Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Pejabat Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie mengakui predikat clean and clear (C&C) pada perusahaan mineral dan batu bara (minerba) belum menyentuh aspek keslamatan warga.

"Secara khusus saya menggarisbawahi saran kebijakan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Borneo (KMSB) mengenai kebijakan Clean and Clear atau C&C dalam hal pertambangan minerba," katanya di Balikpapan, Kamis.

Ketika tampil sebagai pembicara pada Koordinasi dan Supervisi (Korsup) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan para pemerintah provinsi se Kalimantan, dia menyatakan sependapat dengan para aktivis KMSB.

Ia mengingatkan kebijakan C&C belum menyentuh aspek keselamatan warga dan lingkungan hidup. Salah satu buitinya sebagaimana diungkapkan KMSB mengenai tewasnya 8 orang anak di Samarinda karena bermain-main di kolam tambang yang sudah ditinggalkan di Kota Tepian itu.

Irianto mengatakan kolam tambang yang dulunya berisi batu bara atau mineral lainnya, tentu tidak boleh ditinggalkan begitu saja tanpa pengawasan, atau sarana pengamanan.

Juru bicara KSMB Merah Johansyah menilai kebijakan C&C yang lebih menitikberatkan pada persoalan administrasi dan mengamankan pendapatan negara tidak menyentuh persoalan keselamatan warga dan lingkungan hidup tersebut.

"Padahal tanah air kita ini pertama sekali adalah ruang hidup, bukan ruang untuk bagi-bagi izin," ujarnya.

Karena itu, kata dia, KMSB mendorong agar aspek keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup ini turut dimasukkan dalam persyaratan untuk mendapatkan predikat C&C. Aspek keselamatan itu juga harus jadi pertimbangan untuk sanksi hingga pencabutan izin operasi.

Pada rentang tahun 2011-2014 di Samarinda jatuh korban jiwa dari anak usia 5-9 tahun di kolam bekas tambang dari Hymco Coal, Panca Dharma Mining, dan Energi Cahaya Industritama.

Ia mengatakan anak-anak itu bermain-main di kolas bekas tambang, yang biasanya berair jernih kehijauan dan terlihat sejuk di tengah hari terik. Dengan berbagai kejadian, anak-anak pun tewas tenggelam di kolam yang dalamnya mencapai puluhan meter itu.

Di Kutai Kartanegara, kata dia, ada tiga anak tewas di kolam tambang milik Kitadin Banpu di Sebulu.

"Mestinya pengelola tambang `maut` itu dijerat dengan Undang-Undang 32/2009 tentang pidana lingkungan hidup, sesuai yang disebutkan pasal 97-120 undang-udang itu," kata Johansyah.

Menurut undang-undang itu, katanya, pemerintah dalam hal ini pengawas atau inspektur tambang dan pengusaha dapat dihukum bersama-sama.

Di Kalimantan Selatan, katanya, pertambangan batu bara, bijih besi, bauksit, menguasai hingga 1,6 juta hektare lahan mengakibatkan tanah kehilangan penutup dan menyebabkan banjir di Banua Banjar.

Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan sepanjang 2010-2013, banjir yang melanda 4 kabupaten menimbulkan kerugian mencapai Rp227 miliar dan korban jiwa 12 orang.    (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014