Sangatta (ANTARA Kaltim) - Luas areal untuk pengembangan tanaman jenis nilam di Kutai Timur, dalam tiga tahun terakhir, berkurang hingga cukup memprihatinkan akibat ditinggalkan petani, kata Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur Achmadi Baharuddin, Jumat.
Menurut Achmadi Baharuddin, merosotnya dan anljloknya lahan pertanian Nilam karena ditinggalkan para petani, karena ada beberapa hal, yakni tidak adanya alat proses penyulingan minyak nilam yang memadai dan kedua adalah mayoritas petani nilam beralih menjadi petani kepala sawit.
"Awal tahun 2000-an, pamor tanaman nilam Kutai Timur mencuat menggembirakan hingga mencapai ribuan hektare lahan. Bahkan sejumlah petani mulai marasakan hasil penjualan produk minyak nilam," kata Achmad Baharuddin.
Namun memasuki tahun 2009, kata dia, minat petani mulai menurun sehingga luas lahan terus merosot dan hingga saat ini tinggal puluhan haktare saja tanaman nilam milik warga. "Itu pun hanya untuk iseng-iseng bukan lagi untuk diproduksi," ujarnya.
Ada beberapa alasan dan penyebab para petani kurang bergairah lagi mengembangkan jenis tanaman ini, di antaranya karena alasan biaya tinggi dan alat proses penyulingan tidak ada dan kedua petani lebih memilih menjadi pekerja di perkebunan kelapa sawit.
"Mayoritas petani memilih bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit dan meninggalkan bertani menanam nilam," ujarnya.
Petani di sini, menurut Achmadi, ingin mendapatkan hasil yang lebih cepat, karena dengan menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit akan lebih cepat pula memperoleh uang. Sedangkan kalau menanam nilam butuh waktu lama untuk mendapatkan uang.
"Petani banyak beralih menjadi pekerja kebun sawit karena menghasilkan uang lebih cepat," ujar Achmadi.
Alasan lain, mereka memilih beralih profesi, adalah adanya hamah yang mengakibatkan pembusukan nilam, katanya.
Banyak petani yang mengeluhkan hama perusak nilam, yang membuat biaya petani cukup tinggi sedangkan hasilnya saat produksi belum tentu bisa menutupi biaya selama masa perawatan.
Dikatakan Achmad, bahwa, pihak Dinas Perkebunan mulai melakukan pendekatan dengan petani lainnya, untuk kembali mengembangkan jenis tanaman ini, karena memiliki nilai jual yang cukup menjanjikan di pasaran.
Beberapa lokasi di beberapa kecamatan memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan jenin tanaman nilam ini,seperti di Teluk Pandan, Rantau Pulung, Bengalon, Busang, Karangan, Sandaran dan Sangatta.
"Khusus di desa Tepian langsat kecamatan Sangatta Utara dan Rantau Pulung pernah berhasil menjadi pusat tanaman nilam," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Menurut Achmadi Baharuddin, merosotnya dan anljloknya lahan pertanian Nilam karena ditinggalkan para petani, karena ada beberapa hal, yakni tidak adanya alat proses penyulingan minyak nilam yang memadai dan kedua adalah mayoritas petani nilam beralih menjadi petani kepala sawit.
"Awal tahun 2000-an, pamor tanaman nilam Kutai Timur mencuat menggembirakan hingga mencapai ribuan hektare lahan. Bahkan sejumlah petani mulai marasakan hasil penjualan produk minyak nilam," kata Achmad Baharuddin.
Namun memasuki tahun 2009, kata dia, minat petani mulai menurun sehingga luas lahan terus merosot dan hingga saat ini tinggal puluhan haktare saja tanaman nilam milik warga. "Itu pun hanya untuk iseng-iseng bukan lagi untuk diproduksi," ujarnya.
Ada beberapa alasan dan penyebab para petani kurang bergairah lagi mengembangkan jenis tanaman ini, di antaranya karena alasan biaya tinggi dan alat proses penyulingan tidak ada dan kedua petani lebih memilih menjadi pekerja di perkebunan kelapa sawit.
"Mayoritas petani memilih bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit dan meninggalkan bertani menanam nilam," ujarnya.
Petani di sini, menurut Achmadi, ingin mendapatkan hasil yang lebih cepat, karena dengan menjadi pekerja diperkebunan kelapa sawit akan lebih cepat pula memperoleh uang. Sedangkan kalau menanam nilam butuh waktu lama untuk mendapatkan uang.
"Petani banyak beralih menjadi pekerja kebun sawit karena menghasilkan uang lebih cepat," ujar Achmadi.
Alasan lain, mereka memilih beralih profesi, adalah adanya hamah yang mengakibatkan pembusukan nilam, katanya.
Banyak petani yang mengeluhkan hama perusak nilam, yang membuat biaya petani cukup tinggi sedangkan hasilnya saat produksi belum tentu bisa menutupi biaya selama masa perawatan.
Dikatakan Achmad, bahwa, pihak Dinas Perkebunan mulai melakukan pendekatan dengan petani lainnya, untuk kembali mengembangkan jenis tanaman ini, karena memiliki nilai jual yang cukup menjanjikan di pasaran.
Beberapa lokasi di beberapa kecamatan memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan jenin tanaman nilam ini,seperti di Teluk Pandan, Rantau Pulung, Bengalon, Busang, Karangan, Sandaran dan Sangatta.
"Khusus di desa Tepian langsat kecamatan Sangatta Utara dan Rantau Pulung pernah berhasil menjadi pusat tanaman nilam," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013