Ia mengatakan, mahalnya harga bulu burung Enggang saat ini karena Enggang juga semakin sulit didapatkan.
Di Sangatta kini sulit mendapatkan burung Enggang langsung dari hutan. Hal itulah yang membuat harga bulunya menjadi mahal.
"Kalau dulu kami mudah mencari burung di hutan untuk dibuat topi atau bahan untuk tarian, sekarang susah," katanya.
Dikatakan Kajan, langkanya burung Enggang sekarang ini karena tidak ada lagi hutan tempat mereka bekembang. Semua hutan dan pohon sudah habis dan berubah menjadi kebun sawit dan tambang.
Semua burung dan binatang habis lari entah kemana, karena tidak punya tempat lagi di sini. Wilayah Kongbeng sudah habis hutannya tempat burung-burung hidup bebas.
"Untuk mendapatkan bulu burung Enggang kami harus memesan atau mencari ke luar daerah dan harus mengeluarkan biaya besar," kata dia menambahkan.
Burung Rangkong (Enggang) adalah burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. Sedangkan 14 spesies terdapat di Indonesia termasuk diwilayah Kongbeng Kutai Timur.
Kajan mengatakan, bahwa burung Enggang gading merupakan salah satu dari 14 jenis burung rangkong yang ada di Indonesia dan menjadi maskot Kalimantan Timur dan termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-undang.
Kajan menuding hilangnya burung khas Kalimantan karena rusaknya hutan yang terus-menerus terjadinya penebangan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit dan pertamangan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Ketua Kesenian Suku Dayak Kenyah Miau Baru, Kecamatan Kongbeng Kajan, 70 tahun, mengakui pihaknya harus mengeluarkan uang Rp250 ribu untuk mendapatkan satu lembar bulu burung Enggang.
Menurut Kajan untuk membuat satu buah topi adat untuk menari dibutuhkan 5 hingga 10 lembar buluh burung Enggang.
"Jika dinilai satu topi khas suku dayak yang menggunakan bulu burung Enggang anggarannya mencapai hingga Rp2 juta," kata Kajan menanggapi sulitnya mendapatkan bulu burung Enggang, Selasa.
Ia mengatakan, mahalnya harga bulu burung Enggang saat ini karena Enggang juga semakin sulit didapatkan.
Di Sangatta kini sulit mendapatkan burung Enggang langsung dari hutan. Hal itulah yang membuat harga bulunya menjadi mahal.
"Kalau dulu kami mudah mencari burung di hutan untuk dibuat topi atau bahan untuk tarian, sekarang susah," katanya.
Dikatakan Kajan, langkanya burung Enggang sekarang ini karena tidak ada lagi hutan tempat mereka bekembang. Semua hutan dan pohon sudah habis dan berubah menjadi kebun sawit dan tambang.
Semua burung dan binatang habis lari entah kemana, karena tidak punya tempat lagi di sini. Wilayah Kongbeng sudah habis hutannya tempat burung-burung hidup bebas.
"Untuk mendapatkan bulu burung Enggang kami harus memesan atau mencari ke luar daerah dan harus mengeluarkan biaya besar," kata dia menambahkan.
Burung Rangkong (Enggang) adalah burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. Sedangkan 14 spesies terdapat di Indonesia termasuk diwilayah Kongbeng Kutai Timur.
Kajan mengatakan, bahwa burung Enggang gading merupakan salah satu dari 14 jenis burung rangkong yang ada di Indonesia dan menjadi maskot Kalimantan Timur dan termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-undang.
Kajan menuding hilangnya burung khas Kalimantan karena rusaknya hutan yang terus-menerus terjadinya penebangan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit dan pertamangan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014