Samarinda (ANTARA Kaltim) – Implementasi kurikulum 2013/2014 dalam penerapannya mulai menuai polemik dari beberapa pihak. Perubahan kurikulum terutama pada jenjang Sekolah Dasar (SD) di antaranya menghapuskan mata pelajaran Bahasa Inggris. Beberapa pihak yakin, efeknya siswa SD akan menjadi tidak fasih berbahasa inggris.
Menilik hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim yakni Encik Widyani menyatakan perubahan sistem dalam kurikulum ini tentu saja dalam tahap peningkatan mutu pendidikan. Jadi masyarakat jangan keburu berpikiran negatif dalam penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris ini.
“Saya anjurkan agar masyarakat jangan terburu-buru momvonis negatif kebijakan ini. Kebijakan ini tentu saja dikeluarkan pemerintah bukan tanpa sebab. Kajian demi kajian dan uji publik pastilah sudah dilakukan, sebelum kebijakan penghapusan pelajaran bahasa Inggris ini akan diberlakukan,†kata Encik.
Mengacu pada pembinaan pendidikan di Kaltim sendiri, politikus Partai Golkar ini meyakini jika penghapusan bahasa Inggris di kurikulum baru itu diganti dengan pelajaran pendidikan karakter yang memuat nilai-nilai lokal seperti bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Stigma negatif akan penghapusan pelajaran bahasa Inggris yang telanjur beredar di masyarakat luas perlahan harus dihapuskan. Pemerintah harus meyakinkan mereka untuk tidak khawatir jika siswa kurang fasih berbahasa Inggris jika tidak dimulai dari tingkatan awal.
Kurikulum yang baru akan menitikberatkan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Jadi, pelajaran bahasa Inggris sendiri bukan ditiadakan lagi, namun hanya mengalami transisi menjadi kegiatan ekstrakulikuler. Jam pelajaran yang seharusnya digunakan untuk pelajaran bahasa Inggris akan diganti muatan lokal yang lebih dititikberatkan pada ilmu akhlak, seperti membina budi pekerti sejak dini dan menghapus budaya tawuran pelajar.
“Jadi, bukan berarti pelajaran bahasa Inggris akan dihilangkan sepenuhnya. Justru akan lebih baik jika dimasukan saja ke kegiatan ekstrakulikuler. Saya harap masyarakat tidak khawatir akan transisi mata pelajaran ini. Karena sifatnya yang lebih mengarah ke pembentukan kepribadian, maka kurikulum yang baru nantinya akan condong membentuk akhlak dan budi pekerti pada anak didik sejak pendidikan dasar,†kata Encik lagi.
Dilanjutkannya, masa sekolah dasar akan lebih baik jika difokuskan pada pembentukan moral dan cinta Tanah Air. Mayoritas anak sekolah dasar itu baru tertatih-tatih dalam belajar membaca, meskipun ada juga yang bisa membaca namun belum lancar dan cepat kemudian mereka juga diharuskan mempelajari bahasa Inggris yang tulisan dan cara membacanya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Belum lagi jika mendapatkan fakta, anak-anak sekarang yang tidak mengerti bahasa daerah asal daerahnya sendiri, bisanya hanya bahasa indonesia dan Inggris. Akan sangat dikhawatirkan jika rasa nasionalis mereka terhadap budaya sedikit demi sedikit terus tersisihkan.
“Hal ini yang harus kita jaga bersama. Jangan sampai kepribadian anak hanya menjurus kepada hal yang modern saja namun melupakan warisan budaya negeri sendiri. Sekali lagi saya tekankan, penghapusan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar juga dilakukan secara bertahap.
