Pajak dari sarang burung walet belum optimal sehingga belum bisa diandalkan untuk menambah PAD (pendapatan asli daerah) Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kendati telah ada peraturan daerah sebagai payung hukumnya.

"Kami belum dapat maksimalkan potensi penerimaan pajak melalui usaha sarang burung walet," ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah atau Bapenda Kabupaten Penajam Paser Utara, Tohar di Penajam, Senin.

"Kesulitan untuk optimalkan pungutan pajak sarang burung walet karena tidak semua pengelola usaha melaporkan hasil panen yang diperoleh," tambahnya.

Wajib pajak pengelola sarang burung walet tegas Tohar, memiliki tanggungan pajak 10 persen dari hasil panen produksi sarang burung walet.

Untuk mengoptimalkan pendapatan dari sarang burung walet tersebut, Bapenda Kabupaten Penajam Paser Utara melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menerbitkan regulasi menyangkut sarang burung walet.

Regulasi tersebut mengatur pemilik atau pengelola usaha harus memiliki syarat bukti pembayaran pajak apabila sarang burung walet masuk karantina.

Sarang burung walet tersebut jelas Tohar, masuk komoditas pertanian, sehingga kalau dikirim ke luar daerah harus dikarantina terlebih dahulu yang sebelumnya harus lolos pajak dari daerah asal.

"Peraturan itu mewajibkan menyertakan keterangan pajak apabila sarang burung walet hendak diperiksa di balai karantina," ucapnya.

Pengawasan terhadap usaha sarang burung walet tidak mudah ungkap Tohar, kendati instansinya telah memiliki data bangunan sarang burung walet di wilayah Penajam Paser Utara.

Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara menargetkan pajak sarang burung walet sekitar Rp23,2 juta pada 2021, dan telah terealisasi.

"Penerimaan pajak dari sarang burung walet itu tergolong kecil karena tidak sedikit masyarakat yang usaha sarang burung walet," kata Tohar.

Pewarta: Bagus Purwa

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021