Pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Supratman Andi Agtas menyatakan mencabut daftar inventarisasi masalah (DIM) usulan baru yang disampaikan Pemerintah terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada).
"DIM usulan baru dari Pemerintah kami cabut," kata Supratman saat menghadiri rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta agar DIM yang pernah diusulkan Pemerintah sebelumnya tidak dibahas lagi sebab saat ini sudah tidak relevan.
Tito sepakat agar putusan MK ikut dipertimbangkan dalam pembahasan revisi UU Pilkada.
"Maka, DIM yang kami usulkan, kami sarankan tidak dibahas lagi. Jadi, cukup dibahas yang memang sesuai dengan konteks saat ini, termasuk mempertimbangkan poin-poin pada putusan MK sebagai masukan," kata Tito.
Ia menyebutkan sejumlah DIM yang menurut Pemerintah tidak relevan lagi untuk dibahas, di antaranya: (1) pengaturan mengenai penyerentakan sumpah janji (pelantikan) DPRD pada bulan November 2024; (2) pengaturan mengenai pelaksanaan pemungutan suara pilkada yang dimajukan menjadi September 2024; (3) pengaturan mengenai penyesuaian jumlah anggota bawaslu provinsi, bawaslu kabupaten/kota, dan panwaslu kecamatan sesuai dengan UU Pemilu, dan penambahan jumlah panwaslu kelurahan/desa dari satu orang menjadi tiga orang.
Baca juga: Consid: Putusan MK soal pilkada pertanda baik masa depan demokrasi
Pada saat permulaan rapat, Wakil Ketua Badan Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyampaikan bahwa DIM RUU Pilkada yang telah diserahkan oleh Pemerintah berjumlah 496 DIM.
Disebutkan pula terdapat 336 DIM tetap, tujuh DIM perubahan redaksional, sembilan DIM perubahan substansi, empat DIM dihapus, dan 140 DIM usulan baru.
Awiek, sapaan karib Achmad Baidowi, juga menjelaskan bahwa RUU Pilkada bukan merupakan RUU yang baru diusulkan parlemen, melainkan telah bergulir sejak tahun lalu dan disepakati menjadi RUU usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 21 November 2023.
Namun, dia menyebut pembahasan RUU Pilkada sempat tertunda lantaran gelaran Pilpres 2024, serta Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menolak jadwal pelaksanaan Pilkada 2024 dimundurkan sehingga pembahasan baru dilanjutkan pada hari Rabu ini.
"Jadi, ini bukan RUU yang baru diusulkan, melainkan merupakan kelanjutan dari usul inisiatif DPR yang dalam hal ini, hari ini merupakan kelanjutan dalam pembahasan Tingkat I," kata Awiek.
Pada rapat tersebut turut hadir pula sejumlah pimpinan Baleg DPR RI, yakni Ketua Baleg DPR RI Wihadi Wiyanto serta para wakil ketua Baleg DPR RI: Ichsan Soelistio, Willy Aditya, dan Abdul Wahid.
Baca juga: Ambang batas pencalonan Pilkada berubah, setelah keputusan MK
Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Putusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Adapun Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
"DIM usulan baru dari Pemerintah kami cabut," kata Supratman saat menghadiri rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta agar DIM yang pernah diusulkan Pemerintah sebelumnya tidak dibahas lagi sebab saat ini sudah tidak relevan.
Tito sepakat agar putusan MK ikut dipertimbangkan dalam pembahasan revisi UU Pilkada.
"Maka, DIM yang kami usulkan, kami sarankan tidak dibahas lagi. Jadi, cukup dibahas yang memang sesuai dengan konteks saat ini, termasuk mempertimbangkan poin-poin pada putusan MK sebagai masukan," kata Tito.
Ia menyebutkan sejumlah DIM yang menurut Pemerintah tidak relevan lagi untuk dibahas, di antaranya: (1) pengaturan mengenai penyerentakan sumpah janji (pelantikan) DPRD pada bulan November 2024; (2) pengaturan mengenai pelaksanaan pemungutan suara pilkada yang dimajukan menjadi September 2024; (3) pengaturan mengenai penyesuaian jumlah anggota bawaslu provinsi, bawaslu kabupaten/kota, dan panwaslu kecamatan sesuai dengan UU Pemilu, dan penambahan jumlah panwaslu kelurahan/desa dari satu orang menjadi tiga orang.
Baca juga: Consid: Putusan MK soal pilkada pertanda baik masa depan demokrasi
Pada saat permulaan rapat, Wakil Ketua Badan Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyampaikan bahwa DIM RUU Pilkada yang telah diserahkan oleh Pemerintah berjumlah 496 DIM.
Disebutkan pula terdapat 336 DIM tetap, tujuh DIM perubahan redaksional, sembilan DIM perubahan substansi, empat DIM dihapus, dan 140 DIM usulan baru.
Awiek, sapaan karib Achmad Baidowi, juga menjelaskan bahwa RUU Pilkada bukan merupakan RUU yang baru diusulkan parlemen, melainkan telah bergulir sejak tahun lalu dan disepakati menjadi RUU usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 21 November 2023.
Namun, dia menyebut pembahasan RUU Pilkada sempat tertunda lantaran gelaran Pilpres 2024, serta Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menolak jadwal pelaksanaan Pilkada 2024 dimundurkan sehingga pembahasan baru dilanjutkan pada hari Rabu ini.
"Jadi, ini bukan RUU yang baru diusulkan, melainkan merupakan kelanjutan dari usul inisiatif DPR yang dalam hal ini, hari ini merupakan kelanjutan dalam pembahasan Tingkat I," kata Awiek.
Pada rapat tersebut turut hadir pula sejumlah pimpinan Baleg DPR RI, yakni Ketua Baleg DPR RI Wihadi Wiyanto serta para wakil ketua Baleg DPR RI: Ichsan Soelistio, Willy Aditya, dan Abdul Wahid.
Baca juga: Ambang batas pencalonan Pilkada berubah, setelah keputusan MK
Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Putusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Adapun Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024