Tahun ini hanya kelas satu dan dua yang tidak mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Pada tahun ajaran 2014/2015, mata pelajaran Bahasa Inggris di SD tidak diajarkan untuk kelas satu, dua, tiga, dan empat. Tahun selanjutnya, pada 2015/2016, kelas satu, dua, tiga, empat, dan lima tidak mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Barulah pada 2016/2017, seluruh tingkat pendidikan SD tak akan mendapat pelajaran Bahasa Inggris,†tutup Encik. (Humas DPRD Kaltim/adv/tos/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Menilik hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim yakni Encik Widyani menyatakan perubahan sistem dalam kurikulum ini tentu saja dalam tahap peningkatan mutu pendidikan. Jadi masyarakat jangan keburu berpikiran negatif dalam penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris ini.
“Saya anjurkan agar masyarakat jangan terburu-buru momvonis negatif kebijakan ini. Kebijakan ini tentu saja dikeluarkan pemerintah bukan tanpa sebab. Kajian demi kajian dan uji publik pastilah sudah dilakukan, sebelum kebijakan penghapusan pelajaran bahasa Inggris ini akan diberlakukan,†kata Encik.
Mengacu pada pembinaan pendidikan di Kaltim sendiri, politikus Partai Golkar ini meyakini jika penghapusan bahasa Inggris di kurikulum baru itu diganti dengan pelajaran pendidikan karakter yang memuat nilai-nilai lokal seperti bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Stigma negatif akan penghapusan pelajaran bahasa Inggris yang telanjur beredar di masyarakat luas perlahan harus dihapuskan. Pemerintah harus meyakinkan mereka untuk tidak khawatir jika siswa kurang fasih berbahasa Inggris jika tidak dimulai dari tingkatan awal.
Kurikulum yang baru akan menitikberatkan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Jadi, pelajaran bahasa Inggris sendiri bukan ditiadakan lagi, namun hanya mengalami transisi menjadi kegiatan ekstrakulikuler. Jam pelajaran yang seharusnya digunakan untuk pelajaran bahasa Inggris akan diganti muatan lokal yang lebih dititikberatkan pada ilmu akhlak, seperti membina budi pekerti sejak dini dan menghapus budaya tawuran pelajar.
“Jadi, bukan berarti pelajaran bahasa Inggris akan dihilangkan sepenuhnya. Justru akan lebih baik jika dimasukan saja ke kegiatan ekstrakulikuler. Saya harap masyarakat tidak khawatir akan transisi mata pelajaran ini. Karena sifatnya yang lebih mengarah ke pembentukan kepribadian, maka kurikulum yang baru nantinya akan condong membentuk akhlak dan budi pekerti pada anak didik sejak pendidikan dasar,†kata Encik lagi.
Dilanjutkannya, masa sekolah dasar akan lebih baik jika difokuskan pada pembentukan moral dan cinta Tanah Air. Mayoritas anak sekolah dasar itu baru tertatih-tatih dalam belajar membaca, meskipun ada juga yang bisa membaca namun belum lancar dan cepat kemudian mereka juga diharuskan mempelajari bahasa Inggris yang tulisan dan cara membacanya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Belum lagi jika mendapatkan fakta, anak-anak sekarang yang tidak mengerti bahasa daerah asal daerahnya sendiri, bisanya hanya bahasa indonesia dan Inggris. Akan sangat dikhawatirkan jika rasa nasionalis mereka terhadap budaya sedikit demi sedikit terus tersisihkan.
“Hal ini yang harus kita jaga bersama. Jangan sampai kepribadian anak hanya menjurus kepada hal yang modern saja namun melupakan warisan budaya negeri sendiri. Sekali lagi saya tekankan, penghapusan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar juga dilakukan secara bertahap.
Tahun ini hanya kelas satu dan dua yang tidak mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Pada tahun ajaran 2014/2015, mata pelajaran Bahasa Inggris di SD tidak diajarkan untuk kelas satu, dua, tiga, dan empat. Tahun selanjutnya, pada 2015/2016, kelas satu, dua, tiga, empat, dan lima tidak mendapat pelajaran Bahasa Inggris. Barulah pada 2016/2017, seluruh tingkat pendidikan SD tak akan mendapat pelajaran Bahasa Inggris,†tutup Encik. (Humas DPRD Kaltim/adv/tos/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014