Mardiah, siswi kelas II SMK Farmasi Samarinda, lebih banyak diam meskipun ibu-ibu di sekelilingnya saling bercerita mengenai berbagai hal. Walau Mardiah membisu tetapi kedua tangannya cekatan menggulung adonan tepung, bumbu, dan ikan tenggiri yang siap digoreng menjadi amplang.

Mardiah adalah anak dari salah seorang ibu anggota Kelompok Simpan Pinjam kaum Perempuan (SPP) Bina Bersama Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kaltim.

Mardiah bisa membantu ibunya membuat amplang di Samboja karena saat itu dia sedang libur sekolah dalam rangka bulan Ramadhan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Kunjungan satuan kerja (Satker) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Provinsi Kaltim ke Kecamatan Samboja, Mardiah bersama ibunya dan ibu-ibu lain anggota SPP setempat sedang membuat adonan amplang, sedangkan salah seorang ibu lainnya sedang menggoreng amplang.

Kegiatan itu dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kusuma Dewi, Samboja. PKBM tersebut dibangun melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) tahun 2011 dengan dana senilai Rp192 juta.

Hingga kini PKBM tersebut sudah mampu mencetak ratusan sumberdaya manusia (SDM) karena wadah berkarya tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan peningkatan SDM, seperti belajar membaca dan berhitung, mengaji, pelatihan keterampilan tertentu seperti membuat amplang, membuat suvenir, dan berbagai jenis pelatihan lainnya.

Menurut Khurotin, Ketua SPP Bina Bersama Samboja, berbagai jenis usaha yang dijalankan kaum wanita di Desa Handil Baru dan sekitarnya yang berada di bawah koordinasi SPP Bina Bersama, telah dijalankan sejak 2009.

Saat itu jumlah anggota SPP Bina Bersama sekitar enam orang. Tetapi seiring dengan perkembangan usaha yang dijalankan para anggota, maka banyak warga lainnya yang ikut bergabung sehingga saat ini jumlah anggotanya sebanyak 10 orang.

Di sisi lain, warga juga ingin membentuk kelompok SPP baru karena melihat keberhasilan kelompok SPP dalam binaan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Samboja, sehingga di Handil Baru dan sekitarnya kini telah berdiri 7 Kelompok SPP yang semuanya di bawah koordinator SPP Bina Bersama.

Menurut dua, tujuh kelompok SPP itu total beranggotakan sekitar 80 orang dengan usaha yang dijalankan bermacam-macam, seperti membuat amplang, membuat keripik pisang, jualan sembako, pedagang kaki lima, menjual bakso, menjual gorengan, dan lainnya.

Saat ini, katanya, khusus di SPP Bina Bersama mendapat pinjaman modal usaha dari UPK Samboja senilai Rp34 juta untuk dibagikan kepada 10 anggota kelompok. Sedangkan total pinjaman modal untuk tujuh kelompok SPP di bawah koordinasinya, dia mengaku lupa persisnya, namun seingatnya lebih dari Rp200 juta.

Khusus untuk amplang yang dibuat oleh Kelompok SPP Bina Bersama, untuk sekali mengadon dilakukan perbandingan 2 kg ikan tenggiri dan 2 kg tepung. Dalam satu hari bisa melakukan 3-4 kali mengadon.

Untuk setiap adonan mampu menghasilkan 50 bungkus amplang yang sudah digoreng. Sedangkan harga jual untuk tiap bungkus bervariasi, yakni untuk pembeli dalam jumlah banyak atau untuk dijual lagi seharga Rp8 ribu per bungkus, sedangkan harga jual eceran paling murah senilai Rp10 ribu per bungkus.

"Kami bersyukur karena telah dibangunkan PKBM sehingga mampu mencetak SDM unggul. Apalagi kami juga diberi pelatihan cara membuat amplang, makanan ringan khas Kaltim. Terima kasih PNPM," kata Khurotin.

Sementara Anwar, Ketua UPK Samboja mengatakan bahwa usaha SPP di Samboja mulai berjalan pada 2007. Sejak saat itu, banyak surplus yang telah diperolehnya sehingga dana surplus tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan sosial.

Di antaranya adalah untuk sunatan massal, pemberian sembako bagi warga miskin, pemberian makanan tambahan (gizi tambahan) baik pada anak-anak maupun bagi manusia usia lanjut (manula).

Hingga kini, lanjut Anwar, total aset yang dimiliki oleh UPK Samboja dari berbagai jenis usaha yang dijalankan mencapai Rp12 miliar. Sedangkan surplus yang diperoleh saat ini mencapai Rp800 juta.

Bahkan, katanya, dari hasil surplus tersebut, pihaknya berencana membangun gedung UPK Samboja ukuran 8 x 12 meter dengan nilai Rp250 juta, di atas lahan seluas 10 x 77 meter. Menurutnya, dalam waktu dekat gedung UPK segera dibangun karena lahannya sudah matang.

Sejak PNPM-MPd masuk Samboja, kata dia lagi, banyak manfaat yang dirasakan warga setempat, karena selain telah berhasil membangun PKBM, juga telah membangun gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) senilai Rp243 juta, juga telah terbangunnya sejumlah infrastruktur lain yang dibutuhkan warga desa.



Angkutan Sawit Lancar

Tak bisa dipungkiri oleh siapapun bahwa program pembangunan yang langsung menyentuh masyarakat karena usulannya dari masyarakat, pasti manfaatnya sangat besar dan hasilnya juga memuaskan karena yang turut mengawasi pembangunan juga masyarakat setempat.

