Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Band 'thrashmetal' Sepultura menghentak Kota Tenggarong, dalam gelaran Kutai Kartanegara 'Rockin` Festival' yang berlangsung  Jumat malm (9/11).

Grup band Sepulltura yang digawangi Paulo Junior (bass), Andreas Kisser (gitar, vokal), Derrick Green (vokal, perkusi), dan Eloy Cassagrande (drum, perkusi) membawakan 22 lagu-lagu hit dalam rentang hampir 28 tahun perjalanan karir meraka.  .

Setelah membuat penonton menunggu hingga 45 menit, band asal Belo Horizonte, Minas Gerais, Brazil itu muncul di panggung yang didirikan di sisi barat lapangan hijau Stadion Aji Imbut, Tenggarong Seberang, pukul 21.15 WITA.

Salam pendek `assalammualaikum`, diucapkan Derrick Green dengan suara berat menggeram, disambung intro, lagu instrumental yang muncul pertama kali di album 'live Under the Pale Grey Sky'.

Lalu perkusi lagu Refuse dari kantong album Chaos AD keluaran tahun 1993 yang langsung menghajar gendang telinga 10.000 lebih penonton yang didominasi anak-anak muda.

Sebagian penonton yang surprise dengan salam Green, menjawab dengan gumam pelan kemudian para penonton larut dalam lagu dengan headbang yang menghentakkan dan mengayunkan kepala dengan cepat, cara khas menikmati lagu thrashmetal.

Sebagian lagi melakukan aksi moshing, saling membenturkan badan dengan sesama penonton.

Di depan panggung, arena kecil lantas tercipta di tengah-tengah lautan anak-anak muda berkaus hitam bergambar dan bertuliskan Sepultura dan nama-nama band thrash metal seantero jagad.

Sebelumnya mereka sudah dipanaskan Edane, grup heavy metal kugiran Indonesia dengan maskot Eet Sjahcranie, salah satu gitaris rock legendaris Indonesia. Eet adalah putra mendiang Gubernur Kaltim Abdoel Wahab Sjahranie yang menjabat sejak 1967-1978.

Usai lagu pertama, Sepultura terus menaikkan tempo dan tegangan. Berturut-turut disemburkan dari sound system berkapasitas 160 ribu watt itu Bestial Devastation, Beneath The Remains, Troops of Doom (dari album Morbid Visions, 1986).

"Most of you even haven`t born yet," seloroh Andreas Kisser, gitaris asal Sao Paolo yang mulai bergabung dengan Sepultura di tahun 1987. Dengan murah hati ia membagi-bagikan pick (pemetik) gitar berlogo Sepultura kepada para Sebagai balasan, tangan-tangan terkepal teracung bersamaan dengan salam rock, dimana ibu jari, telunjuk, dan kelingking direntangkan sementara jari tengah dan jari manis dilipat ke depan.

Tangan terkepal menjadi khas Sepultura setelah album Nation di tahun 2011 yang berasal dari sampul album, salah satu album pasca ditinggal Max Cavalera, gitaris dan pendiri Sepultura.

Suasana konser makin panas dan Sepultura terus tancap gas. Desperate Cry, Inner Self, dan Mass Hypnosis dihadirkan. Di antara lagu, Derrick Green yang juga piawai bermain perkusi menyapa penonton.

"Aku cinta Indonesia," katanya seraya tersenyum lebar. Andreas Kisser tak kalah dalam menarik simpati tuan rumah. Setelah lagu Schizophrenia, dari album dengan titel sama di tahun 1987 dan merupakan proyek pertama Sepultura yang melibatkan Andreas Kisser, gitaris dengan rambut panjang riap-riapan ini berganti kostum.

Kostum yang digunakan membuat bangga orang se Tenggarong: kostum Mitra Kukar, klub sepakbola yang hari itu merelakan stadionnya, juga rumput lapangannya, rusak diinjak para penonton yang berdatangan mulai dari Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, bahkan juga dari Brunei Darussalam, Singapura, dan Kuala Lumpur.

Setelah satu jam, Sepultura memberi selingan sejenak dengan lagu disko samba ala Brazil. "You can move your body. Ini lagu enak buat goyang," kata Andreas.

Para penonton pun disiram hujan buatan dari selang yang terhubung kepada brandwir di luar stadion. Panas dan pengap menjadi sejuk dan kaus basah keringat bertambah basah air.

Tapi selingan sebentar saja. Dentuman bass drum dan rentetan Riff Eloy Casagrande yang konstan dari sejak lagu pertama kembali menarik penonton kepada pertunjukan thrashmetal.

Di pengujung konser, tibalah masa bagi lagu Arise, lagu klasik Sepultura yang disimpan di album dengan titel sama terbitan tahun 1991. Saat baru merilis album inilah Sepultura pertama datang ke Indonesia dan konser di Gelora Bung Karno, Jakarta 1992.

