Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Persentase warga miskin di Provinsi Kalimantan Timur terus menurun sejak diterapkan otonomi daerah yakni dari 16,3 persen pada 2000, turun menjadi 5,42 persen atau 253.600 warga miskin pada Maret 2014.

"Penurunan angka kemiskinan di Kaltim ini sudah mencapai target MDGs yang pada 2015 harus sudah mencapai 7,5 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim Aden Gultom saat seminar memperingati Hari Statistik 2014 di Samarinda, Selasa.

Dia juga mengatakan bahwa posisi Kaltim masih unggul ketimbang nasional dalam capaian penurunan kemiskinan, pasalnya hingga Maret 2014 jumlah warga miskin secara nasional mencapai 11,25 persen.

Dia berharap jumlah warga miskin akan terus menurun dari tahun ke tahun seiring banyaknya program yang digulirkan pemerintah yang berpihak kepada rakyat, baik program mengenai peningkatan usaha mikro, usaha kecil, maupun program pengentasan kemiskinan.

Menurutnya, sektor peternakan di Kaltim memberikan andil dalam penurunan angka kemiskinan meskipun masih kecil, yakni sekitar 7,2 persen pada triwulan II 2014, tetapi sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak yang mencapai 24,27 persen dari total jumlah penduduk Kaltim yang bekerja.

Dia mengatakan bahwa Hari Statistik bukanlah hanya milik BPS, tetapi milik jutaan insan statistik lain, termasuk produsen data dan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.

Keberadaan data sangat penting karena merupakan ukuran keberhasilan dan menjadi titik awal untuk membangun maupun memetakan program yang akan dirancang.

Data yang diperlukan pemerintah adalah semua hal yang terjadi di masyarakat baik yang terkait dengan ekonomi, pertanian, kemiskinan, pertambangan, pendidikan, dan lainnya.

Dalam upaya menyediakan data (one data one map) untuk kepentingan pembangunan, lanjut dia, pihaknya telah melakukan berbagai upaya, tetapi kondisi yang ada dalam penyediaan data antara lain masih terbatasnya ketersediaan data awal dan informasi perencanaan pembungunan.

Kemudian belum efektifnya koordinasi antar SKPD di provinsi dan daerah, kesulitan menetapkan indikator kinerja yang terukur dalam dokumen rencana pembangunan daerah, dan belum efektifnya pengendalian serta evaluasi untuk menjamin konsistensi antara dokumen rencana dengan dukungan data yang ada. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014