Nunukan (ANTARA Kaltim) - Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) dan UMKM Kabupaten Nunukan, banyak daging asal India bermerk "alana" beredar di sejumlah pasar di wilayah perbatasan tersebut.
Kepala seksi Perdagangan Luar Negeri Disperindagkop Kabupaten Nunukan, Abdul Rahman, Rabu mengatakan, larangan peredaran daging "alana" asal India belum diketahuinya secara pasti sebab belum ada hasil uji laboratorium secara resmi.
Jika benar daging yang diduga berasal hewan yang mengidap penyakir kuku dan mulut di negara India tersebut dilarang beredar dalam negeri lanjut dia, semestinya instansi terkait seperti Balai Karantina Hewan dan Bea Cukai tidak membebaskan masuk ke Nunukan.
Disperindagkop Kabupaten Nunukan, Abd. Rahman tidak memiliki kewenangan melakukan pelarangan kepada pedagang untuk tidak membawa masuk daging yang dimaksudkan karena ada instansi lainnya yang lebih berkompeten.
"Kalau benar daging "alana" dilarang beredar di Indonesia, mestinya ada tindakan dari Balai Karantina Hewan dan Bea Cukai di wilayah perbatasan atau pelabuhan. Tapi kan tidak ada juga tindakan berarti daging tersebut legal dan layak dikonsumsi," ucapnya.
Sesuai hasil pemantauan di sejumlah pasar di Kabupaten Nunukan, Abdul Rahman mengatakan menemukan puluhan kilogram daging "alana" yang diperjualbelikan diantaranya di Pasar Yamaker dan kemungkinan juga beredar di pasar lainnya seperti di Pulau Sebatik.
Abdul Rahman menambahkan, pedagang yang ditemukan menjual daging "alana" sudah diingatkan agar tidak menjual lagi dan memusnahkannya sendiri.
Sebab Disperindagkop Kabupaten Nunukan lanjut dia tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan langsung, kecuali hanya mengawasi dan meminta kepada pemilik barang untuk memusnahkannya sendiri.
Persoalan yang dialami Disperindahkop adalah belum adanya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sehingga apabila menemukan barang-barang ilegal yang di perjualbelikan tidak bisa melakukan penyitaan.
"Disperindagkop tidak bisa menyita barang-barang yang dianggap ilegal, karena kita belum memiliki PPNS. Disperindagkop hanya memantau dan mengawasi saja," terang Abdul Rahman.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Kepala seksi Perdagangan Luar Negeri Disperindagkop Kabupaten Nunukan, Abdul Rahman, Rabu mengatakan, larangan peredaran daging "alana" asal India belum diketahuinya secara pasti sebab belum ada hasil uji laboratorium secara resmi.
Jika benar daging yang diduga berasal hewan yang mengidap penyakir kuku dan mulut di negara India tersebut dilarang beredar dalam negeri lanjut dia, semestinya instansi terkait seperti Balai Karantina Hewan dan Bea Cukai tidak membebaskan masuk ke Nunukan.
Disperindagkop Kabupaten Nunukan, Abd. Rahman tidak memiliki kewenangan melakukan pelarangan kepada pedagang untuk tidak membawa masuk daging yang dimaksudkan karena ada instansi lainnya yang lebih berkompeten.
"Kalau benar daging "alana" dilarang beredar di Indonesia, mestinya ada tindakan dari Balai Karantina Hewan dan Bea Cukai di wilayah perbatasan atau pelabuhan. Tapi kan tidak ada juga tindakan berarti daging tersebut legal dan layak dikonsumsi," ucapnya.
Sesuai hasil pemantauan di sejumlah pasar di Kabupaten Nunukan, Abdul Rahman mengatakan menemukan puluhan kilogram daging "alana" yang diperjualbelikan diantaranya di Pasar Yamaker dan kemungkinan juga beredar di pasar lainnya seperti di Pulau Sebatik.
Abdul Rahman menambahkan, pedagang yang ditemukan menjual daging "alana" sudah diingatkan agar tidak menjual lagi dan memusnahkannya sendiri.
Sebab Disperindagkop Kabupaten Nunukan lanjut dia tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan langsung, kecuali hanya mengawasi dan meminta kepada pemilik barang untuk memusnahkannya sendiri.
Persoalan yang dialami Disperindahkop adalah belum adanya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sehingga apabila menemukan barang-barang ilegal yang di perjualbelikan tidak bisa melakukan penyitaan.
"Disperindagkop tidak bisa menyita barang-barang yang dianggap ilegal, karena kita belum memiliki PPNS. Disperindagkop hanya memantau dan mengawasi saja," terang Abdul Rahman.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012