Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Koalisi Masyarakat Sipil Borneo (KMSB) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) "blusukan" ke berbagai wilayah pertambangan di Kalimantan supaya dapat menyaksikan langsung permasalahan yang selama ini terjadi.
"Supaya Presiden melihat sendiri bagaimana kerusakan lingkungan, konflik sosial, kemiskinan, dan maraknya indikasi kebocoran dan korupsi akibat pertambangan," kata Merah Johansyah, dinamisator Jaringan Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, selaku Juru Bicara KMSB, Kamis.
Merah Johansyah mengemukakan saran dan ajakan itu itu melalui acara Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsup KPK) dengan para gubernur dan bupati-wali kota se-Kalimantan di Balikpapan.
"Selama ini dalam pantauan kami, Korsup KPK di Kalimantan, di Pulau Borneo ini cenderung lamban dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan," lanjut Merah Johansyah.
Menurut data KMSB, selama Korsup KPK berlangsung, belum ada izin usaha pertambangan (IUP) yang menambang di kawasan konservasi yang dicabut. Padahal, kawasan konservasi adalah kawasan terlarang untuk kegiatan non konservasi.
"Untuk diketahui, 60 persen IUP yang melanggar status kawasan konservasi itu berada di Pulau Borneo ini," kata Johansyah.
Berdasar data dari Direktorat Planologi Kementerian Kehutanan, di Kalimantan Timur ada 62 pemegang izin yang beroperasi di kawasan konservasi, 19 di Kalimantan Tengah, dan 30 izin di Kalimantan Selatan, serta 13 izin di kawasan konservasi serta 125 izin di kawasan lindung di Kalimantan Barat.
Masih pada sisi administrasi, banyak pula perusahaan-perusahaan tambang ternyata tidak memenuhi syarat itu. Mulai dari tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga alamat kantor yang tidak jelas. Perusahaan tanpa NPWP jelas tidak membayar pajak dan merugikan negara.
"Banyak yang harus dilihat sendiri oleh Presiden," tegas Johansyah.
Jatam adalah bagian dari KMSB bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat lain di Kalimantan Timur seperti Stabil, Pokja 30, Prakarsa Borneo, Aman Kaltim, Padi Indonesia, dan Menapak. Dari Kalimantan Tengah bergabung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng dan JPIC.
Kalimantan Selatan dalam KMSB menyertakan Walhi Kalsel, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Nasional, PWYP Indonesia, serta bergabung pula Sampan dari Kalimantan Barat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
"Supaya Presiden melihat sendiri bagaimana kerusakan lingkungan, konflik sosial, kemiskinan, dan maraknya indikasi kebocoran dan korupsi akibat pertambangan," kata Merah Johansyah, dinamisator Jaringan Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, selaku Juru Bicara KMSB, Kamis.
Merah Johansyah mengemukakan saran dan ajakan itu itu melalui acara Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsup KPK) dengan para gubernur dan bupati-wali kota se-Kalimantan di Balikpapan.
"Selama ini dalam pantauan kami, Korsup KPK di Kalimantan, di Pulau Borneo ini cenderung lamban dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan," lanjut Merah Johansyah.
Menurut data KMSB, selama Korsup KPK berlangsung, belum ada izin usaha pertambangan (IUP) yang menambang di kawasan konservasi yang dicabut. Padahal, kawasan konservasi adalah kawasan terlarang untuk kegiatan non konservasi.
"Untuk diketahui, 60 persen IUP yang melanggar status kawasan konservasi itu berada di Pulau Borneo ini," kata Johansyah.
Berdasar data dari Direktorat Planologi Kementerian Kehutanan, di Kalimantan Timur ada 62 pemegang izin yang beroperasi di kawasan konservasi, 19 di Kalimantan Tengah, dan 30 izin di Kalimantan Selatan, serta 13 izin di kawasan konservasi serta 125 izin di kawasan lindung di Kalimantan Barat.
Masih pada sisi administrasi, banyak pula perusahaan-perusahaan tambang ternyata tidak memenuhi syarat itu. Mulai dari tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga alamat kantor yang tidak jelas. Perusahaan tanpa NPWP jelas tidak membayar pajak dan merugikan negara.
"Banyak yang harus dilihat sendiri oleh Presiden," tegas Johansyah.
Jatam adalah bagian dari KMSB bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat lain di Kalimantan Timur seperti Stabil, Pokja 30, Prakarsa Borneo, Aman Kaltim, Padi Indonesia, dan Menapak. Dari Kalimantan Tengah bergabung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng dan JPIC.
Kalimantan Selatan dalam KMSB menyertakan Walhi Kalsel, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Nasional, PWYP Indonesia, serta bergabung pula Sampan dari Kalimantan Barat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014