"NKRI Harga Mati". Sebaris kalimat itu terpampang di tugu perbatasan Garuda Perkasa yang berdiri kokoh di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Tugu yang terletak di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, itu menjadi tapal batas wilayah Indonesia-Malaysia.
Slogan sarat makna itu mengandung arti mendalam menyangkut sebuah keteguhan memegang prinsip atas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks pengamanan wilayah perbatasan semboyan itu menjadi sangat penting, karena Sebatik merupakan salah satu pulau terluar NKRI dan menjadi pintu gerbang Indonesia di wilayah Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan negeri Sabah, Malaysia.
Pulau Sebatik terbagi dua. Di bagian utara seluas 187,23 kilimeter persegi masuk wilayah negara bagian Sabah, Malaysia, sedang bagian selatan seluas 246.61 kilometer persegi menjadi bagian dari Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Pulau yang merupakan beranda depan NKRI itu membutuhkan perhatian serius Pemerintah Indonesia, terutama TNI dan Polri dalam pengamanan, karena wilayah di ujung negeri ini kerap terjadi berbagai pelanggaran.
Di wilayah itu juga sering terjadi kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan narkoba dan berbagai jenis barang terlarang lainnya.
Kekhawatiran akan lunturnya rasa nasionalisme yang berdampak terhadap keutuhan NKRI juga menjadi persoalan lain di wilayah perbatasan itu.
Pelanggaran batas wilayah udara di Pulau Sebatik itu juga memunculkan kekhawatiran, karena akan mengancam kedaulatan NKRI. Di Kabupaten Nunukan seringkali dimasuki pesawat-pesawat udara Malaysia.
Markas Besar (Mabes) TNI AU mengakui wilayah batas udara Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan rawan terjadi pelanggaran batas udara.
Asisten Operasi Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Sudipo Handoyo mengungkapkan pihaknya seringkali mendapatkan laporan bahwa perbatasan wilayah udara di Kabupaten Nunukan seringkali dimasuki pesawat-pesawat udara Malaysia.
Radar Pemantau
Dalam kaitan itu, kata Sudipo, demi menjaga keamanan dan kedaulatan udara NKRI, TNI AU langsung menindaklanjuti dengan membangun radar pemantau yang bersifat mobile yang diharapkan dapat memagari wilayah udara Indonesia.
"Apabila suatu saat radar milik TNI AU tersebut mendeteksi terjadinya pelanggaran batas udara oleh pesawat-pesawat Malaysia maka akan dilakukan tindakan tegas," katanya ketika berkunjung ke wilayah tapal batas belum lama ini.
Hasil pantauan dari radar yang akan dibangun pada lahan seluas 10 hektare di Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan, itu dapat diprint out untuk membuktikan terjadinya pelanggaran.
"Hasil deteksi radar ini dapat `diprint out` untuk membuktikan terjadinya pelanggaran batas udara apabila menyangkal melakukan pelanggaran," ujarnya.
Untuk mendukung pengoperasian radar pemantau di Nunukan TNI AU akan menempatkan satuan radar dan satuan rudal yang dipersiapkan memburu pesawat-pesawat negara lain yang memasuki wilayah NKRI.
Selain penempatan prajurit, untuk memaksimalkan pengamanan batas udara di daerah itu TNI AU juga akan menempatkan satu kompi prajurit dari satuan radar dan satu kompi pertahanan.
Dengan beroperasinya radar pemantau itu, maka "mata dan telinga" militer Indonesia akan bertambah tajam. Arah hadap instalasi radar itu sengaja ditujukan ke perbatasan dengan negara bagian Sabah, Malaysia Timur, itu untuk mencegah pelanggaran kedaulatan ruang udara nasional.
Radar itu diupayakan beroperasi pada November 2014. Untuk menempatkan instalasi strategis itu, diperlukan lahan 10 Hektare walau radarnya adalah radar bergerak (mobile radar), yang juga dapat dipasang dimana saja.
