Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Timur mewaspadai potensi bencana yang dapat terjadi akibat cuaca panas ekstrem yang melanda wilayah tersebut dalam beberapa hari terakhir.
 
Menurut Kepala BPBD Kaltim Agus Tianur di Samarinda, Rabu, bahwa kondisi cuaca di provinsi tersebut saat ini cukup kering, terutama di wilayah ibu kota Samarinda.
 
"Beberapa hari belakangan ini, cuaca di daerah ini sangat kering. Berdasarkan prediksi BMKG, tahun 2024 ini kita berada dalam masa kemarau basah, artinya hujan terjadi sepanjang tahun," ujar Agus.
 
Ia menjelaskan bahwa meskipun Kalimantan Timur baru saja mengalami bencana banjir di Mahakam Ulu dan Kutai Barat beberapa bulan lalu, namun dalam sepekan terakhir curah hujan amat rendah di wilayah itu.
 
"Kecepatan angin yang cukup tinggi menghambat proses pembentukan awan, sehingga hujan tidak terjadi," ujarnya.
 
Agus juga menyebutkan bahwa suhu udara di Kaltim saat ini berkisar antara 32 hingga 35 derajat Celsius, yang menyebabkan kondisi suhu udara terasa amat panas.
 
"Perubahan suhu udara ini membuat cuaca panas ekstrem seminggu terakhir ini terasa mengkhawatirkan," ucapnya.
 
Ia menambahkan bahwa perubahan cuaca ini juga meningkatkan risiko kebakaran hutan, terutama di daerah-daerah yang bukan hutan primer.
 
"Hutan primer masih lembab karena matahari tidak bisa menembus karena pohon rimbun, tetapi hutan sekunder yang sudah terbuka lebih mudah kering dan terbakar," kata Agus.
 
Agus mengingatkan bahwa dampak kekeringan ini sangat mudah dipahami oleh para ahli lingkungan dan ekosistem.
 
"Dulu, ekosistem kita masih terjaga dengan baik, sehingga sumber air masih ada. Namun sekarang, penyangga-penyangga air sudah terganggu, sehingga kekeringan sepekan saja bisa cukup berdampak," ujarnya.
 
Agus juga menyoroti bahwa suhu yang lebih tinggi mempercepat proses penguapan air di bendungan yang menjadi sumber air bersih di kota-kota besar Kaltim.
 
Dia menekankan pentingnya perhatian terhadap isu perubahan iklim dan dampaknya.
 
"Jika kita tidak memperhatikan dari sekarang, biaya untuk penanganan akan semakin besar di masa depan," demikian Agus.*

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024