Gemuruh intro dengan latar suara-suara yang asing segera diisi raungan kasar gitar Andreas. Suara dari bass gitar Paul, anggota paling senior Sepultura sekarang pun berkejaran dengan hentakan double pedal bass drum Casagrande, yang baru bergabung dengan raksasa thrash itu tahun ini.

Lirik Arise ternyata banyak yang hapal, terutama oleh penonton yang masih berusia belasan di tahun 1991. Mereka membuat koor yang berat, parau, dan menggetarkan.

"I see the world, end...I see the world, dead...ashes to ashes, dust to dust...", nyanyi penonton bersama Green. Headbang dan moshing lagi.

Andreas Kisser mengisi solo gitar pendek sebelum lagu berakhir, lantas Sepultura menghilang dan lampu-lampu panggung dimatikan. Pukul 22.30.

Penonton tak beranjak. Mereka bahkan berteriak minta tambahan lagu. Tiba-tiba lampu-lampu panggung menyala kembali. Derrick Green muncul lagi dengan tersenyum lebar. Andreas bagi-bagi pick. Sepultura memberi tambahan 3 lagu lagi sebelum konser benar-benar berakhir sepuluh menit kemudian.

"Terimakasih Indonesia, terimakasih banyak, sampai jumpa," salam Andreas. Keempat personel Sepultura berkumpul di bibir panggung, saling merangkul bahu, dan membungkuk bersama menghormat penonton.

Senyum puas tak hanya tergambar di wajah Paulo, bassist yang tak banyak bicara. Penonton pun pulang dengan senang.

Lima jam sebelumnya, Edane memulai konser pada pukul 19.30. Lagu-lagu terbaik dari 7 album digelar Eet Sjachranie (gitar, vokal), Fajar Satritama (drum, vokal), Daeng Oktav (bass), Ervin Nanzabakri (vokal utama), dan Hendra Zamzami (gitar).

Lagu-lagu yang akrab di telinga pencinta rock Indonesia seperti Borneo, lagu dengan intro dan koda (awal dan akhir lagu) yang memperdengarkan sampe, alat musik petik tradisional orang Kenyah, Bahau, atau Benuaq, dan banyak suku pedalaman Kalimantan lain menjadi satu lagu pembuka.

Eet juga piawai memainkan sound sampe itu di gitar Ibanez-nya, sound yang membuat sebagian penonton secara spontan menarikan gerakan-gerakan burung enggang, komplet dengan teriakan yang meningkahi tarian dan petikan gitar Eet.

Kelar Borneo, Living Dead menggelegar, dan segera dilanjutkan Best of Me.

Eet yang mengenakan aksesoris bando bak tanduk di kepalanya mengumbar senyum sementara Ervan tarik suara. Evolusi, lagu instrumental di album pertama Edane, The Beast, dibawakan Eet sepenuh hati dan banyak improvisasi.

Segera kemudian menghentak intro khas lagu Ikuti, lagu yang mengantarkan Edane kepada populatis di awal kareny. Eet pun memperagakan duck walking seraya memetik gitar.

Hingga jatah waktu Edane berakhir pukul 20.30, Eet dan kawan-kawan masih terus memuaskan penonton dengan Rock in 82, dan ditutup dengan koor bersama seluruh penonton pada lagu Kau Manis Kau Iblis.

Reuni

Dua puluh tahun lalu, Edane juga menjadi pembuka konser Sepultura, yang saat itu dihelat di Gelora Bung Karno, Jakarta. Grup thrashmetal Rotor juga kebagian jatah openint act.

Tahun 1992 tersebut, baik Edane mapun Sepultura sedang menanjak karirnya. Edane baru mengeluarkan album The Beast yang disebut-sebut pengamat musik sebagai rock dengan R besar.

Eet Sjahranie pun menjadi salah satu gitaris panutan Indonesia. Karena pilihan sound-nya ketika itu, Edane kerap dijuluki Van Halen-nya Indonesia sementara Eet adalah Eddie van Halen-Indonesia. Padahal menurut Eet sendiri, ia lebih banyak terpengaruh Angus Young dari AC-DC ketimbang Van Halen.

Sepultura yang datang ke Indonesia di tahun 1992 masih band dengan personel pendirinya, yaitu kakak adik Cavalera, Max (vokal, gitar), dan Igor (drum), bersama Paulo Junior (bass) dan Andreas Kisser (gitar). Max dan Igor Cavalera mendirikan band ini murni untuk mencari makan setelah orang tua mereka meninggal.

Keseriusan Cavalera bersaudara berbuah kesuksesan yang fenomenal. Sepultura ditahbiskan menjadi band metal kelas dunia setelah merilis album Morbid Visions di tahun 1986.

Ironisnya, Cavalera bersaudara kemudian meninggalkan band ini. Max merasa kehilangan kreativitasnya setelahnya anaknya meninggal akibat kecelakaan mobil. Edane pun mengalami hal yang mirip, terlepas awalnya band ini adalah proyek Eet dan vokalis Ecky Lamoh, sekarang tinggal Eet dan Fajar Satritama yang menjadi tonggak awal sejarah Edane.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012