Kementerian Komunikasi dan Informatika terus memperkuat kolaborasi untuk menangkal berbagai konten negatif dalam upaya menjaga Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 yang damai.
"Kita tidak bekerja sendiri tentunya tetapi juga melakukan kolaborasi dengan berbagai stakeholder yang lain terutama bagaimana melibatkan komunitas - komunitas untuk aware untuk peduli dan konsen dengan penyebaran hoaks ini," ujarnya dalam rilis pers, Rabu (18/10).
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Rilis Survei Opini Publik: Proyeksi dan Mitigasi Gangguan Informasi Pemilu 2024 di Jakarta Pusat, Rabu (18/10).
Dia mengatakan, dengan pengalaman penyelenggaraan Pemilu dua kali pada tahun 2014 dan 2019, Kementerian Kominfo memiliki infrastruktur monitoring untuk menangani disinformasi, misinformasi dan juga malinformasi.
Selain itu, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait dalam melakukan filter terhadap konten negatif, seperti ujaran kebencian yang berpotensi memecah keutuhan dan mempertajam polarisasi dalam masyarakat.
“Kita tidak ingin Pemilu 2024 menjadi momen yang negatif buat keutuhan masyarakat dan bangsa. Kita ingin diskusi bisa berkembang dengan dinamis. Meskipun ada perbedaan pendapat, itu biasa, tapi tidak sampai mengarah pada ujaran kebencian, penyebaran disinformasi dan misinformasi yang memberikan efek negatif buat masyarakat,” kata dia.
Nezar menegaskan bahwa Kementerian Kominfo tetap mendukung kebebasan berpendapat. Menurutnya. tidak ada satu kebijakan yang membatasi kebebasan berbicara dan pihaknya ikut serta menjaga ruang kebebasan berbicara tersebut.
Namun, kata dia, ruang kebebasan berbicara tetap diatur oleh sejumlah regulasi. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar ruang kebebasan tersebut tidak digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan disinformasi yang menyesatkan masyarakat dan juga mempertajam polarisasi.
Dalam kesempatan itu, Wamenkominfo turut mengapresiasi CSIS dan Google Indonesia yang telah melakukan survei opini publik terkait penggunaan internet yang sehat dalam rangka Pemilu 2024.
"Kita mencatat beberapa hasil survei ini sangat berguna yaitu ada peningkatan pemakaian media sosial juga oleh generasi muda. Kemudian bagaimana konten yang beredar di platform media sosial itu bisa dilihat dari kecenderungan disinformasi yang dihasilkan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menilai peran serta para peserta Pemilu sangat penting dalam membantu meminimalisir banjir disinformasi selama penyelenggaraan pesta demokrasi.
"Harus ada integritas dari para pesertanya, karena kalau tidak, pengikutnya akan lebih kacau. Untuk itu juga perlu yang namanya channel-channel resmi dari pada para peserta sebagai rujukan. Kalau ada persoalan, check and re-check-nya di situ," kata dia.
Semuel menambahkan bahwa hasil survei dari CSIS dan Google Indonesia dapat menjadi referensi penetapan program ataupun mengkaji ulang program yang sudah ada di Kementerian Kominfo.
"Saya sangat berterimakasih dengan hasil kajian ini. Mungkin kita bisa berkolaborasi lebih dalam lagi. Karena banyak sekali program terutama dalam pencegahan hoaks. Kita punya program literasi digital, jangan-jangan fokus literasi digital kita yang perlu diperbaiki atau ada program lain yang perlu diperbaiki," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023