Selain radar, umumnya setingkat detasemen (Satuan Radar TNI AU) yang dipimpin seorang mayor senior atau letnan kolonel, instalasi itu juga dilengkapi dua satuan setingkat kompi Korps Pasukan Khas TNI AU dan Artileri Pertahanan Udara.
Terkait dengan tingkat kerawanan dan terjadinya pelanggaran di tapal batas Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik itu Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI/Mulawarman Mayjen TNI Benny Indra Pujiastono memberikan perhatian serius untuk pengamanan wilayah itu.
Pangdam meminta prajurit Satuan Tugas (Satgas) Pengaman Perbatasan (Pamtas) Batalyon Infantri Lintas Udara (Yonif Linud) 433/Kostrad untuk senantiasa mewaspadai segala ancaman terhadap NKRI.
Saat berkunjung di Markas Yonif Linud 433/Kostrad di Kabupaten Nunukan belum lama ini ia mengajak prajurit untuk tetap menggunakan pengetahuan perang sebagiamana yang telah diperoleh selama pendidikan di TNI AD untuk mengantisipasi adanya gangguan keamanan terhadap keutuhan NKRI.
Ancaman itu, menurut jenderal berbintang Ssatu dapat berasal dari dalam negeri maupun dari negara lain sehingga kewaspadaan tetap diperkuat dalam sanubari seorang prajurit yang kini bertugas di perbatasan.
Sejatinya tugas dan tanggung jawab menjaga keutuhan NKRI merupakan amanah Undang-Undang tanpa mengenal status dari prajurit itu sendiri sebagai representasi dari negara. Apapun yang terjadi di wilayah tugas masing-masing sepanjang berada pada jalur yang benar agar berupaya maksimal mempertahankannya demi nama baik NKRI.
"Keamanan wilayah perbatasan menjadi tugas prajurit TNI sebab apabila terjadi hal-hal yang menimbulkan gangguan terhadap NKRI dipastikan mempengaruhi kebijakan pemerintah," ujarnya.
Karena itu, katanya, seorang prajurit wajib memahami hal ini dalam rangka menjaga komando kendali antarsatuan yang ditugaskan di perbatasan Indonesia-Malaysia oleh negara termasuk bagi prajurit TNI AL, kepolisian dan TNI AU.
"Kebersamaan yang telah ditunjukkan antarsatuan baik TNI AL, TNI AD dan kepolisian di wilayah perbatasan ini dapat terjaga dengan baik dan benar-benar terjadi kekompakan dan kerja sama yang baik," ujar Benny Indra Pujiastono
Pangdam mengakui fasilitas pendukung yang dimiliki prajurit Pamtas dalam menjalankan tugas itu memang relatif belum memadai, seperti pos pengaman perbatasan. Ia berjanji akan menindaklanjuti permasalahan itu.
"Setelah saya mendengarkan paparan dari prajurit yang bertugas di perbatasan di Kabupaten Nunukan ini, masalah itu akan saya sampaikan kepada komando atas," katanya.
Di hadapan prajurit Kostrad dan Kodim 0911/Nunukan ia menyontohkan, kondisi pos pengamanan perbatasan di Sei Kaca, Kecamatan Seimenggaris, yang kondisinya sangat tidak layak karena telah runtuh yang membutuhkan perbaikan.
Mental Baja
Oleh karena itu, Pangdam meminta prajurit yang ditugaskan di pos tersebut benar-benar pilihan yang memiliki mental baja karena banyaknya keterbatasan yang harus diterima.
"Beban tugas prajurit Satgas Pamtas hanya menjaga keamanan wilayah perbatasan dibandingkan dengan penanganan konflik horizontal seperti yang dilakukann prajurit TNI di daerah rawan konflik sosial," ujarnya.
Meskipun dia akui, mental prajurit yang mendapatkan tugas negara benar-benar kuat dan tidak terpengaruh oleh kondisi sosial di sekitarnya terutama jika mengalami kendala yang pelik.
Seorang prajurit, kata dia, berus tetap tegar dalam menjalankan tugas-tugas negara di wilayah perbatasan dan persoalan yang dialami menjadi kewenangan pimpinan untuk menindaklanjutinya.
