Bontang (ANTARA Kaltim) - Gerakan Pemuda Reformasi (GPR) Kota Bontang, menolak rencana pemerintah DPRD setempat mengucurkan penyertaan modal Rp16,7 miliar ke Perusahaan Daerah (Perusda) Aneka Usaha Jasa (AUJ).

Ketua GPR Bontang Ahmad Aluddin, kepada wartawan Rabu mengatakan, penyertaan modal kepada Perusda AUJ tidak selayaknya diberikan, mengingat perusahaan itu tidak pernah memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD (pendapatan asli daerah) Kota Bontang.

"Tidak wajar jika pemerintah dan DPRD memberikan tambahan modal kepada Perusda AUJ, sementara perusahaan itu tidak pernah memberikan kontribusi bagi PAD, malah justru membebani APBD. Ini membuktikan kalau selama ini perusahaan tersebut tidak sehat," ungkap Ahmad Aluddin.

Jika Pemerintah Kota Bontang dan DPRD tetap memberikan penyertaan modal tersebut, GPR kata Ahmad Aluddin akan menggalang dukungan dari masyarakat menolak penyertaan modal Perusda AUJ tersebut

"Jika pemerintah tetap memberikan penyertaan modal tersebut kami akan menggalang kekuatan untuk turun ke jalan bersama masyarakat," kata Ahmad Aluddin.

Asas manfaat itu lanjut ahmad Aluddin baru terjadi jika penyertaan modal kepada Perusda dimaksimalkan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan serta fasilitas listrik dan air bersih khususnya di wilayah pinggiran.

"Memang, fasilitas di kota sudah relatif baik, tapi di wilayah pinggiran nyaris tidak terjamah dan inilah yang harus diperhatikan," ujar Ahmad Aluddin.

Selain membebani APBD, GPR tambah Amad Aluddin menilai, usaha yang akan dibuat Perusda AUJ diantaranya, rencana pembuatan bengkel modern dan cuci motor, jasa periklanan LED Megatron, usaha parkir modern dan bisnis pendistribusian pupuk, berpotensi mematikan pengusaha lokal.

"Apalagi, unit usaha yang akan dibuat itu merupakan usaha umum yang mayoritas dikerjakan di Bontang oleh pengusaha lokal," ungkap Ahmad Aluddin.

Satu-satunya alasan yang bisa diterima jika pemerintah tetap menginginkan penambahan modal kepada Perusda AUJ yakni, melakukan audit investigasi atas nasib penyertaan modal sebelumnya yang sudah digelontorkan kepada Perusda AUJ sejak 2002, yang nilainya tidak kurang dari Rp70 miliar.

"Jangan sampai kejadian lama terulang. Pemerintah sudah memberikan modal hingga puluhan miliar kepada Perusda AUJ sementara hasilnya nihil. Makanya harus dilakukan audit keuangan, kemana saja dana itu dan kenapa bisa tidak hasil. Harus ada penjelasan ke publik dan jangan Perusda ini hanya jadi sapi perahan," kata Ahmad Aluddin.

Sementara, Ketua Fraksi Hanura DPRD Kota Bontang, Basri Rase, mengatakan, penolakan GPR tersebut merupakan dinamika yang lazim pada sebuah proses demokrasi.

Hal tersebut kata Basri Rase menjadi pertimbangan Fraksi Hanura dalam proposal pengajuan tiga dari enam proposal usaha bisnis yang menjadi alasan untuk memberikan penyertaan modal kepada Perusda AUJ.

Ada tiga visi dalam rencana usaha yang dinilai tidak berpihak ke masyarakat kata Basri Rase yakni, jasa periklanan dengan LED Megatron, distribusi pupuk dan pembuatan bengkel serta cuci mobil.

"Tiga sektor usaha tersebut, banyak digeluti warga Bontang. Jadi tidak rasional kalau pemerintah mengambil alih usaha tersebut, karena secara perlahan-lahan usaha ekonomi kerakyatan pun akan bersaing dengan Perusda AUJ yang ikut bergelut dalam niaga tersebut," ujar Basri Rase.

Meski demikian, Basri Rase mengaku setuju dengan rencana penyertaan modal ke Perusda AUJ tersebut.

Namun, pandangan Fraksi Hanura tetap memberikan catatan penting kepada Perusda AUJ dalam mengkaji ulang rencana pendirian bengkel cuci motor, jasa periklanan dan usaha pendistribusian pupuk.

Ia menyarankan agar Perusda AUJ lebih berkonsentrasi membenahi unit usaha yang sudah ada khususnya SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bontang Sejahtera.

"Kami setuju dengan rencana penyertaan modal ke Perusa itu tetapi kami memberikan catatan agar usaha yang sudah tumbuh di masyarakat jangan sampai terjadi persaingan tidak sehat terhadap usaha yang selama ini sudah dijalankan masyarakat," kata Basri Rase.

Anggota Komisi II DPRD Kota Bontang itu memberikan alasan mengapa penyertaan modal kepada Perusda AUJ tidak bisa dihindari mengingat ada beberapa unit usaha Perusda seperti BPR yang kondisinya kritis.

"Saat ini BPR sudah masuk dalam daftar rapor merah dari Bank Indonesia akibat rasio modal dengan dana pihak ketiga yang dikelola sudah lebih kecil. Jadi, khusus BPR memang wajib dibantu, sesuai aturan BI minimal harus mendapat suntikan modal Rp6 miliar, kalau tidak bisa maka akan kolaps," ungkap Basri Rase.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Bontang mengusulkan suntikan dana sebesar Rp 16 miliar lebih kepada Perusda AUJ.

Rencananya, suntikan dana Rp16 miliar itu akan digunakan untuk mengembangkan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sejahtera, sebesar Rp6 miliar, tambahan modal kerja untuk unis usaha SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Nelayan) Rp1,1 miliar, penyertaan modal untuk sistem parkir Rp832.265.000, pembuatan usaha periklanan LED Megatron Rp 4,09 miliar, pembuatan usaha bengkel dan cuci mobil modern Rp3,3 miliar dan penyertaan modal untuk distribusi pupuk Rp1,5 miliar.    (*)

Pewarta: Irwan

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014