Produksi berbagai jenis ukiran dari limbah kayu yang dihasilkan kelompok perajin "Nengayetna" terus meningkat.

"Hasil ukiran saya sendiri mencapai ratusan per bulan dengan hasil penjualan rata-rata mencapai Rp10 juta dengan keuntungan bersih sekitar Rp6 juta per bulan," kata tokoh dayak itu dengan wajah ceria. Demikian juga anggota lainnya juga bisa meraup kentungan jutaan rupiah setiap bulan.

Kini para anggota kelompok perajin "Nengayetna" mengaku kewalahan memenuhi pesanan antara lain dari Sangatta, Bontang dan Samarinda. Paling banyak dipesan adalah cobek dari bahan limbah kayu ulin dan batang cangkul.

"Berapapun kami antar ke toko penjual produksi kami dibayar tunai. Dengan demikian, kami sangat yakin dengan berdirinya pusat kerajinan ukiran khas Kutai Timur yang bina oleh PT Pertamina EP Asset 5 Field Sangatta ini akan semakin maju," kata Tanen Uyang.

Para perajin ini saja mampu memenuhi permintaan konsumen lokal, tapi juga akan bisa menembus pasar nasional, bahkan hingga negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Sinpapore.

Pusat kerajinan ukiran limbah kayu ini nantinya akan menjadi salah satu ikon pariwisata Kutai Timur, karena akan menjadi pusat kerajinan ukiran kayu.

Menurut rencana pusat kerajinan ini juga akan dijadikan pusat pelatihan ukiran kayu bagi anak-anak putus sekolah serta warga lain yang berminat, sekaligus untuk melestarikan ukiran khas Kutai Timur.

Tanen Uyang mengaku yakin, dengan semakin berkembangnya usaha kelompok "Nengayetna" mitra binaan Pertamina EP Asset 5 Field Sangata, tidak lagi menjadi ketergantungan dengan bantuan-bantuan, namun masyarakat lokal disini mampu mandiri.

"Saya yakin dengan peran Pertamina Asset 5 Field Sangatta, membina masyarakat lokal khususnya suku Dayak Kenyah akan mampu mandiri tanpa menggantungkan diri dari bantuan-bantuan orang lain," ujarnya.

Piqau (69), warga suku Dayak Kenyah yang juga perajian ukiran kayu mengaku optimis keberadaan pusat kerajinan ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Taman Nasional Kutai.

Kendati sudah usia lanjut (lansia) perajin dari suku dayak ini juga masih nampak semangat bergabung dengan kelompok "Nengayetna" ini sejak awal berdiri tahun 2010. Dengan harapan bisa memperoleh hasil untuk biaya hidup sehar-hari.

Pria kelahiran Kampung Long Saebaran Long Nawang Sungai Kayan Ulu dengan asli Udau Taja ini, kini tinggal sendrian di sebuah gubuk beratap daun nipah dengan dinding papan seadanya. Namun di semuah sudut rumahnya dihiasi puluhan ukiran perisai/tameng berornamen khas dayak

"Saya memang mahir membuat perisai/tameng yang diukir sejak masih remaja. Kartena itu biar sudah tua saya tetap senang membuat ukiran," kata Piqau yang mengaku pernah tinggal puluhan tahun di Mekar Baru Kecamatan Busang, sebelum pindah ke Sangatta tahun 2003 lalu.

Saat itu Piqua bersama istrinya pindah ke Sangatta dengan membawa anak-anak mencari penghidupan dan mengadu nasib, karena di Mekar Baru, relatif sulit mencari nafkah.

Menurut dia, kendati hasil bumi cuku banyak namun karena keterbatasan transportasi hasil pertanian itu sulit dipasarkan, begitu juga hasil ukiran yang dibuat tidak laku.

"Istri saya meninggal dunia tiga tahun silam dan anak-anak sudah berkeluarga, satu orang masih sekolah di salah satu SMA di Kota Bontang, dia masih butuh biaya untuk sekolah. Karena itu saya harus tetap bekerja," kata Piqau dengan penuh semangat.

Kini dimasa tuanya ia tinggal sendirian di rumah dan akan tetap berjuang untuk mencari rezeki dan agar bisa membiayai anaknya hingga lulus sekolah nanti.

"Saya bersyukur karena bisa menjadi anggota Kelompok Nengayetna ini sejak berdiri, sebab dari hasil ukir inilah saya masih bisa bertahan hidup dan juga membiayai anak saya masih sekolah di SMA," kata Piqau sambil sesekali meneteskan air matanya.

Kulitnya nampak keriput dan kering, tapi semangat juangnya patut ditiru. Semangat untuk terus berkarya tetap berkobar.

Menurut Piqau, sebelum menjadi mitra binaan Pertamina EP Field Sangata, hasilnya dari membuat ukiran tidak seberapa. Ukiran perisai/tameng bisa terjual dua buah dalam sebulan dengan harga rata-rata Rp250 ribu per buah.