Kepada unsur pimpinan TNI yang bertugas di perbatasan, Pangdam meminta agar mampu meyakinkan prajuritnya terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan dialami selama menjalankan tugas.
Dalam upaya mengamankan kedaulatan NKRI di perbatasan Indonesia-Malaysia, aparat gabungan TNI, Polri dan pemerintah daerah di Kabupaten Nunukan terus berupaya melakukan pengawasan dan pengamanan wilayah tapal batas dengan menggelar "Patroli Pelangi".
"Patroli yang digelar disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Patroli Pelangi melibatan TNI, Polri dan pemerintah," kata Kapolres Nunukan AKBP Robert Silindur Pangaribuan.
Kondisi kehidupan warga Pulau Sebatik memang tidak seberuntung negara tetangga, namun yang patut dibanggakan tetap teguhnya prinsip masyarakat yang tinggal di tempat untuk setia dengan NKRI.
"Walaupun kami hidup dalam kondisi serba kakurangan, namun kami tetap akan menjadi warga negara Indonesia, karena Indonesia merupakan tanah kelahiran kami," kata Jemma (50), salah seorang dari puluhan ribu warga Sebatik yang tinggal tak jauh dari pos pengamanan di Desa Aji Kuning, bahkan ruang tamunya berada di wilayah Indonesia, sementara dapurnya di wilayah Malaysia.
Sejatinya masyarakat Nunukan terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan golongan, namun upaya menjaga keamanan dan martabat bangsa Indonesia di mata negara lain yang berbatasan langsung dapat diwujudkan.
Semangat kebersamaan yang tumbuh di masyarakat perbatasan itu merupakan roh yang menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang selalu siap menjaga dan mengamankan kedaulautan NKRI.
Kebersamaan dan pantang menyerah dan slogan "NKRI Harga Mati" itu menjadi modal utama TNI, Polri dan Pemerintah dalam menjaga dan mengamankan kedaulatan serta keutuhan NKRI di tapal batas.(8)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Tugu yang terletak di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, itu menjadi tapal batas wilayah Indonesia-Malaysia.
Slogan sarat makna itu mengandung arti mendalam menyangkut sebuah keteguhan memegang prinsip atas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks pengamanan wilayah perbatasan semboyan itu menjadi sangat penting, karena Sebatik merupakan salah satu pulau terluar NKRI dan menjadi pintu gerbang Indonesia di wilayah Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan negeri Sabah, Malaysia.
Pulau Sebatik terbagi dua. Di bagian utara seluas 187,23 kilimeter persegi masuk wilayah negara bagian Sabah, Malaysia, sedang bagian selatan seluas 246.61 kilometer persegi menjadi bagian dari Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Pulau yang merupakan beranda depan NKRI itu membutuhkan perhatian serius Pemerintah Indonesia, terutama TNI dan Polri dalam pengamanan, karena wilayah di ujung negeri ini kerap terjadi berbagai pelanggaran.
Di wilayah itu juga sering terjadi kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan narkoba dan berbagai jenis barang terlarang lainnya.
Kekhawatiran akan lunturnya rasa nasionalisme yang berdampak terhadap keutuhan NKRI juga menjadi persoalan lain di wilayah perbatasan itu.
Pelanggaran batas wilayah udara di Pulau Sebatik itu juga memunculkan kekhawatiran, karena akan mengancam kedaulatan NKRI. Di Kabupaten Nunukan seringkali dimasuki pesawat-pesawat udara Malaysia.
Markas Besar (Mabes) TNI AU mengakui wilayah batas udara Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan rawan terjadi pelanggaran batas udara.
Asisten Operasi Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Sudipo Handoyo mengungkapkan pihaknya seringkali mendapatkan laporan bahwa perbatasan wilayah udara di Kabupaten Nunukan seringkali dimasuki pesawat-pesawat udara Malaysia.
