Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di daerah luar membawa keuntungan bagi pedagang hewan kurban lokal karena pedagang dari luar daerah tidak masuk, sehingga omzet mereka meningkat ketimbang tahun sebelumnya.
"Biasanya ada pedagang dari luar kota masuk, seperti dari Sulawesi. Kebetulan yang biasanya di Jalan A. Wahab Sjahranie (AWS) ada tujuh lapak sekarang hanya tinggal tiga lapak,” kata salah satu pedagang sapi kurban Dafi di Samarinda, Sabtu.
Ia mengaku, wabah penyakit mulut dan kuku pada sapi tidak mempengaruhi jumlah penjualan hewan kurban, bahkan justru mengalami kenaikan omzet.
Menurutnya, isu wabah PMK memang terjadi di daerah lain dan saat ini tidak ada di Kalimantan Timur (Kaltim) justru berpengaruh terhadap kenaikan harga.
“Harga sapi kurban mengalami kenaikan kisaran Rp3 juta sampai Rp4 juta per ekor," katanya.
Ia mengungkapkan, dulu ia bisa menjual sapi kurban per ekor paling murah dengan harga Rp13 juta, sekarang penjualan paling murah seharga Rp15 juta.
Terus dikatakannya, sapi dagangannya merupakan sapi yang dipasok dari Sulawesi dan NTT, namun dengan regulasi yang sangat ketat seperti melakukan vaksinasi, memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan hingga sapi wajib di karantina minimal 14 hari sebelum dikirim.
"Regulasi ini yang membuat harga sapi modalnya menjadi naik dibanding tahun sebelumnya. Makanya kenaikan per ekor sapi Rp3 juta - Rp4 juta," tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan pedagang sapi kurban Zanang Sulaiman, kasus wabah PMK mempengaruhi harga penjualan dan konsumen menjadi lebih waspada.
"Alhamdulillah, tidak mempengaruhi jumlah penjualan, cuma konsumen lebih waspada seperti menanyakan bagaimana kesehatan sapi terkait penyakit kuku dan mulut serta menanyakan apakah sudah ada sertifikat apa belum," ujar Zanang.
Dia mengatakan, bahwa betul terjadinya kenaikan harga sapi kurban per ekor, bahkan sebelum mendekati Hari Raya Idul Adha harga daging sapi sudah mulai naik sehingga akan mempengaruhi harga sapi per ekor.
"Saya menjual sapi kurban mulai harga Rp16 juta hingga Rp25 juta tergantung kualitas sapi. Artinya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil atau sedang. Kalau yang besar dan berat harganya lebih tinggi," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
"Biasanya ada pedagang dari luar kota masuk, seperti dari Sulawesi. Kebetulan yang biasanya di Jalan A. Wahab Sjahranie (AWS) ada tujuh lapak sekarang hanya tinggal tiga lapak,” kata salah satu pedagang sapi kurban Dafi di Samarinda, Sabtu.
Ia mengaku, wabah penyakit mulut dan kuku pada sapi tidak mempengaruhi jumlah penjualan hewan kurban, bahkan justru mengalami kenaikan omzet.
Menurutnya, isu wabah PMK memang terjadi di daerah lain dan saat ini tidak ada di Kalimantan Timur (Kaltim) justru berpengaruh terhadap kenaikan harga.
“Harga sapi kurban mengalami kenaikan kisaran Rp3 juta sampai Rp4 juta per ekor," katanya.
Ia mengungkapkan, dulu ia bisa menjual sapi kurban per ekor paling murah dengan harga Rp13 juta, sekarang penjualan paling murah seharga Rp15 juta.
Terus dikatakannya, sapi dagangannya merupakan sapi yang dipasok dari Sulawesi dan NTT, namun dengan regulasi yang sangat ketat seperti melakukan vaksinasi, memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan hingga sapi wajib di karantina minimal 14 hari sebelum dikirim.
"Regulasi ini yang membuat harga sapi modalnya menjadi naik dibanding tahun sebelumnya. Makanya kenaikan per ekor sapi Rp3 juta - Rp4 juta," tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan pedagang sapi kurban Zanang Sulaiman, kasus wabah PMK mempengaruhi harga penjualan dan konsumen menjadi lebih waspada.
"Alhamdulillah, tidak mempengaruhi jumlah penjualan, cuma konsumen lebih waspada seperti menanyakan bagaimana kesehatan sapi terkait penyakit kuku dan mulut serta menanyakan apakah sudah ada sertifikat apa belum," ujar Zanang.
Dia mengatakan, bahwa betul terjadinya kenaikan harga sapi kurban per ekor, bahkan sebelum mendekati Hari Raya Idul Adha harga daging sapi sudah mulai naik sehingga akan mempengaruhi harga sapi per ekor.
"Saya menjual sapi kurban mulai harga Rp16 juta hingga Rp25 juta tergantung kualitas sapi. Artinya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil atau sedang. Kalau yang besar dan berat harganya lebih tinggi," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022