Salah satu manfaat dari PNPM-MPd di RT 08, Desa Giri Purwa, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim.

Di desa tersebut, pada tahun 2012 dilakukan pekerjaan berupa perkerasan jalan usaha tani dengan volume 3,2 meter x 600 meter plus gorong-gorong tiga unit.

Jumlah dana yang diambilkan dari PNPM-MPd saat itu senilai Rp314,7 juta. Dilihat dari nilai pekerjaan memang cukup kecil, tetapi hasilnya sangat memuaskan karena pekerja dan pengawasnya merupakan warga setempat sehingga hasilnya lebih baik.

"Alhamdulillah, berkat perkerasan jalan yang dibangun dari dana PNPM, kini angkutan sawit saya menjadi lancar. Begitu pula dengan teman-teman lainnya yang juga memiliki kebun sawit dan menggunakan jalan ini, semua mengucapkan terima kasih kepada PNPM," kata Sugianto, petani sawit di Desa Giri Purwa, Penajam.

Di kawasan itu, Sugianto mengaku telah memiliki lahan kebun sawit seluas 25 hektare (ha), namun belum semuanya ditanam dan yang sudah ditanam pun belum semuanya berbuah karena umurnya ada yang 1-2 tahun, sedangkan selebihnya yang sekitar 12 ha sudah berbuah karena usia tanamnya antara 3 tahun hingga 12 tahun.

Dulu katanya, sebelum ada pengerasan jalan, maka ketika hujan turun, dia tidak bisa mengangkut sawit ke luar karena masih berupa jalan tanah. Kalaupun bisa, namun tidak maksimal karena jalan yang dilaluinya sangat becek, berlumpur, dan tidak bisa dilalui kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat.

Namun sejak PNPM-MPd masuk dan membangun jalan usaha tani, maka angkutan sawit miliknya menjadi lancar meskipun hujan deras. Bahkan kendaraan yang mengangkut sawit miliknya bisa memuat hingga 10 ton melalui jalan yang hanya 600 meter tersebut.

Meskipun perkerasan jalan hanya 600 meter, tetapi dia mengaku sangat bersyukur karena jika tidak ada jalan tersebut, maka pihaknya tidak akan mampu mengeluarkan buah sawit dalam jumlah besar, mengingat perkebunannya bukan hanya tersebar di pinggir jalan, tetapi hingga ke dalam agak jauh dari jalan.

Berkat adanya pengerasan jalan, maka dia bersama tenaga kerjanya tidak perlu mengangkut tandan buah segar (TBS) sawit hingga ke jalan utama, tetapi cukup dikumpulkan di pinggir jalan yang dibangun dari dana PNPM, selanjutnya truk pengangkut sawit sudah bisa masuk dan mengangkutnya ke pabrik pengolah crude palm oil (CPO) di kawasan Penajam.

"Saya dulu ya di Penajam sini, tetapi kehidupan saya tidak menentu karena hasil bertani waktu itu sangat kecil. Kemudian pada 1979 saya merantau ke Kuala Lumpur menjadi TKI dan bekerja di perusahaan sawit. Selama 22 tahun saya di sana, kemudian saya berfikir ingin kembali ke kampung untuk bertanam sawit," katanya.

Kesadaran kritisnya dalam membangun desa itulah yang kemudian membawanya kembali ke Penajam. Apalagi dia sudah mengantongi modal besar untuk bertanam sawit, yakni selain modal uang yang lumayan, juga yang utama adalah modal pengalaman dan modal kemauan.

Akhirnya pada 2002 sesampai di Penajam, dia kemudian membeli lahan sekitar 5 ha yang selanjutnya ditanami kelapa sawit. Alhasil, dari jerih payah dan kesabarannya dalam berkebun, kini dia telah memetik hasilnya.

Pada tahun 2002 lalu, katanya, harga lahan per hektare sangat murah karena selain belum ada kebun sawit juga masih kawasan hutan sehingga belum ada warga yang berfikir untuk memanfaatkan lahan, apalagi lokasinya dari jalan juga jauh. Tetapi kini harga lahan sudah sangat mahal karena banyak kebun sawit dan sudah ada jalan tembus ke pertanian.

Sementara itu, Wilson Sinaga, warga Penajam lainnya yang juga memiliki lahan sawit di RT 08 kawasan Desa Giri Purwa, juga mengaku sangat bersyukur atas dilakukannya perkerasan jalan dari dana PNPM sehingga dia tidak perlu bersusah payah ketika hari hujan karena jalan yang dilaluinya tetap lancar.

Meskipun dia mengaku lahan sawit di kawasan itu tidak sebanyak yang dimiliki oleh Sugianto, tetapi dia tetap bersyukur atas adanya jalan perkerasan itu sehingga dia bersama warga lainnya turut merasakan manfaat dari hasil penjualan sawit setelah melalui jalur perkerasan tersebut.

Sementara Samiran, Kepala Dusun setempat juga mengaku bersyukur setelah dibangunnya perkerasan jalan tersebut, sehingga di bersama wargany turut serta merasakan manfaatnya, baik untuk transportasi angkutan sawit maupun untuk angkutan hasil pertanian lain. (*) 

Pewarta: oleh M Ghofar

Editor : Masnun


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014