Tana Paser (ANTARA Kaltim) - Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Paser, Kalimantan Timur, masih berharap agar Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi ( GP3K ) terealisasi di Kaltim.
Ketua KTNA Paser Rifianur Ishak di Tana Paser, Jumat, menilai program GP3K dirasa masih lebih nyata dibandingkan dengan program "food estate" yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu.
"Program 'food estate' memiliki kelemahan karena digerakkan oleh perusahaan sehingga peran petani hanya sebagai buruh saja, bukan sebagai pelaku. Permasalahan utama program ini adalah status lahan. Jika saja program ini dapat melibatkan secara langsung petani, akan lain ceritanya," kata Rifianur.
Menurutnya, jika status lahan yang menjadi masalah utama tidak terjadi hal ini bisa memaksimalkan lahan yang dimiliki petani.
"Karena lahan milik petani di Paser sebenarnya cukup luas, tapi belum optimal, karena kurangnya sarana dan prasarana pertanian yang memadai," ujar Rifianur.
Program "food estate", kata Rifianur, sebenarnya juga tak seluruhnya salah karena tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan masyarakat. Tapi karena tak langsung melibatkan petani sebagai pelaku utamanya, maka hal ini rawan menimbulkan kegagalan.
"Kegagalan yang terjadi, bisa dibilang karena tak langsung berhubungan dengan petani yang ada di Kaltim. Program ini sebenarnya bisa sukses jika melibatkan petani dalam pengadaan lahan dan pelakunya," kata Rifianur.
Saat ini, khususnya di Paser banyak "lahan tidur" yang potensial untuk pertanian. Kondisi ini harus didukung dengan peran serta pemerintah yang tak melakukan alihfungsi lahan pertanian menjadi kawasan lain.
Selain itu, katanya, pemerintah harus lebih selektif dalam memberikan izin perkebunan kepada pihak swasta, dan melihat terlebih dulu apakah lahan yang dimaksud potensi untuk lahan pangan atau tidak.
"Saat ini banyak sekali lahan-lahan yang potensial untuk pangan beralih fungsi ke perkebunan. Ini jangan sampai terulang," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Ketua KTNA Paser Rifianur Ishak di Tana Paser, Jumat, menilai program GP3K dirasa masih lebih nyata dibandingkan dengan program "food estate" yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu.
"Program 'food estate' memiliki kelemahan karena digerakkan oleh perusahaan sehingga peran petani hanya sebagai buruh saja, bukan sebagai pelaku. Permasalahan utama program ini adalah status lahan. Jika saja program ini dapat melibatkan secara langsung petani, akan lain ceritanya," kata Rifianur.
Menurutnya, jika status lahan yang menjadi masalah utama tidak terjadi hal ini bisa memaksimalkan lahan yang dimiliki petani.
"Karena lahan milik petani di Paser sebenarnya cukup luas, tapi belum optimal, karena kurangnya sarana dan prasarana pertanian yang memadai," ujar Rifianur.
Program "food estate", kata Rifianur, sebenarnya juga tak seluruhnya salah karena tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan masyarakat. Tapi karena tak langsung melibatkan petani sebagai pelaku utamanya, maka hal ini rawan menimbulkan kegagalan.
"Kegagalan yang terjadi, bisa dibilang karena tak langsung berhubungan dengan petani yang ada di Kaltim. Program ini sebenarnya bisa sukses jika melibatkan petani dalam pengadaan lahan dan pelakunya," kata Rifianur.
Saat ini, khususnya di Paser banyak "lahan tidur" yang potensial untuk pertanian. Kondisi ini harus didukung dengan peran serta pemerintah yang tak melakukan alihfungsi lahan pertanian menjadi kawasan lain.
Selain itu, katanya, pemerintah harus lebih selektif dalam memberikan izin perkebunan kepada pihak swasta, dan melihat terlebih dulu apakah lahan yang dimaksud potensi untuk lahan pangan atau tidak.
"Saat ini banyak sekali lahan-lahan yang potensial untuk pangan beralih fungsi ke perkebunan. Ini jangan sampai terulang," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013