Radar Pemantau
Dalam kaitan itu, kata Sudipo, demi menjaga keamanan dan kedaulatan udara NKRI, TNI AU langsung menindaklanjuti dengan membangun radar pemantau yang bersifat mobile yang diharapkan dapat memagari wilayah udara Indonesia.
"Apabila suatu saat radar milik TNI AU tersebut mendeteksi terjadinya pelanggaran batas udara oleh pesawat-pesawat Malaysia maka akan dilakukan tindakan tegas," katanya ketika berkunjung ke wilayah tapal batas belum lama ini.
Hasil pantauan dari radar yang akan dibangun pada lahan seluas 10 hektare di Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan, itu dapat diprint out untuk membuktikan terjadinya pelanggaran.
"Hasil deteksi radar ini dapat `diprint out` untuk membuktikan terjadinya pelanggaran batas udara apabila menyangkal melakukan pelanggaran," ujarnya.
Untuk mendukung pengoperasian radar pemantau di Nunukan TNI AU akan menempatkan satuan radar dan satuan rudal yang dipersiapkan memburu pesawat-pesawat negara lain yang memasuki wilayah NKRI.
Selain penempatan prajurit, untuk memaksimalkan pengamanan batas udara di daerah itu TNI AU juga akan menempatkan satu kompi prajurit dari satuan radar dan satu kompi pertahanan.
Dengan beroperasinya radar pemantau itu, maka "mata dan telinga" militer Indonesia akan bertambah tajam. Arah hadap instalasi radar itu sengaja ditujukan ke perbatasan dengan negara bagian Sabah, Malaysia Timur, itu untuk mencegah pelanggaran kedaulatan ruang udara nasional.
Radar itu diupayakan beroperasi pada November 2014. Untuk menempatkan instalasi strategis itu, diperlukan lahan 10 Hektare walau radarnya adalah radar bergerak (mobile radar), yang juga dapat dipasang dimana saja.
Selain radar, umumnya setingkat detasemen (Satuan Radar TNI AU) yang dipimpin seorang mayor senior atau letnan kolonel, instalasi itu juga dilengkapi dua satuan setingkat kompi Korps Pasukan Khas TNI AU dan Artileri Pertahanan Udara.
Terkait dengan tingkat kerawanan dan terjadinya pelanggaran di tapal batas Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik itu Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI/Mulawarman Mayjen TNI Benny Indra Pujiastono memberikan perhatian serius untuk pengamanan wilayah itu.
Pangdam meminta prajurit Satuan Tugas (Satgas) Pengaman Perbatasan (Pamtas) Batalyon Infantri Lintas Udara (Yonif Linud) 433/Kostrad untuk senantiasa mewaspadai segala ancaman terhadap NKRI.
Saat berkunjung di Markas Yonif Linud 433/Kostrad di Kabupaten Nunukan belum lama ini ia mengajak prajurit untuk tetap menggunakan pengetahuan perang sebagiamana yang telah diperoleh selama pendidikan di TNI AD untuk mengantisipasi adanya gangguan keamanan terhadap keutuhan NKRI.
Ancaman itu, menurut jenderal berbintang Ssatu dapat berasal dari dalam negeri maupun dari negara lain sehingga kewaspadaan tetap diperkuat dalam sanubari seorang prajurit yang kini bertugas di perbatasan.
Sejatinya tugas dan tanggung jawab menjaga keutuhan NKRI merupakan amanah Undang-Undang tanpa mengenal status dari prajurit itu sendiri sebagai representasi dari negara. Apapun yang terjadi di wilayah tugas masing-masing sepanjang berada pada jalur yang benar agar berupaya maksimal mempertahankannya demi nama baik NKRI.
"Keamanan wilayah perbatasan menjadi tugas prajurit TNI sebab apabila terjadi hal-hal yang menimbulkan gangguan terhadap NKRI dipastikan mempengaruhi kebijakan pemerintah," ujarnya.
Karena itu, katanya, seorang prajurit wajib memahami hal ini dalam rangka menjaga komando kendali antarsatuan yang ditugaskan di perbatasan Indonesia-Malaysia oleh negara termasuk bagi prajurit TNI AL, kepolisian dan TNI AU.
