Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kerusakan lingkungan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, kata penggiat lingkungan dari Forum Satu Bumi, Valendro Priambodo, sudah masuk dalam kategori kritis.

"Degradasi hutan oleh eksploitasi lingkungan melalui alih fungsi lahan menjadi areal tambang dan perkebunan sawit sebagai pemicu utama terjadinya krisis lingkungan di Provinsi Kaltim," ungkap Valendro Priambodo, ditemui disela-sela aksi peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang digelar Forum Satu Bumi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Rabu.

Selain memasang puluhan foto-foto terkait kerusakan lingkungan yang terjadi di Kaltim, peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang dilaksanakan Forum Satu Bumi tersebut juga diwarnai berbagai kegiatan diantaranya, pembacaan puisi dari seniman pecinta lingkungan, pagelaran musik jalanan, pameran reptil serta pembacaan pernyataan politik Hari Lingkungan Hidup.

"Kami melihat, tidak ada komitmen serius dari pemerintah Provinsi Kaltim untuk menyelematkan lingkungan. Berdasarkan data kami, saat ini terdapat 5,5 juta hektare lahan yang diperuntukkan untuk industri batu bara sementara setiap tahun pembukaan kawasan hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit terus meningkat dan terakhir tercatat sudah 880 hektare," katanya.

"Jika dilihat dari program MP31, pembangunan hanya diprioritaskan pada sentor industri ekstratif sementara Pemerintah Provinsi Kaltim tidak pernah berfikir bagaimana membangun industri manufaktur yang kuat," ungkap Valendro Priambodo.

Salah satu upaya percepatan pengrusakan lingkungan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kaltim lanjut dia yakni rencana pembangunan rel kereta api.

"Kami menilai, rencana pembangunan rel kereta api itu akan semakin mempercepat pengerukan kawasan pemukiman pendudukan yang ada di pedalaman dan hutan. Apalagi, 70 persen cadangan batu bara di Kaltim berada di wilayah pedalaman sehingga kita tinggal menunggu kerusakan lingkungan yang lebih luas hingga ke pedalaman," kata Valendro Priambodo.

Dampak yang paling terasa akibat kerusakan lingkungan terseut kata Valendro Priambodo yakni terjadi pergeseran siklus banjir lima tahunan di Kota Samairnda dan Kabupaten Kutai Kartanegara serta kerusakan jalan.

"Siklus banjir lima tahunan di Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara mengalami pergeseran. Jika hujan sedikit saja terjadi maka akan langsung terjadi banjir. Belum lagi dampak ekonomi yang ditimbulkan yakni, keuntungan hasil pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) itu tidak dinikmati masyarakat Kaltim tetapi sebagian besar lari ke luar negeri. Contohnya, di Kabupaten Kutai Timur yang mengalami eksploitasi besar-besaran tetapi masih ada 500 desa yang belum teraliri listrik," ungkap Valendro Priambodo.

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup 2013 itu kata Valendro Priambodo, Forum satu Bumi yang berasal dari berbagai elemen dan pencinta lingkungan di Kaltim mendesak pemerintah untuk segera menasionalisasi aset.

"Selama ini aset yang dimiliki baik di sektor pertambangan maupun perkebunan kelapa sawit bukan dimiliki bangsa kita sehingga keuntungannya semua dibawa lari keluar negeri. Hasil pengerukan SDA itu dijual ke berbagai negara sementara kita hanya menikmati kerusakan akibat eksploitasi tersebut," kata Valendro Priambodo.

Peringatan Hari Lingkungan Hidup di Kaltim tersebut juga dihadiri seorang penggiat lingkungan asal Norwegia, Sigurd Jorde dan sempat menyampaikan orasi dihadapan puluhan aktivis lingkungan hidup.

Sigurd Jorde yang juga mengaku sebagai seorang jurnalis atau wartawan di Norwegia itu mengaku prihatin dengan kondisi lingkungan di Indonesia khususnya di Kaltim.

Pecinta lingkungan yang mengkalim datang ke Indonesia untuk menyelidiki aliran dana pemerintahnya yang bersumber dari dana pensiun warga Norwegia.

Disebutkan, dana pemerintah Norwegia tersebut ada yang mengalir pada dua perusahaan tambang di Kaltim yang mengantongi izin PKP2B.

"Saya akan menyampaikan hasil investasi ini kepada pemerintah saya agar lebih bijaksana dalam menyalurkan bantuan khususnya kepada perusahaan tambang yang tidak peduli lingkungan," kata Sigurd Jorde. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013