"Begitu juga ukiran lainnya sangat jarang dibeli orang. Bertahun-tahun saya dan keluarga sampai saya sendirian tinggal disini hanya hidup pas-pasan, tidak seperti yang kami harapkan ketika awal meninggalkan kampung halaman," katanya.

Setelah Kelompok Nengayetna menjadi binaan Pertamina, para perajin ini bisa memdapatkan uang jutaan rupiah dalam setiap bulan. Uang itu hasil ukiran yang dibeli pertamina Sangatta, seperti Tameng dan Mandau.

"Sekarang saya bisa mendapat uang sekitar Rp3 juta sampai Rp4 juta dalam satu bulan dari hasil ukiran saya yang dibeli orang perusahaan dan bos-bos Pertamina Sangatta," kata Piqau yang juga mendapat bantuan listrik "solar cell" dari Pertamina EP Sangatta.

Dari hasil menjual ukiran itu, kebutuhan para perajin tercukupi dan juga bisa untuk membiayai anak-anak untuk melanjutkan pendidikannya. Bahkan dari hasil ukiran yang rutin dibeli Pertamina, anak-anak bisa menyisihkan sebagian untuk menabung uang di Bank.

Kewalahan

Pengakuan serupa sama juga diungkapkan Yosef (52), anggota Kelompok perajin Nengayetna, bahwa sejak kelompok ini menjadi mitra binaan PT Pertamina EP Sangatta, banyak perubahan yang dirasakan.

"Pendapatan kami dari hasil menjual kerajinan rata-rata mencapai Rp5 juta per bulan. Bantuan peralatan alat dari Pertamina itu sangat membantu kami untuk meningkatkan produksi dan juga pemasaran. Sehingga saat ini kami yang kewalahan memenuhi pesanan dari pada pemilik toko di Sangatta, Bontang dan Samarinda," katanya.

Bahkan banyak pedagang dari Bulungan dan Nunukan yang memesan untuk mereka jual ke Malaysia, tapi belum bisa dipenuhi, karena para perajin masih mengutamakan kebutuhan lokal.

Menurut Yosef yang memiliki empat orang anak ini, target produksi setiap hari 10 buah cobek atau dengan harga rata-rata Rp350 per ribu, tapi hanya bisa diproduksi sebanyak 5 buah atau dengan hara Rp150 ribu atau sebanyak 150 buah per bulan dengan nilai Rp4,5 juta.

Itu baru hasil kerajinan berupa cobek, belum lagi tameng, miniatur pumping unit pertamina, dan sarung mandau.

"Jadi kalau dihitung-hitung pendapatan kami dari hasil penjualan barang kerajinan ukir bisa mencapai Rp10 juta per bulan. Tapi kami juga ada kesibukan lain. Seperti berkebun dan merawat tanaman dan juga urusan lain," kata Yosef.

Karena itu para perajin ukiran kayu berharap bisa meraup keuntungan seterusnya, sehingga tidak lagi bergantung dari bantuan perusahaan seperti PT Pertamina EP Sangatta

Filed Manager PT Pertaminan Eksplorasi dan Produksi Sangatta Abdul Muhar didampingi Manager Layanan Operasi Nanang Electra Abiproyo mengatakan, pelaksanaan program CSR bertujuan merespon dampak yang ditimbulkan oleh karakteristik bisnis yang dijalankan oleh perusahaan sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dalam tiga tahun terakhir, CSR Pertamina EP Sangatta mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni tahun 2011 sebesar Rp1,3 miliar, meningkat menjadi Rp2,6 miliar tahun 2012 atau mengalami kenaikan 42 persen.

Sedangkan tahun 2013 ini dana CSR sudah terserap 90 persen atau sekitar Rp3,2 miliar dari alokasi anggaran sebesar Rp3,5 miliar.

"Peningkatan alokasi dana CSR itu meliputi beberapa program, yakni bidang peningkatan infrastruktur, kesehatan masyarakat, pendidikan, kebudayaan lokal, keagamaan, pelestarian lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat disekitar area operasi perusahaan," katanya.

Menurut Abdul Muhar, keunggulan-keunggulan kompetitif melalui program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang inovatif, efektif dan berkesinambungan dalam rangka mendukung kemandirian masyarakat.

Perusahaan pun berharap program CSR dapat menciptakan dampak yang signifikan dan memberikan nilai tambah bagi seluruh pemaku amanah.

"Kami akan terus mendorong para pengusaha dan industri kecil terutama suku dayak ini supaya mereka memiliki usaha yang jelas dan tetap, sehingga kedepannya harapan kita mereka bisa mandiri tanpa harus menggantungkan hidupnya dari bantuan pihak lain," kata Abdul Muhar.

Perjuangan suku Dayak Kenyah yang tak kenal menyerah, "merajut asa di Belantara Sangkima" di Taman Nasional Kutai nampaknya telah membuahkan hasil. Kini mereka telah berhasil merengkuh bahagia dan menuai sejahtera. (*)

Pewarta: Oleh Adi Sagaria

Editor : Masnun


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013