"Kebersamaan yang telah ditunjukkan antarsatuan baik TNI AL, TNI AD dan kepolisian di wilayah perbatasan ini dapat terjaga dengan baik dan benar-benar terjadi kekompakan dan kerja sama yang baik," ujar Benny Indra Pujiastono
Pangdam mengakui fasilitas pendukung yang dimiliki prajurit Pamtas dalam menjalankan tugas itu memang relatif belum memadai, seperti pos pengaman perbatasan. Ia berjanji akan menindaklanjuti permasalahan itu.
"Setelah saya mendengarkan paparan dari prajurit yang bertugas di perbatasan di Kabupaten Nunukan ini, masalah itu akan saya sampaikan kepada komando atas," katanya.
Di hadapan prajurit Kostrad dan Kodim 0911/Nunukan ia menyontohkan, kondisi pos pengamanan perbatasan di Sei Kaca, Kecamatan Seimenggaris, yang kondisinya sangat tidak layak karena telah runtuh yang membutuhkan perbaikan.
Mental Baja
Oleh karena itu, Pangdam meminta prajurit yang ditugaskan di pos tersebut benar-benar pilihan yang memiliki mental baja karena banyaknya keterbatasan yang harus diterima.
"Beban tugas prajurit Satgas Pamtas hanya menjaga keamanan wilayah perbatasan dibandingkan dengan penanganan konflik horizontal seperti yang dilakukann prajurit TNI di daerah rawan konflik sosial," ujarnya.
Meskipun dia akui, mental prajurit yang mendapatkan tugas negara benar-benar kuat dan tidak terpengaruh oleh kondisi sosial di sekitarnya terutama jika mengalami kendala yang pelik.
Seorang prajurit, kata dia, berus tetap tegar dalam menjalankan tugas-tugas negara di wilayah perbatasan dan persoalan yang dialami menjadi kewenangan pimpinan untuk menindaklanjutinya.
Kepada unsur pimpinan TNI yang bertugas di perbatasan, Pangdam meminta agar mampu meyakinkan prajuritnya terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan dialami selama menjalankan tugas.
Dalam upaya mengamankan kedaulatan NKRI di perbatasan Indonesia-Malaysia, aparat gabungan TNI, Polri dan pemerintah daerah di Kabupaten Nunukan terus berupaya melakukan pengawasan dan pengamanan wilayah tapal batas dengan menggelar "Patroli Pelangi".
"Patroli yang digelar disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Patroli Pelangi melibatan TNI, Polri dan pemerintah," kata Kapolres Nunukan AKBP Robert Silindur Pangaribuan.
Kondisi kehidupan warga Pulau Sebatik memang tidak seberuntung negara tetangga, namun yang patut dibanggakan tetap teguhnya prinsip masyarakat yang tinggal di tempat untuk setia dengan NKRI.
"Walaupun kami hidup dalam kondisi serba kakurangan, namun kami tetap akan menjadi warga negara Indonesia, karena Indonesia merupakan tanah kelahiran kami," kata Jemma (50), salah seorang dari puluhan ribu warga Sebatik yang tinggal tak jauh dari pos pengamanan di Desa Aji Kuning, bahkan ruang tamunya berada di wilayah Indonesia, sementara dapurnya di wilayah Malaysia.
Sejatinya masyarakat Nunukan terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan golongan, namun upaya menjaga keamanan dan martabat bangsa Indonesia di mata negara lain yang berbatasan langsung dapat diwujudkan.
Semangat kebersamaan yang tumbuh di masyarakat perbatasan itu merupakan roh yang menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang selalu siap menjaga dan mengamankan kedaulautan NKRI.
Kebersamaan dan pantang menyerah dan slogan "NKRI Harga Mati" itu menjadi modal utama TNI, Polri dan Pemerintah dalam menjaga dan mengamankan kedaulatan serta keutuhan NKRI di tapal batas.(8)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014